×
Koalisi advokasi digital kebijakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) penting untuk dikaji karena pekerja rumah tangga (PRT) termasuk ke dalam kelompok rentan dengan berbagai permasalahan yang dialami PRT, diantaranya tidak ada peraturan mengenai batas jam kerja, tidak terdapat standar upah minimum, tidak mendapatkan jaminan kesehatan dan jaminan sosial, korban kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi, serta perempuan dengan pendidikan rendah. Selain itu, kebijakan RUU PPRT selama 20 tahun belum juga disahkan. Publik melakukan advokasi pengesahan melalui Twitter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktor yang berkoalisi dalam advokasi, keyakinan koalisi, dan strategi koalisi dalam proses advokasi kebijakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang berada di Twitter. Teori yang digunakan yakni Advocacy Coalition Framework (ACF) oleh Sabatier dan Wible (2007) dan strategi advokasi oleh Sctachowiak (2013). Penelitian ini merupakan penelitian campuran, yakni kualitatif pada kategorisasi data dan kuantitatif pada analisis jaringan dengan menggunakan teknik Discourse Network Analysis (DNA). Rentang waktu data penelitian yakni 1 Juli 2020 sampai dengan 12 Oktober 2023. Hasil penelitian ini yaitu terdapat 2 (dua) kelompok yaitu kelompok pendukung dan penentang pengesahan RUU PPRT. Kelompok pendukung terbagi dalam lima koalisi, yaitu Koalisi Sipil untuk UU PPRT, Koalisi 5 Pro Pengesahan RUU PPRT, Koalisi Partai Kebangkitan Bangsa, Forkom Mahasiswa, dan Koalisi Koordinasi K/L. Keyakinan yang paling banyak digunakan yakni keyakinan inti kebijakan, yaitu tingkat keparahan masalah, yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah, dan cara yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Keyakinan kelompok pendukung yakni perspektif feminisme sosialis yaitu persoalan diselesaikan dengan regulasi UU PPRT, sedangkan kelompok penentang memiliki perspektif feminisme liberal, yakni perempuan dapat terlibat sendiri dalam berbagai peran tanpa harus terhalang fungsi reproduktif. Kelompok pendukung RUU PPRT menggunakan pendekatan paling komprehensif dengan memanfaatkan seluruh strategi advokasi. Kelompok penentang hanya menggunakan strategi memengaruhi opini publik.