Mahasiswa menjadi kelompok yang rentan melakukan tindakan bunuh diri karena adanya permasalahan atau gangguan pada kesehatan mental. Faktor yang menyebabkan munculnya gangguan kesehatan mental dapat berasal dari dalam dan luar diri mahasiswa. Salah satu faktor penyebabnya adalah kegagalan mahasiswa dalam memahami, menghadapi, dan menyelesaikan masalah dengan respon emosional yang sesuai. Proses tersebut melibatkan kemampuan intelektual dan emosional secara bersamaan. Mahasiswa memerlukan kecerdasan emosional untuk mengenali, meregulasi, dan memanfaatkan emosi dengan tepat, serta fleksibilitas kognitif untuk beradaptasi dan menentukan keputusan dalam menghadapi permasalahan dan situasi yang menekan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, dengan kecerdasan emosional dan fleksibilitas kognitif sebagai variabel bebas, serta kesehatan mental sebagai variabel terikat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosional dan fleksibilitas kognitif dengan kesehatan mental pada mahasiswa. Sejumlah 117 mahasiswa di Indonesia (86 perempuan dan 31 laki-laki) dalam rentang usia 18-24 tahun dipilih melalui purposive dan convenience sampling menjadi responden dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan tiga skala likert, yaitu General Health Questionnaire-12 yang terdiri dari 12 item, Schutte Self-Report Emotional Intelligence Test dengan 33 item, dan Cognitive Flexibility Scale dengan 12 item. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan analisis regresi berganda diketahui nilai Fhitung (31.407) > Ftabel (3.08), nilai R2 sebesar 0.355 dengan p 0.000, dan nilai R 0.596. Hal ini menunjukkan hubungan positif signifikan antara kecerdasan emosional dan fleksibilitas kognitif dengan kesehatan mental mahasiswa generasi Z, dengan sumbangan efektif sebesar 35.5%. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional dan fleksibilitas kognitif, maka semakin baik kualitas kesehatan mental mahasiswa.