Penulis Utama : Winda Hardyanti
NIM / NIP : T202108010
× <p class="MsoNormal"><o> </o></p><h1 align="center" xss=removed><a name="_Toc185237562"><b><span xss=removed>RINGKASAN DISERTASI</span></b></a><b><span xss=removed><o></o></span></b></h1><p class="MsoNormal"><o> </o></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Winda Hardyanti.T202108010. <i>Pola Komunikasi Pasangan Suami Istri dalam Keluarga dengan Adopsi Anak Studi Kasus Pada Orang Tua Adopsi. </i>Disertasi. Promotor: Prof. Drs. Pawito, Ph.D, Co. Promotor 1: Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D, Co.Promotor II: Dr. Ahmad Zuber, S.Sos, D.E.A. Program Studi Ilmu Komunikasi. Minat Utama Komunikasi dan Perubahan Sosial. Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Tidak semua keluarga beruntung memiliki keluarga inti yang lengkap (ayah, ibu, anak). Berdasarkan data WHO satu dari empat pasangan di Indonesia memiliki masalah infertilitas (Widiyani, 2018). Badan Pusat Statistika Indonesia (Pasaribu et al., 2019) pada tahun 2012 kejadian infertil di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Prevalensi pasangan infertil di Indonesia tahun 2013 adalah 15-25?ri total populasi usia reproduksi. Data tersebut juga didukung oleh rilis yang disampaikan oleh Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI) mencatat bahwa penduduk usia reproduktif di Indonesia sebanyak 75,7 juta jiwa, dan diperkirakan terdapat sekitar 7,5 juta penduduk usia reproduktif yang mengalami infertilitas (Susilawati, 2019). Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi Budi Wikeko mengatakan dari jumlah 40 juta pasangan yang mengalami masa subur, 10-15 persen di antaranya mengalami infertilitas atau gangguan kesuburan yang menyebabkan sulit untuk mendapatkan anak. Adopsi kemudian menjadi salah satu solusi untuk melengkapi profil keluarga.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Namun upaya melakukan adopsi anak ini bukan berarti nir masalah. Tak hanya problematika stigma negatif yang berkembang di masyarakat, proses adopsi anak adalah <i>forever kind of wondering.</i> Powell dan Afifi (2005) menemukan bahwa ketidakpastian memainkan peran penting dalam pengalaman adopsi (Colaner & Kranstuber, 2010). Ada kekhawatiran yang disandang oleh orang tua adopsi terkait identitas anak adopsi. Khususnya kekhawatiran akan dampak buruk yang terjadi jika anak adopsi mengetahui kebenaran bahwa mereka bukanlah anak kandung. Namun di sisi lain, orang tua angkat juga punya keinginan untuk bisa mengungkapkan rahasia keluarga itu pada anak, tentu dengan cara paling tepat versi mereka. Hasil penelitian Rayi menyebutkan bahwa bahwa perbedaan penyampaian pengadopsian oleh orang tua bergantung pada pengalaman personal perihal kondisi psikologis, lingkungan, budaya dan nilai nilai yang dianut oleh masing masing keluarga (Anggunsari, 2014). <o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><i><span xss=removed>Anxiety</span></i><span xss=removed> atau kecemasan menjadi bagian tak terpisahkan dari problematika adopsi. Anthony, Paine and Shelton menyebut menjadi orang tua, meskipun sering kali menyenangkan, merupakan transisi besar dalam hidup yang ditandai dengan serangkaian stresor yang dapat mengakibatkan peningkatan kecemasan dan suasana hati yang rendah (Anthony et al., 2019). Tingkat kecemasan yang tinggi juga dilaporkan terjadi pada orang tua angkat, dan ini sering tidak disadari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Inggris terhadap 94 orang adoptive parent, diketahui bahwa kecemasan ini terjadi atas beberapa faktor. Analisis kurva pertumbuhan menunjukkan bahwa skor internalisasi anak yang lebih tinggi dan rasa kompetensi orang tua yang lebih rendah pada lima bulan setelah penempatan dikaitkan dengan tingkat awal yang lebih tinggi dari gejala depresi orang tua. Rasa kompetensi orang tua yang lebih rendah juga dikaitkan dengan tingkat awal yang lebih tinggi dari gejala kecemasan orang tua. Dukungan untuk keluarga angkat terutama berfokus pada penyesuaian diri anak(Anthony et al., 2019).<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Selain terkait penyesuaian diri, permasalahan adopsi juga akrab denga persoalan terkait identintas anak adopsi. Galvin (2003) mengatakan bahwa komunikasi disebutkan adalah urat nadi yang menghubungkan anak tersebut dengan orang tua angkatnya. Galvin (2003) mencatat, keluarga adopsi dibangun melalui "hukum dan bahasa" (hal. 239), dengan demikian  keluarga angkat bergantung pada wacana untuk mengembangkan dan mempertahankan identitas pribadi dan keluarga mereka. Fenomena di Indonesia, selain permasalahan identitas dan penyesuaian diri, orang tua adopsi juga tidak terlepas dari stigma atau persepsi masyarakat terkait proses adopsi. Selain stigma sebagai anak pancingan yang dianggap sebagai entitas yang subordinat, di Indonesia, orang tua yang melakukan adopsi karena lama tidak memiliki anak maka ia akan dianggap belum memiliki keluarga yang sempurna karena tidak bisa melahirkan anak dari rahim sendiri. Anak adopsi pun memiliki stigma yang negatif karena selalu ada kata ‘hanya’ di depan statusnya, misalnya “dia hanya anak angkat”, yang menunjukkan bahwa posisi anak angkat adalah posisi yang subordinat. Itulah sebabnya di Indonesia, orang tua adopsi cenderung menyembunyikan “status” anak adopsi dari <i>public</i> dan hanya terbuka pada kondisi tertentu atau pada orang-orang tertentu saja.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Dari permasalahan tersebut, penelitian ini memfokuskan pada eksplorasi tentang bagaimana penelitian terkait adopsi anak dikaji dalam konteks ilmu komunikasi keluarga. Meskipun penelitian tentang adopsi anak telah dilakukan di berbagai bidang keilmuan, namun dalam bidang komunikasi penelitian terkait adopsi anak masih sedikit. Dalam bidang komunikasi, studi mengenai adopsi anak termasuk dalam ruang lingkup komunikasi interpersonal, khususnya dalam konteks komunikasi keluarga. Penelitian-penelitian dalam bidang komunikasi keluarga terus berkembang sesuai dengan minat riset masing-masing peneliti yang fokus pada bidang ini. Namun, berdasarkan penelusuran data, diketahui bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, perkembangan penelitian komunikasi keluarga dalam konteks interpersonal didominasi oleh topik-topik yang berkaitan dengan teknologi komunikasi, isu-isu komunikasi dengan pasien, dan isu-isu kesehatan.</span> <span xss=removed>Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan peneliti melalui secara historical dari sisi bidang ilmu kajian, topik yang berkaitan dengan adopsi anak belum banyak diteliti oleh bidang kajian komunikasi. Pada umumnya penelitian adopsi banyak diteliti oleh peneliti yang menggeluti bidang ilmu psikologi, kedokteran, sosiologi, hukum, dan beberapa bidang ilmu non komunikasi yang lain. Hasil penelusuran peneliti, berdasarkan data 10 tahun terakhir, penelitian yang berkaitan dengan adopsi anak banyak diteliti oleh bidang ilmu kedokteran (14.220 judul penelitian), psikologi (11.993 judul penelitian), sosiologi (9.819 judul penelitian) dan bidang ilmu hukum (5.358 judul penelitian). <o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Tren penelitian adopsi anak dalam bahasan yang umum mulai berkembang pada tahun 2000-an. Topik yang cukup banyak dibahas adalah berkaitan dengan adopsi internasional atau intercountry adoption. Bergquist (2003) meneliti tentang adopsi internasional Asia, dimana ia menemukan bahwa anak-anak Asia adalah anak-anak yang mendapat minat yang cukup tinggi dalam international adoption (Bergquist, 2003). Leifsen (2008) mengemukakan bahwa perdagangan anak menjadi isu penyimpangan yang cukup serius, seperti studi kasus yang dia teliti terkait international adoption dari Ekuador (Leifsen, 2008). Oleh karena itu dalam penelitian ini, dari sisi aspek komunikasi, peneliti tidak lagi akan membahas relasi anak angkat dan orang tua kandung maupun orang tua angkatnya seperti sejumlah penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, namun akan memfokuskan topik pada relasi <i>couple</i>, atau pola komunikasi pasangan suami istri dalam melakukan proses adopsi anak.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Dari hasil analisis inilah maka <i>novelty </i>atau kebaruan topik ini dapat ditemukan. Ada beberapa celah dalam keilmuan komunikasi yang belum dideskripsikan secara teoritis. Dalam sejumlah kajian penelitian juga terlihat bahwa kajian riset adopsi yang membahas tentang spouse atau level pasangan suami istri juga belum dibahas secara spesifik. </span><span xss=removed>Dalam penelitian terkait pola komunikasi pasangan suami istri, dalam perspektif komunikasi keluarga, sejumlah penelitian terkait penggunaan teori pola komunikasi digunakan secara meluas oleh para peneliti. Wijayanti meneliti terkait aspek terkait aspek komunikasi, bentuk komunikasi dan kualitas komunikasi yang berlangsung untuk mempertahankan relasi suami istri yang mengalami long distance marriage relationships saat pandemi covid-19 (Wijayanti, 2021). Penelitian Eni Juariah meneliti pola komunikasi dalam relasi suami istri terkait bagaimana pasangan mengelola relasi memanfaatkan teknologi komunikasi. Eni menemukan bahwa motif dan topik bahasan berkaitan tentang menanyakan kondisi, menjaga hubungan, mengungkapkan perasaan dan memecahkan masalah (Juairiyah, 2014). Penelitian lain, Hardsen juga menyebutkan bahwa dalam menjaga hubungan keluarga, kepercayaan menjadi kata kunci yang penting dalam mengelola hubungan. Diperlukan saling pengertian antara suami dan istri ketika berkomunikasi dalam menyelesaikan permasalahan, harus lebih tenang, menggunakan pendekatan-pendekatan komunikasi persuasif dengan membujuk, merayu pasangan (Najoan, 2015). Dari sejumlah temuan terkait penelitian sebelumnya yang membahas tentang pola komunikasi suami istri, belum diteliti secara spesifik terkait pola komunikasi pasutri hingga tahap bagaimana pasutri mengelola komunikasi pasca konflik. Penelitian tentang pola komunikasi pasutri lebih banyak membahas hanya pada aspek pengelolaan relasi dan pengelolaan konflik. Oleh karena itu penelitian ini akan mengungkap terkait bagaimana pola komunikasi pasangan suami istri dalam keluarga dengan adopsi anak. Pola komunikasi pasutri ini meliputi bagaimana pasangan membangun relasi, kemudian mengelola relasi setelah ada anak adopsi, mengelola konflik dan melakukan adaptasi komunikasi pasca konflik. </span><span xss=removed><o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Dari paparan sejumlah penelitian di atas dalam bidang komunikasi keluarga, penelitian terkait adopsi anak yang dikaji dalam perspektif komunikasi masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itulah maka penelitian ini akan fokus meneliti adopsi anak dari perspektif kajian komunikasi, khususnya meneliti terkait pola komunikasi pasangan suami istri (<i>adoptive parent</i>) dalam proses adopsi anak. Di bidang kajian ilmu komunikasi, secara khusus, penelitian adopsi anak selama ini cenderung terlalu sempit memfokuskan pada kebutuhan informasi dan relasi antara orang tua angkat anak adopsi maupun relasi antara orang tua kandung dengan orang tua angkat (<i>birth family</i>). Dalam perspektif komunikasi, penelitian adopsi secara historis pada intinya banyak berfokus pada masalah keterikatan dan perkembangan, dengan sedikit perhatian yang diberikan pada aspek komunikatif keluarga angkat. Sampai saat ini, peneliti di luar disiplin komunikasi telah mengejar penelitian adopsi keluarga jauh lebih giat daripada di bidang komunikasi (misalnya, Brodzinsky, 2006; Passmore, Feeney, & Foulstone, 2007; Wrobel et al., 2003). Pengecualian untuk tren ini adalah garis penelitian dalam disiplin komunikasi yang berfokus pada negosiasi identitas keluarga dalam adopsi internasional dan keluarga yang tampak berbeda (Docan-Morgan, 2008; Galvin, 2003; Harrigan, 2009; Suter, 2008; Suter & Ballard, 2009). Para peneliti mengakui bahwa kompleksitas keluarga angkat ini layak mendapat perhatian khusus, namun masih ada sejumlah kekurangan dalam literatur komunikasi adopsi umum (Colaner & Kranstuber, 2010). <o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pola komunikasi pasangan suami istri dalam proses adopsi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi pasangan suami istri dalam proses adopsi anak berdasarkan orientasi komunikasi dan orientasi kepatuhan/konformitas orang tua adopsi. Pola komunikasi ini meliputi tahapan-tahapan mulai orang tua adopsi membangun relasi pada proses awal adopsi, memelihara relasi hingga mengatasi konflik yang muncul setelah anak adopsi masuk dalam kehidupan mereka hingga pada tahap mengelola konflik yang terjadi. Tahapan-tahapan itu akan diteliti berdasarkan orientasi komunikasi dan orientasi konformitasnya. Penelitian juga bertujuan untuk mengetahui proses adaptasi komunikasi dalam proses adopsi anak dan seperti apa model komunikasi yang dilakukan dalam  proses adopsi anak.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Grand theory yang akan digunakan dalam penelitian adalah teori Family Pattern Communication (FCP Theory). Teori FCP adalah grand theory karena dalam penelitian ini peneliti akan melihat bagaimana kepatuhan akan nilai dan orientasi komunikasi di setiap tahapan relasi yang dibangun oleh subjek. Kemudian teori berikutnya yang dipilih adalah Teori Pengurangan Ketidakpastian yang akan dielaborasi pada tahapan awal membangun konsep untuk adopsi, Teori Relationships Maintenance yang dielaborasi pada fase pemeliharaan relasi, model FACM untuk memahami perspektif konflik adopsi saat anak adopsi masuk ke dalam struktur keluarga, teori Relaksional Dialektikal yang dielaborasi ketika terjadi konflik. Teori Adaptasi Interaksi akan dielaborasi ketika pada tahapan memelihara relasi saat telah melakukan adopsi setelah pengelolaan konflik.</span> <span xss=removed>Teori Family Communication Patterns (FCP) memusatkan fokus pada hubungan dan interaksi antara orang tua dan anak dalam keluarga. Hubungan dan interaksi dijalin dalam rangka mencapai kesepakatan (agreement) antara orang tua dengan anak. Ada dua pendekatan dalam mencapai kesepakatan. Yang pertama yaitu dengan memperhatikan penilaian anggota keluarga terhadap suatu isu, kemudian mengadaptasi penilaian tersebut (socio-orientation). Yang kedua, dengan mendiskusikan atau mengevaluasi sebuah isu bersama-sama (concept orientation) (Littlejohn, 2017)<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Orientasi diskusi atau orientasi komunikasi dalam teori family communication pattern merupakan  pola  anggota  keluarga dapat  terlibat  dalam  interaksi  atau  topik  pembicaraan yang luas. Dalam dimensi ini, anggota keluarga bebas dan  terbuka  untuk  saling  berinteraksi  tanpa  adanya batasan  waktu  atau  topik  yang  dibicarakan. Mereka saling   berbagi   tentang   pendapat,  ide,  pengalaman, perasaan satu sama lain. Segala keputusan merupakan keputusan  bersama,  bukan  hasil  dominasi  satu  pihak saja.  Untuk  jenis  pola  komunikasi  ini,  baik  orang  tua maupun  anak  saling  terbuka  dan  saling  memengaruhi dalam pengambilan keputusan dalam diskusi keluarga. Sementara, orientasi konformitas merujuk  pada kondisi  anggota  keluarga  memiliki  kesepahaman  dan kesepakatan  terhadap  pendapat  salah  satu  anggota keluarga  (biasanya  salah  satu  dari  orang  tua),  tanpa ada   proses   diskusi   terlebih dahulu. Orientasi konformitas fokus pada bagaimana anggota keluarga menerapkan nilai-nilai ideologis, sikap, dan pandangan yang sesuai dengan apa yang mereka yakini. Keluarga yang menanamkan nilai tradisional, biasanya sangat menjunjung tinggi struktur hierarki keluarga. Orang tua mengharapkan keseragaman sikap, nilai, dan perilaku dari tiap anggota keluarga. Sehingga orang tua cenderung memilihkan keputusan bagi setiap anggota keluarga(Koerner & Fitzpatrick, 2002).<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Metodologi penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini dilandasi oleh karena rumusan masalah dalam penelitian ini membutuhkan pemahaman yang kompleks dan detail dari isu yang diangkat. Selain itu juga ingin mengetahui terkait konteks yang terkait dengan informan penelitian. Strategi penelitian menggunakan studi kasus. Studi kasus adalah metode studi eksploratif dan analitis yang sangat cermat dan intensif mengenai keadaan suatu unit kesatuan sosial, berupa pribadi, suatu keluarga, satu institute, kelompok kebudayaan, atau suatu kelompok masyarakat(Kartono, 1990). Studi kasus digunakan sebagai strategi dalam penelitian ini karena bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya faktor-faktor tertentu yang memberikan ciri khas pada tingkah laku sosial yang kompleks dalam proses adopsi anak oleh pasangan pengadopsi dengan intervensi laktasi. Melalui strategi penelitian studi kasus ini juga penting untuk memahami relasi dalam setiap proses komunikasi adopsi anak baik terkait dengan pola komunikasi orang tua adopsi khususnya terkait orientasi komunikasi dan orientasi konformitas dalam proses tersebut, bagaimana mempertahankan relasi ketika menghadapi konflik, dan bagaimana proses adaptasi komunikasi yang terjadi pada kasus orang tua adopsi yang melakukan intervensi laktasi dalam proses adopsinya.</span> <span xss=removed>Sedangkan penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling, agar data yang diperolah dari informan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian. Pengambilan sampel yang dilakukan bukan dimaksudkan untuk mewakili populasi, tetapi didasarkan pada relevansi dan kedalaman informan serta didasarkan pada teman yang muncul di lapangan. Adapun informan dalam penelitian ini memiliki kriteria merupakan pasangan suami istri yang terikat dalam pernikahan yang sah dan memiliki anak adopsi<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Dari teknik purposive sampling ini kemudian peneliti melakukan teknik snowball  (bola salju) untuk menemukan informan berikutnya. Dengan menggabungkan dua teknik pengambilan sampel ini, peneliti dapat mengatasi keterbatasan masing-masing metode dan memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang populasi sasaran. Menggabungkan pengambilan sampel bola salju dan purposive sampling bermanfaat karena memungkinkan peneliti mengakses populasi yang sulit dijangkau atau tersembunyi. Snowball sampling merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan ketika karakteristik sampel masuk dalam kriteria kelompok rentan atau kondisi khusus.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Hasil penelitian menemukan bahwa untuk membangun pola komunikasi keluarga khususnya dalam adopsi anak, pola komunikasi pasangan suami istri dalam proses adopsi anak tidak hanya melibatkan orientasi komunikasi dan orientasi konformitas namun juga membutuhkan dukungan significant others, empati baik dari internal pasutri maupun dari significant others dan sikap mindfullness yang harus dimiliki oleh adoptive parent. Membangun relasi dilakukan dengan memahami stigma dan merespon stigma adopsi dengan memanfaatkan previledge finansial dan memanfatkan dukungan dari significant others. Kemudian membangun relasi juga dengan mengkomunikasikan rencana adopsi secara langsung dengan teknik visualisasi pesan dengan pengandaian, serta melakukan pengelolaan ketidakpastian pada proses awal adopsi. Inisiator rencana adopsi didominasi oleh pihak yang paling menginginkan adopsi anak, misal istri berperan sebagai inisiator adopsi karena didorong oleh keridakmampuan untuk hamil secara medis, dan suami berperan sebagai inisiator adopsi karena didorong oleh karakter penyayangnya. Adopsi juga dilakukan oleh orang yang sudah memiliki anak kandung dengan motif nilai kemanusiaan. Untuk mengelola ketidakpastian, orang tua adopsi atau adoptive parent melakukan pencarian informasi secara komprehensif melalui saudara, kerabat, teman, kolega, sosial media, dan pencarian informasi secara langsung. Dominasi pengambilan keputusan adopsi didominasi oleh pihak yang paling menginginkan adopsi anak. <o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Memelihara relasi saat anak adopsi masuk dalam struktur keluarga dilakukan dengan melakukan pengelolaan perasaan asing, menyadari adanya perubahan peran yang terjadi, belajar memahami karakter pasangan dan memperbanyak topik bahasan tentang anak adopsi. Dalam memelihara relasi ini adoptive parent juga berupaya untuk membangun kesadaran diri sebagai orang tua adopsi dengan membangun keterbukaan dengan pasangan, menjaga komitmen adopsi, adil dalam pengasuhan dan bersikap empatif. Dalam pemeliharaan relasi ini adoptive parent juga memanfaatkan dukungan pasangan saat mengalami penurunan semangat dalam pengasuhan, dan memanfaatkan dukungan dari significant others untuk menguatkan pemeliharaan relasi.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Mengelola konflik yang timbul dari proses adopsi anak dilakukan dengan mengidentifikasi penyebab dan jenis konflik dan menyelesaikan konflik dengan berbagai teknik. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa jenis konflik dalam adopsi yang terjadi adalah jenis konflik intrapersonal, konflik interpersonal dan konflik intergroup. Konflik intrapersonal terjadi di dalam diri salah satu adoptive parent, disebebkan karena kekhawatiran akan status mahram, dan kekhawatiran bahwa anak adopsi akan diambil lagi oleh keluarga kandung. Konflik intrapersonal diselesaikan dengan melakukan intervensi laktasi, memanfaatkan dukungan internal dari pasangan dan menyiapkan mental “perpisahan”. Konflik interpersonal terjadi antara adoptive parent dengan pasangan karena berbeda pola pengasuhan dan perbedaan prinsip lainnya, konflik antara adoptive parent dan anak adopsi dan konflik antara adoptive parent dengan orang tua kandung anak adopsi. Konflik interpersonal diselesaikan dengan cara akomodasi, separasi dan atrasi. Sedangkan konflik intergroup terjadi antara adoptive parent dengan keluarga besar adoptive parent atau keluarga besar dari orang tua kandung anak adopsi. Konflik intergroup diselesaikan melalui kolaborasi, dan mengakomodasi kekecewaan significant others terhadap keputusan adopsi yang dilakukan. <o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Proses adaptasi komunikasi pasca konflik dilakukan melalui tiga fase yaknik proses pemulihan dari konflik, memulai komunikasi pasca konflik dan fase pembauran pasca konflik. Proses pemulihan dari konflik dilakukan dengan pemenuhan syarat adptasi interaksi dengan memperbarui komitmen adopsi dan memperbanyak rasa syukur serta memenuhi harapan serta keinginan pasangan dengan menghargai pengorbanan masing-masing. Proses memulai komunikasi pasca konflik yang dilakukan oleh adoptive parent diinisiasi oleh pasangan yang menyadari bahwa dia yang mengawali konflik (menjadi penyebab konflik). Kepatuhan pada nilai religi, previledge finansial dan nilai kemanusiaan menjadi pedoman nilai yang berpengarug dalam penerimaan solusi konflik yang disepakati.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Untuk mereduksi kecemasan terkait mahram, beberapa adoptive parent melakukan intervensi laktasi baik melalui teknik induksi laktasi ataupun laktasi melalui mahram sebagai strategi untuk membangun ikatan dengan anak dan mengurai kecemasan. Model komunikasi keluarga dalam keluarga dengan adopsi anak merupakan komponen-komponen yang dibutuhkan untuk adopsi anak yang berketahanan komunikatif dengan melibatkan beberapa unsur penting diantaranya adalah unsur percakapan, unsur kepatuhan pada nilai yang menjadi pedoman, unsur dukungan, unsur empati dan unsur kesadaran diri (mindfullness).<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Berdasarkan temuan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan di atas maka dapat diajukan beberapa rekomendasi bermanfaat untuk kajian adopsi anak dari perspektif komunikasi. Sebagai implikasi teoritis, pendekatan teori komunikasi keluarga dapat menjelaskan fenomena bagaimana keluarga yang memiliki ketahanan. Salah satu ciri keluarga yang memiliki ketahanan adalah keluarga yang menerapkan orientasi konformitas dan orientasi komunikasi yang tinggi. Kristina M Scharp, Tiffany R Wang, Brooke H Wolfe mengatakan bahwa dalam komunikasi dikenal istilah ketahanan komunikatif. Ketahanan komunikatif adalah sebuah kondisi dimana masyarakat harus melakukan serangkaian upaya untuk mengembalikan kondisi normal setelah mengalami transisi yang sulit atau gangguan yang besar dalam hidup mereka (Scharp et al., 2022). Di sisi lain, Buzzanel menyebutkan untuk mewujudkan ketahanan komunikatif tersebut, orang akan berupaya untuk  mewujudkan keadaan normal, mengedepankan tindakan produktif sambil melatarbelakangi perasaan negatif, menegaskan jangkar identitas, memelihara dan menggunakan jaringan komunikasi, dan menerapkan logika alternatif (Buzzanell, 2017). Sesuai dengan teori awal yang dikemukakan oleh Koerner dan Fitzpatrick (Koerner & Fitzpatrick, 2002), untuk mencapai ketahanan dalam proses adopsi anak maka diperlukan orientasi percakapan/komunikasi yang tinggi (high conversation) dan kepatuhan pada nilai atau konformitas. Tetapi kepatuhan pada konformitas ini bervariasi, ada yang rendah ada pula yang tinggi. Terkait stigma adopsi, adoptive parent berupaya untuk tidak terlalu mematuhi stigma/ tidak peduli pada stigma (low conformity) untuk mencapai ketahanan komunikatif. Namun dalam hal komitmen adopsi, adoptive parent berupaya untuk mematuhi nilai tertentu (high conformity)<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Berdasarkan hasil penelitian ini, dukungan merupakan konsep baru yang perlu ditambahkan sebagai bagian penting untuk mewujudkan adopsi anak yang berketahanan komunikatif. Tidak hanya aspek orientasi percakapan maupun orientasi konformitas seperti yang diungkapkan oleh Fitzpatrick sebelumnya. Dukungan baik dari internal pasangan adoptive parent maupun dari <i>significant others</i> baik kerabat ataupun sahabat akan menguatkan ketahanan komunikatif yang terbentuk. Ketika dukungan itu terjadi secara maksimal, <i>adoptive parent</i> akan merasa proses adopsinya sebagai hal yang menyenangkan, normal dan relatif minim konflik. Empati merupakan konsep baru yang ditambahkan dalam membentuk ketahanan komunikatif dalam proses adopsi anak. Empati adalah sikap menyesuaikan diri memahami orang lain berdasarkan sudut pandang yang dimiliki, berupaya untuk menempatkan diri pada posisi orang lain. Dengan mengedepankan empati, kesulitan yang dialami adoptive parent dalam proses membangun relasi, mempelihara relasi, mengatasi konflik hingga proses beradaptasi pasca konflik dapat teratasi.  Sikap kesadaran diri (<i>mindfullness</i>) adalah sikap sadar sepenuhnya bahwa adoptive parent melakukan adopsi, mengetahui hukum-hukum adopsi, memahami konsekuensi, resiko, dan stigma yang ditimbulkan oleh proses adopsi. Dengan sikap sadar sepenuhnya tersebut akan memudahkan <i>adoptive parent</i> menjalani proses adopsi dan menguatkan ketahanan komunikatif dalam proses adopsi anak.  Munculnya tiga konsep baru yakni dukungan, empati dan mindfullness maka teori pola komunikasi keluarga atau family communication pattern theory (FCPT) perlu direvisi. Karena dengan munculnya tiga konsep baru tersebut akan mempengaruhi skema tipologi keluarga. Dengan tambahan tiga konsep baru ini maka skema tipologi keluarga akan berubah. Skema tipologi yang baru dapat diteliti dengan penelitian lanjutan. <o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Sebagai implikasi praktis, maka dari hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman terkait kompetensi komunikasi yang harus dimiliki oleh orang tua adopsi maupun calon orang tua adopsi yang sedang atau ingin melakukan adopsi agar bisa menciptakan adopsi anak yang stabil. Penerapan pola komunikasi keluarga dalam proses adopsi anak akan mendukung rencana strategis pemerintah khususnya Dinas Sosial dalam hal peningkatan kesejahteraan dan perlindungan hak atas anak adopsi.<o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><span xss=removed>Secara metodologis, penelitian ini memiliki keterbatasan. Penelitian ini hanya pendekatan kualitatif yang bersifat kasuistik dan tidak bisa digeneralisir. Selain itu seluruh pengalaman informan tidak bisa seluruhnya diverifikasi khususnya berkaitan dengan konflik-konflik yang dihadapi, apakah konflik itu disebabkan oleh <i>adoptive parent</i> atau karena dari luar pihak <i>adoptive parent</i>. Sebab ada beberapa pengalaman konflik yang mungkin tidak nyaman dan membuat adoptive parent ingin defense atau membela diri atau membenarkan sikap dalam mengatasi konflik itu. Sebagai upaya untuk memverifikasi data tersebut peneliti juga berusaha untuk melakukan triangulasi data dengan bertanya pada pihak yang berkonflik ketika yang bersangkutan memungkinkan untuk dilakukan klarifikasi (misal anak adopsi sudah cukup usia untuk ditanyai). Namun meskipun penelitian ini adalah penelitian kualitatif namun peneliti melakukan pengambilan sampel dengan maximum variation sampling. <i>Maximum variation sampling</i> atau dikenal juga dengan sebutan <i>heterogeneous sampling</i> adalah sebuah metode untuk pengambilan sampel dengan mendasarkan pada keragaman aspek baik jenis adopsi (<i>open adoption</i> maupun <i>close adoption</i>), geografis (lokasi riset yang tersebar di berbagai kota di Indonesia), keberagaman latar belakang suku dari <i>adoptive parent</i> dan keberagaman usia dari anak yang diadopsi. Pengambilan sampel dengan metode ini akan memberikan variabilitas maksimum dalam data primer.  <o></o></span></p><p class="MsoNormal" xss=removed><br></p><p> </p><p class="MsoNormal"><o> </o></p>
×
Penulis Utama : Winda Hardyanti
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : T202108010
Tahun : 2024
Judul : Pola Komunikasi Pasangan Suami Istri dalam Keluarga dengan Adopsi Anak
Edisi :
Imprint : Surakarta - Fak. ISIP - 2024
Program Studi : S-3 Ilmu Komunikasi
Kolasi :
Sumber :
Kata Kunci : Adopsi Anak, Orang Tua Adopsi, Kecemasan, Pola Komunikasi, Ketahanan Komunikatif
Jenis Dokumen : Disertasi
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : https://iannajournalofinterdisciplinarystudies.com/index.php/1/article/view/303
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Drs. Pawito, Ph.D
2. Prof. Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D
3. Dr. Ahmad Zuber, S.Sos, DEA
Penguji : 1. Prof. Dr. Suranto, M.Pd, M.Si
2. Dr. Didik Suharto Gunawan, M.Si
3. Sri Hastjarjo, Ph.D
Catatan Umum :
Fakultas : Fak. ISIP
×
Halaman Awal : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Halaman Cover : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB I : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB II : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB III : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB IV : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB V : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB Tambahan : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Daftar Pustaka : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Lampiran : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.