Kebijakan pemerintah daerah terkait penanganan tunawisma masih terbilang minim, tidak optimal dan pengaplikasiannya berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan adanya ketimpangan dalam pelayanan dan penanganan terhadap tunawisma. Masalah tunawisma di Indonesia juga berkaitan erat dengan masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi-sosial yang masih tinggi. Banyak tunawisma berasal dari kelompok masyarakat yang rentan seperti anak jalanan, orang dengan gangguan jiwa, dan korban bencana alam. Hal ini mengharuskan adanya pembaruan dan perubahan dalam sistem hukum dan kebijakan yang ada, serta adanya partisipasi dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan tunawisma dalam penanganan tunawisma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis alasan dibutuhkannya kebijakan pemerintah daerah dalam penanganan tunawisma sebagai perwujudan dari negara kesejahteraan dan sebagai pemenuhan hak kesejahteraan sosial, serta untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pelaksanaan kebijakan penanganan tunawisma di rumah singgah pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian ini juga termasuk dalam penelitian preskriptif dan terapan. Dalam penelitian ini, wawancara, observasi dan peraturan-peraturan dijadikan sebagai sumber bahan hukum utama. Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen dalam penanganan tunawisma tidak dapat diinterpretasikan sebagai manifestasi dari negara kesejahteraan dan pemenuhan hak kesejahteraan sosial. Karena kebijakan tersebut masih tidak sesuai dengan prinsip-prinsip negara kesejahteraan, yaitu kesetaraan kesempatan, distribusi sumber daya yang merata, dan tanggung jawab publik. Kebijakan penanganan tersebut juga belum sejalan dengan hak sosial yang dijamin oleh konstitusi dan instrumen hak asasi manusia, seperti hak atas pekerjaan dan hak atas penghidupan yang layak. Selain itu,  efektivitas pelaksanaan kebijakan penanganan tunawisma di rumah singgah masih rendah dalam konteks keadilan sosial, kebijakan publik, dan efektivitas hukum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: kebijakan penanganan tunawisma di rumah singgah tidak memiliki landasan hukum berupa Peraturan Daerah tentang Tunawisma, sarana yang tidak mendukung, Pemda tidak diberikan kewenangan untuk mendirikan panti sosial dan kurangnya indikator dan alat ukur yang objektif dan realibel untuk menilai suatu kebijakan. Keberadaan rumah singgah belum sesuai dengan Peraturan Menteri No. 22 Tahun 2021 Pasal 10 Ayat (1), tentang Standar Minimal Rumah Sehat.