×
Notaris adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik. Akta otentik memiliki fungsi formal yang tidak dapat dilakukan oleh pejabat umum lainnya, sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang kuat. Akta otentik didefinisikan sebagai dokumen yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan undang-undang, mencatat peristiwa atau perbuatan hukum, dan digunakan sebagai bukti dalam proses hukum. Terkait dengan masalah tersebut, penulis mempertimbangkan permasalahan sebagai berikut konsekuensi hukum dari akta yang dibuat notaris dan pertanggungjawaban hukum notaris atas akta yang dibuatnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi kepustakaan, menggunakan bahan hukum primer maupun sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur tindak pidana pemalsuan akta otentik yang dilakukan oleh notaris meliputi pemenuhan unsur subjektif dengan melakukan pemalsuan akta otentik. Pasal 263 KUHP mengenai pemalsuan akta otentik tidak dapat diterapkan kepada notaris yang melakukan pemalsuan akta otentik. Sanksi pidana untuk notaris yang terlibat dalam tindak pidana tersebut adalah berdasarkan Pasal 264 ayat (1) dan 266 ayat (1) KUHP, yang menetapkan hukuman bagi notaris yang membuat akta dengan kesengajaan menggunakan akta seolah-olah isinya benar. Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa akta yang tidak memenuhi syarat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Pengaturan perlindungan bagi notaris yang menjadi korban pemalsuan akta belum diatur dalam undang-undang, sehingga notaris harus mematuhi ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta otentik.