×
Tindak pidana kekerasan seksual merupakan salah satu realitas sosial yang masih sulit untuk dihilangkan sepenuhnya dan menjadi salah satu bentuk kekerasan dengan jumlah terbanyak di tahun 2023. Perlindungan hukum yang efektif perlu dilaksanakan dengan mengakomodasi hak dan kebutuhan korban karena dampak dari kekerasan seksual sangat berpengaruh terhadap kerentanan korban, baik dari segi psikologis, fisik, maupun sosial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual serta menganalisis hambatan yang dihadapi oleh Yayasan SPEK-HAM Surakarta dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah sumber primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara dengan narasumber dari Yayasan SPEK-HAM Surakarta dan studi kepustakaan. Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan logika deduktif dengan data yang telah dikumpulkan melalui wawancara serta data pelengkap lainnya kemudian dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual kemudian ditarik sebuah kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual yang diselenggarakan oleh Yayasan SPEK-HAM Surkarta telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 juncto Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Yayasan SPEK-HAM Surakarta yaitu keterangan yang disampaikan oleh korban berubah-ubah, adanya ancaman dari pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap korban maupun pendamping, keadaan psikologis korban yang mengalami relapse dan trauma bonding, kurangnya dukungan keluarga terhadap korban saat masa pendampingan, serta psikolog yang tidak berperspektif korban.