Penulis Utama : Ahmad Taufiq
NIM / NIP : T201808001
× Implementasi program CSR akan berjalan baik dan tepat sasaran, apabila ditunjang komunikasi yang baik kepada pemangku kepentingan. Komunikasi CSR adalah salah satu cara agar program-program yang disampaikan kepada penerima manfaat tepat sasaran, dan sesuai arah yang dituju Tench et.al (2014). Akan tetapi, terdapat dua permasalahan krusial di lapangan. Pertama, selama ini informasi CSR tersentral di elit desa sasaran. Ada kecenderungan, perusahaan merasa masyarakat sudah terwakili oleh pemerintah desa dan Kades. Kedua, tidak ada komunikasi hingga unit kerkecil, sementara, sasaran CSR kebanyakan di lingkup terkecil desa. Kedua permasalahan menyebabkan informasi CSR terdistorsi yang menyebabkan program CSR kurang tepat sasaran.<br>Merujuk permasalahan yang ada, model komunikasi CSR melalui sinergisitas pemangku kepentingan menjadi tawaran gagasan untuk menutup kesenjangan yang ada. Tawaran ini muncul untuk menjawab tujuan penelitian: (1)  Mendeskripsikan dan menganalisis alasan EMCL dan PEPC melibatkan pemangku kepentingan dalam Komunikasi CSR; (2) Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk sinergisitas dengan pemangku kepentingan yang diterapkan EMCL-PEPC dalam Komunikasi CSR; (3) Mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan alasan pelibatan dan sinergisitas pemangku kepentingan dalam komunikasi CSR antara EMCL dan PEPC; dan (4) Merumuskan model komunikasi tanggung jawab sosial perusahaan dalam program CSR yang diterapkan oleh perusahaan minyak dan gas.<br>Penelitian menggunakan pendekatan mix-method komparatif, dengan strategi studi kasus model Yin (2016). Lokasi penelitian dilakukan di dua kawasan program CSR. Pertama, lokasi program CSR EMCL di 8 desa di Kecamatan Gayam: Gayam, Brabowan, Bonorejo, Mojodelik, Ngraho, Katur, Ringintunggal, dan Begadon. Kedua, lokasi program CSR PEPC di Desa Bandungrejo (Kecamatan Ngasem); Pelem dan Kaliombo (Purwosari); dan Kacangan dan Dolokgede (Tambakrejo). Semua di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Informan penelitian terdiri dari,   NGO pelaksana CSR, perusahaan (EMCL dan PEPC), pihak pemerintahan (desa dan kabupaten), dan media massa (cetak dan online). Total informan 56 orang, yang terdiri dari 29 informan untuk CSR EMCL, dan 27 informan untuk CSR PEPC.  <br>Untuk menjawab tujuan penelitian, peneliti menggunakan tiga step teoritik. Langkah 1: Analisis dan Pemetaan Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping) CSR, merujuk Teori Stakeholders (Freeman, 1984). Tujuannya, memetakan jenis, peran, kepentingan, dan relasi antar stakeholders CSR. Pemetaan dilakukan dengan mengkombinasikan model AA1000 dan model The Power/Influence and Interest Grid (Ackermann & Eden, 2010). Pemetaan dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner kepada 29 informan CSR EMCL dan 27 informan CSR PEPC via Google Form. Pemetaan bertujuan mengetahui peta stakeholder sesuai kuadrannya (rendah, sedang, dan tinggi) secara obyektif terkait derajat power dan interest pemangku kepentingan, baik individu atau institusi dalam CSR EMCL dan PEPC. Pengukuran derajat power dan interest masing-masing memiliki enam dimensi.   <br>Langkah 2: Penentuan Model Pelibatan Pemangku Kepentingan (Stakeholder Engagement). Langkah ini dilakukan setelah peta stakeholder diperoleh melalui stakeholder mapping. Selanjutnya, dilakukan wawancara mendalam sesuai tujuan penelitian dan menentukan strategi pelibatan pemangku kepentingan yang tepat dengan merujuk International Association for Public Participation (2018) yang terdiri dari Collaborate, Involve, Empower, Consult, dan Inform.    <br>Langkah 3: Pelibatan Pemangku Kepentingan dalam Komunikasi CSR. Pola ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan perspektif teoritik Public Relations (1995) & Excellence Theory (2008) dari Grunig, untuk menggambarkan tindakan perusahaan terhadap pemangku kepentingan dalam komunikasi CSR. Kedua teori ini dikombinasikan dengan kerangka teoritik Komunikasi CSR Tench et.al (2014) & Mette Morsing (2006), untuk mengkaji tiga dimensi: subyek, isi, dan metode komunikatif. Dan strategi informasikan dan interaksi dengan stakeholders.<br><br>Hasil Penelitian Langkah 1 <br>Hasil penelitian dan pembahasan langkah 1 CSR EMCL, terdapat tujuh dari sembilan kuadran, yang terpetakan power dan kepentingannya. Kuadran 1 (power tinggi dan kepentingan tinggi), diisi Bupati Bojonegoro, Kades Mojodelik, dan Kades Gayam. Kuadran 2 (power tinggi dan kepentingan sedang) berisi Jawa Pos Radar Bojonegoro (JPRB) dan organisasi kepemudaan (OKP). Kuadran 3 (power high, kepentingan rendah), DPRD Bojonegoro. Kuadran 4 (kepentingan tinggi, power sedang), berisi desa-desa di Ring I Blok Cepu. Kuadran 5 (interest dan power sedang), OPD pemkab, Perguruan Tinggi, dan LSM. Dan Kuadran 8 (kepentingan sedang, power rendah) berisi desa-desa di Ring II, Kecamatan Gayam, tokoh agama dan tokoh masyarakat, dan Karang Taruna. Serta, Kuadran 9 (power dan interest rendah), berisi jaringan preman.<br>Sedangkan pada CSR PEPC, juga terpetakan tujuh dari sembilan kuadran,. Kuadran 1, power tinggi dan kepentingan tinggi, diisi Bupati Bojonegoro. Kuadran 2, power tinggi dan kepentingan sedang, berisi JPRB. Kuadran 3, power tinggi dan interest rendah, berisi DPRD Bojonegoro. Kuadran 4, kepentingan tinggi, power sedang, berisi Kades Bandungrejo, Desa Bandungrejo, Mbah Wo Wanuri, Kades Palem, Desa Pelem, Mas Wahono, PT SMBA, dan PT Tunjung Jagad. Kuadran 5, power dan kepentingan sedang, berisi OPD Pemkab Bojonegoro, Desa Dolokgede, Desa Mojodelik, Kades Mojodelik, Desa Kaliombo, Perguruan Tinggi, LSM, serta OKP. Kuadran 8, kepentingan sedang, power rendah, berisi Tokoh Agama Desa Badungrejo, Karang Taruna, Pokmas, dan Desa Kacangan. Kuadran 9, power dan kepentingan rendah, berisi Kecamatan Tambakrejo, Ngasem, dan Purwosari.<br>Tujuh kuadran ini dapat dikelompokkan menjadi enam klaster (hexahelix). Pada CSR EMCL: Perusahaan/Bisnis: EMCL, pengusaha konstruksi, UMKM dan pengusaha catering. Pemerintah: Pemkab (bupati), kecamatan Gayam, kades-kades di ring I. Akademisi: Unigoro, Unugiri, Stikes Icsada, dan IKIP PGRI Bojonegoro. Media Massa: JPRB dan blok Bojonegoro. Komunitas: Karang Taruna, Pokmas, LSM, Ormas/OKP seperti GP Ansor, Fatayat NU, dan Pemuda Muhammadiyah. Regulator/Hukum: bupati/tim hukum pemkab dan DPRD. <br>Enam klaster hexahelix juga ditemukan di CSR PEPC. Perusahaan/Bisnis: PEPC, PT SMBA, PT Tunjung Jagad. Pemerintah: Bupati. kades-kades di JTB, PPSDM Cepu (Blora), Kementerian ESDM dan BLK Jawa Timur. Akademisi: Universitas Brawijaya, pemetaan sosial ekonomi. Media Massa: JPRB dan blok bB. Komunitas: Pokmas dan LSM. Regulator: DPRD dan tim hukum pemkab. <br>Pada langkah 1 ini dapat ditarik proposisi minor bahwa identifikasi pemangku kepentingan CSR dibutuhkan sebagai pemahaman terhadap lingkungan eksternal perusahaan. Identifikasi pemangku kepentingan menghasilkan peta stakeholder yang berpengaruh dalam penentuan peran masing-masing stakeholder terhadap pelaksanaan CSR. Artinya, keberhasilan pelaksanaan CSR dipengaruhi sejauhmana relasi perusahaan dengan pemangku kepentingan (klaster) terjalin. Pemahaman terhadap relasi perusahaan dengan pemangku kepentingan berpengaruh terhadap pelaksanaan CSR. Semakin baik pemahaman perusahaan akan relasinya dengan pemangku kepentingan, semakin baik pula prospek CSR di suatu daerah.<br><br>Hasil Penelitian Langkah 2<br>Hasil penelitian dan pembahasan langkah 2 menunjukkan, dengan merujuk International Association for Public Participation (2018), strategi pelibatan klaster hexahelix dalam komunikasi CSR EMCL menunjukkan perbedaan metode. Pada klaster Perusahaan/Bisnis 1 (EMCL), metode pelibatannya Collaborate, Consult, dan Involve. Perusahaan/Bisnis 2 (Pengusaha konstruksi, Pengusaha catering dan UMKM): Involve, dan Empower. Pemerintah 1 (Bupati, Bappeda dan OPD teknis): Collaborate, Consult, dan Involve. Pemerintah 2 (Kades Mojodelik dan Kades Gayam), Collaborate, Involve, dan Empower. Akademisi (Unigoro, Unugiri, IKIP PGRI, Stikes Icsada), Collaborate, Involve, dan Empower. Media Massa (JPRB, bB, SBU), Collaborate, Involve, dan Inform. Komunitas 1 (LSM, Ormas/OKP), Collaborate, Involve, dan Empower. Komunitas 2 (Karang Taruna, Toga/tomas desa Ring I/II, serta Pokmas dan perempuan, dan Mantup), Collaborate, Involve, dan Empower. Dan Klaster Hukum/Regulasi (Bupati dan tim hukum Pemkab, DPRD), metode pelibatan Consult dan Involve.<br>Hasil senada, strategi pelibatan hexahelix dalam komunikasi CSR PEPC juga menunjukkan perbedaan metode. Klaster Perusahaan/Bisnis 1 (PEPC), metodenya Collaborate, Consult dan Involve. Perusahaan/Bisnis 2 (Pengusaha, PT SMBA, PT Tunjung Jagad, peternak ayam, UMKM batik, dan BUMDes), Involve, dan Empower. Pemerintah 1 (Bupati, Bappeda dan OPD teknis), Collaborate, Consult, Involve. Pemerintah 2 (Kades Bandungrejo, Kades Palem, Kades Kaliombo, Kades Mojodelik), berupa Collaborate, Involve, dan Empower. Akademisi (Universitas Brawijaya, Malang),  Collabrate, Involve, dan Empower. Media Massa (JPRB dan bB), Collaborate, Involve, dan Inform. Komunitas 1 (LSM), Collaborate, Involve, dan Empower. Komunitas 2 (Karang Taruna, Toga/tomas kawasan JTB, Pokmas, Timlak, BKPSM), Collaborate, Involve, dan Empower. Dan Hukum/Regulasi (Bupati dan tim hukum Pemkab, DPRD Bojonegoro), berupa Consult dan Involve. <br>Pada langkah 2 ini dapat ditarik proposisi minor bahwa pemetaan pemangku kepentingan dilakukan berdasarkan derajat kekuasaan/pengaruh (power/influence) serta kepentingan (interest) masing-masing stakeholder dalam CSR. Semakin besar kekuasaan/pengaruh (power/influence) dan kepentingan (interest) masing-masing pemangku kepentingan semakin besar pula usaha perusahaan menjalin hubungan dengan mereka. Sebaliknya, semakin kecil dan moderat kekuasaan/pengaruh dan kepentingan masing-masing pemangku kepentingan semakin kecil dan moderat juga usaha perusahaan untuk menjalin hubungan dengan mereka. <br>Selain itu, metode pelibatan pemangku kepentingan dipengaruhi sejauhmana level pengaruh maupun kepentingan masing-masing pemangku kepentingan dalam program CSR. Level pengaruh maupun kepentingan masing-masing pemangku kepentingan berpengaruh terhadap pola dan bentuk kolaborasi komunikasi CSR yang dilakukan perusahaan. Semakin besar pengaruh dan kepentingan stakeholder, semakin meluas pula cakupan pelibatannya.<br><br>Hasil Penelitian Langkah 3<br>Hasil penelitian dan pembahasan langkah 3 menunjukkan, kolaborasi dalam komunikasi CSR oleh perusahaan terhadap klaster hexahelix berlangsung dalam tiga bentuk. Pada CSR EMCL, Pertama,  Komunikasi Sebagai Alat Negosiasi dan Konsultasi (Model Two Way Symmetric). Pola kolaborasi komunikasi CSR EMCL dengan Klaster Pemerintah 1 (Bupati/Pemkab dan OPD): (a) Collaborate berbentuk kolaborasi dalam harmonisasi/sinkronisasi program CSR, mengkomunikasikan CSR melalui jaringan structural ke dinas teknis terkait; (b) Consult, komunikasi dan konsultasi dilakukan dengan cara harmonisasi atau sinkronisasi program CSR yang diusulkan EMCL, dengan desain yang ditetapkan pemkab; dan (c) Involve pelibatan jajaran pemerintahan dalam komunikasi CSR, mulai level dinas, kecamatan, hingga tingkat desa untuk membantu mengkomunikasikan program CSR. Sedangkan pola kolaborasi komunikasi CSR EMCL dengan Klaster Hukum/Regulasi (Bupati dan tim hukum Pemkab, DPRD Bojonegoro): (a) Consult, konsultasi pelaksanaan Perda No 5 Tahun 2015 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP); (b) Involve, berkoordinasi dan konsultasi dalam harmonisasi dan sinkronisasi program di awal planning program CSR. <br>Kedua, Komunikasi Sebagai Alat Koordinasi Pelaksanaan CSR, kombinasi model Two Way Symmetric, Two Way Asymmetric, Public Information, dan Press Agentry. Pola kolaborasi komunikasi CSR EMCL dengan Klaster Pemerintah 2 (Kades ring I/II), Klaster Komunitas 1 (NGO/LSM dan OKP), Klaster Akademisi (perguruan tinggi), dan Klaster Komunitas 2 (Karang Taruna, tomas/ toga desa ring I/II, Pokmas dan perempuan): (a) Collaborate, dilakukan dengan menggandeng NGO/PT, koordinasi dan komunikasi ke pemdes. Kades, NGO/PT berkolaborasi dalam komunikasi CSR ke klaster komunitas 2 dan menentukan timlak. Timlak komunikasi CSR ke masyarakat. (b) Involve, pelibatan kades, NGO/PT, dan klaster komunitas 2 dalam desain program dan strategi komunikasi CSR kepada penerima manfaat, melalui musdes. (c) Empower, memberi kepercayaan kepada kepala desa, NGO/PT dan klaster komunitas 2 menjalankan program CSR adalah bentuk dari pemberdayaan. Pola kolaborasi komunikasi CSR dengan Klaster Perusahaan/Bisnis 2 (Pengusaha konstruksi, Pengusaha catering dan UMKM): (a) Involve, melibatkan secara aktif sebagai tim pelaksana (timlak) dan komunikasikan program CSR ke desa-desa sasaran. (b) Empower, menjadi bagian aktor pemberdayaan komunitas di desa sasaran program CSR; memasukkannya dalam jaringan pemasaran dan penjualan atas produk yang dihasilkan ke masyarakat.<br>Ketiga, Komunikasi Sebagai Sarana/ Alat Publikasi Program CSR, kombinasi Model Two Way Symmetric, Two Way Asymmetric, Public Information, dan Press Agentry). Pola kolaborasi komunikasi CSR EMCL dengan Klaster Media Massa:  (a) Collaborate, EMCL kerja sama kontraktual advertorial dengan media massa (cetak, online, dan elektronik). Konten advertorial disiapkan tim EMCL atau kru media massa. (b) Inform, media massa menginformasikan advertorial, rilis dan liputan CSR ke publik. Dan (c) Involve, atas inisiatif sendiri (swadaya), jejaring radio dan media massa mitra program, juga mengkomunikasikan progam CSR kepada publik.<br>Hasil penelitian serupa ditemukan dalam pola kolaborasi komunikasi CSR PEPC. Pertama,  Komunikasi Sebagai Alat Negosiasi dan Konsultasi (Model Two Way Symmetric). Pola kolaborasi komunikasi CSR dengan Klaster Pemerintah 1 (Bupati/Pemkab, OPD teknis): (a) Collaborate, berbentuk kolaborasi harmonisasi atau sinkronisasi program CSR, mengkomunikasikan CSR melalui jaringan struktural ke dinas teknis terkait. (b) Consult, komunikasi dan konsultasi dilakukan dengan cara harmonisasi atau sinkronisasi program CSR yang diusulkan PEPC, dengan desain yang ditetapkan pemkab. Dan (c) Involve, pelibatan jajaran pemerintahan dalam komunikasi CSR, mulai level dinas, kecamatan, hingga tingkat desa untuk membantu mengkomunikasikan CSR. <br>Sedangkan pola kolaborasi pada komunikasi CSR PEPC dengan Klaster Hukum/Regulasi (Bupati dan tim hukum Pemkab, DPRD Bojonegoro): (a) Consult, konsultasi terkait pelaksanaan Perda No 5 Tahun 2015 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP). Dan (b) Involve, berkoordinasi dan konsultasi dalam melakukan harmonisasi dan sinkronisasi program di awal planning program CSR. Sementara Pola kolaborasi komunikasi CSR PEPC dengan Klaster Akademisi (Universitas Brawijaya, Malang): (a) Collaborate dan Involve, melibatkan secara aktif UB sebagai konseptor pemetaan sosial ekonomi Jambaran Tiung Biru. (b) Empower, hasil pemetaan digunakan dasar menentukan program CSR di JTB. <br>Kedua, Komunikasi Sebagai Alat Koordinasi Pelaksanaan CSR, kombinasi model Two Way Symmetric, Two Way Asymmetric, Public Information, dan Press Agentry. Pola kolaborasi komunikasi CSR PEPC dengan Klaster Pemerintah 2 (Kades Bandungrejo, Kades Palem, Kades Kaliombo, Kades Mojodelik), Klaster Komunitas 1 (LSM), Klaster Akademisi (perguruan tinggi), dan Klaster Komunitas 2 (Karang Taruna, Toga/tomas kawasan JTB, Pokmas, Timlak, BKPSM): (a) Collaborate, dilakukan dengan menggandeng LSM, koordinasi dan komunikasi ke pemdes. Kades, LSM kolaborasi dalam komunikasi CSR ke klaster komunitas 2 dan menentukan timlak. Timlak komunikasi CSR ke masyarakat. (b) Involve, pelibatan kades, LSM, dan klaster komunitas 2 dalam desain program dan strategi komunikasi CSR kepada penerima manfaat, melalui musdes. (c) Empower, memberi kepercayaan kepada kades, LSM dan klaster komunitas 2 menjalankan program CSR adalah bentuk dari pemberdayaan. <br>Sementara untuk Pola komunikasi CSR dengan Klaster Perusahaan/Bisnis 2 (Pengusaha konstruksi/ kaum pemodal (PT SMBA, PT TJ): (a) Involve, melibatkan secara aktif sebagai tim pelaksana (timlak) dan komunikasikan program CSR ke desa-desa sasaran. (b) Empower menjadi bagian aktor pemberdayaan komunitas di desa sasaran program CSR; memasukkannya dalam jaringan pemasaran dan penjualan atas produk yang dihasilkan ke masyarakat.<br>Ketiga, Komunikasi Sebagai Sarana/ Alat Publikasi Program CSR, kombinasi Model Two Way Symmetric, Two Way Asymmetric, Public Information, dan Press Agentry). Pola kolaborasi komunikasi CSR PEPC dengan Klaster Media Massa:  (a) Collaborate, PEPC kerja sama kontraktual advertorial dengan media massa (cetak, online, dan elektronik). Konten advertorial disiapkan tim PEPC atau kru media massa. (b) Inform, media massa menginformasikan advertorial, rilis dan liputan CSR ke publik. Dan (c) Involve, atas inisiatif sendiri (swadaya), jejaring radio dan media massa mitra program, juga mengkomunikasikan progam CSR kepada publik.<br>Pada langkah 3 ini dapat ditarik proposisi minor bahwa pola kolaborasi dalam komunikasi CSR perusahaan kepada klaster pemerintah (level kabupaten hingga desa), bisnis, komunitas, media massa, akademisi, dan regulasi/hukum berdasarkan pertimbangan kewenangan yang dimilikinya. Perusahaan (EMCL-PEPC) dalam menjalankan fungsi komunikasi sebagai alat negosiasi, koordinasi, dan publikasi kepada klaster hexahelix disesuaikan dengan cakupan dan otoritas yang dimiliki.   <br><br>Kesimpulan dan Proposisi Mayor  <br>Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan dan proposisi mayor bahwa model Komunikasi CSR Perusahaan Minyak Gas Melalui Sinergitas Pemangku Kepentingan, berhubungan erat dengan kebijakan suatu daerah. Kebijakan kepala daerah dan atau pemerintah daerah berpengaruh terhadap kebijakan atau program CSR perusahaan migas. Kebijakan atau program CSR perusahaan migas terlaksana apabila ada harmonisasi atau sinkronisasi dengan kebijakan kepala daerah dan atau pemerintah daerah. <br>Pola komunikasi CSR perusahaan migas dipengaruhi oleh sejauhmana relasi perusahaan dengan kepala daerah dan atau pemerintah daerah serta pemangku kepentingan lainnya. Semakin baik relasi perusahaan migas dengan kepala daerah dan atau pemerintah daerah beserta pemangku kepentingan lainnya, maka kolaborasi dalam komunikasi CSR akan semakin efektif. Efektivitas komunikasi program CSR berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi program CSR kepada masyarakat luas.<br><br>
×
Penulis Utama : Ahmad Taufiq
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : T201808001
Tahun : 2025
Judul : Model Komunikasi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Minyak dan Gas Melalui Sinergisitas Pemangku Kepentingan
Edisi :
Imprint : Surakarta - Fak. ISIP - 2025
Program Studi : S-3 Ilmu Komunikasi
Kolasi :
Sumber :
Kata Kunci : Komunikasi, CSR, Perusahaan Minyak dan Gas, Pemangku Kepentingan
Jenis Dokumen : Disertasi
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : https://epress.lib.uts.edu.au/journals/index.php/mcs/article/view/8938; https://journals.ufs.ac.za/index.php/com/article/view/8542
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Drs. Pawito, Ph.D
2. Dr. Andre N. Rahmanto, M.Si
3. Dr. Drajat Tri Kartono, M. Si
Penguji : 1. Prof. Irwan Tri Nugroho, M.Sc. Ph.D
2. Prof. Dr. Redi Panuju, M.Sc
3. Dr. Didik Gunawan Suharto, S.Sos., M.Si
Catatan Umum :
Fakultas : Fak. ISIP
×
Halaman Awal : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Halaman Cover : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB I : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB II : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB III : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB IV : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB V : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB Tambahan : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Daftar Pustaka : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Lampiran : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.