×
Perdagangan manusia ke Malaysia melalui Batam masih belum terselesaikan hingga saat ini. Praktik tersebut telah mengancam dan melanggar keamanan personal korban sehingga pemerintah merespon secara serius melalui pembentukan hukum nasional dan nota kesepahaman mengenai perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan Malaysia. Namun, upaya pemerintah tersebut tidak cukup untuk melindungi PMI, terbukti dari peningkatan jumlah korban setiap tahunnya. Hal ini mendorong Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Kevikepan Utara Keuskupan Pangkalpinang untuk membantu menangani PMI korban perdagangan manusia ke Malaysia di Batam. Pada tahun 2021 – 2022, KKPPMP Kevikepan Utara Keuskupan Pangkalpinang berhasil menangani 37 korban. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan peran KKPPMP Kevikepan Utara Keuskupan Pangkalpinang dalam menangani PMI korban perdagangan manusia ke Malaysia tahun 2021 – 2022. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data yakni observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Konsep yang digunakan adalah Keamanan Personal dari UNDP dan NGO sebagai Solusi Pembangunan dari Katie Willis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KKPPMP Kevikepan Utara Keuskupan Pangkalpinang memandang perdagangan manusia ke Malaysia sebagai ancaman dan pelanggaran terhadap keamanan personal korban. Peran komisi dalam bidang animasi dan motivasi serta aksi/advokasi memenuhi tujuh aspek dari konsep NGO sebagai solusi pembangunan dari Katie Willis yaitu welfare activities and service provision, emergency relief, development education, participation and empowerment, self-sufficiency, advocacy dan networking. Peran pencegahan dalam bidang animasi dan motivasi belum optimal dalam menurunkan jumlah kasus, namun telah berkontribusi penting dalam bidang aksi/advokasi penanganan korban, terbukti dari hasil layanan dan penghargaan. Keterbatasan yang dialami berasal dari peran aparat penegak hukum dan pemerintah dalam pemberantasan praktik perdagangan manusia di Batam tidak jelas, tidak terlihat serta tidak signifikan, komunikasi tim dengan korban dalam bahasa daerah dan perbedaan agama.