Inflamasi didefinisikan sebagai    reaksi respons mekanisme lokal perlindungan tubuh terhadap aktivitas kerusakan    sel maupun jaringan yang disebabkan berbagai faktor. Respons inflamasi umumnya    ditandai dengan kondisi berupa rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor    (nyeri), dan tumor (pembengkakan). Herba kumis kucing (Orthosiphon    stamineus Benth.) dan daun kelor (Moringa oleifera Lam.) berpotensi    memiliki aktivitas antiinflamasi dengan mekanisme aksi berbeda dan tanpa efek    samping dibandingkan konsumsi obat sintetik.        Jenis penelitian ini    eksperimental laboratorium dengan hewan uji yang diinduksi karagenan 1% secara    sub-plantar pada 30 menit awal sebagai mediator inflamasi. Hewan uji yang    digunakan tikus putih jantan Galur wistar berjumlah 50 ekor dan dibagi dalam sepuluh    kelompok yaitu, kontrol normal, kontrol negatif (Na-CMC 0,25%), kontrol positif    (Natrium diklofenak 4,5 mg/KgBB), kelompok herba kumis kucing (490 mg/KgBB), kelompok    daun kelor (490 mg/KgBB), kelompok kombinasi dengan perbandingan 1:1, 1:2, 2:1    antara herba kumis kucing dan daun kelor, kelompok herba kumis kucing (980    mg/KgBB) dan kelompok daun kelor (980 mg/KgBB). Pengamatan uji antiinflamasi    dilakukan selama 6 jam. Data hasil ditentukan nilai Volume udem (Vu), AUC, dan    persentase Daya Anti Inflamasi (?I). Selanjutnya data dianalisis menggunakan SPSS    dan hasil sifat kombinasi dianalisis menggunakan Compusyn.        Hasil penelitian menunjukkan    bahwa semua kelompok uji memiliki perbedaan bermakna dibandingkan dengan    kontrol negatif (Na-CMC 0,25%). Kelompok V dengan dosis perbandingan 2:1    ekstrak herba kumis kucing dan daun kelor memiliki ?I sebesar 53,158%    kelompok ini memiliki nilai yang lebih besar dalam antiinflamasi dibandingkan    kelompok uji lain, akan tetapi masih dibawah kontrol positif (natrium    diklofenak) yang memiliki ?I sebesar 54,509%. Analisis statistik dari    perlakuan setiap kelompok memberikan hasil pengaruh yang signifikan (Sig.    P<0>