Berdasarkan hasil riset Badan Pusat Statistik BPS (2023), jumlah petani di
Indonesia terus berkurang meskipun dikenal sebagai negara agraris. Petani di Jawa
Barat yang paling banyak berada di rentang usia 45 – 49 tahun, yaitu sebanyak 36,30
persen, sementara petani berusia 30 – 44 tahun, hanya 24,06 persen (BPS, 2023).
Penurunan minat generasi muda terhadap sektor pertanian menjadi permasalahan
sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam hal kedaulatan pangan, dimana kebutuhan
suplai pangan justru akan terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto (2021), tantangan yang
dihadapi dalam masalah penurunan minat generasi muda terhadap sektor pertanian
adalah bagaimana memperbaiki kompetensi petani muda dengan menerapkan
kemajuan teknologi untuk keefektifan produksi pangan, dengan tujuan utama adalah
ekstensifikasi lahan pertanian, sehingga dengan penguasaan terhadap teknologi,
kompetensi para petani muda dalam hal kegiatan usahatani dapat meningkat. Salah
satu sentra produksi komoditas hortikultura di Jawa Barat adalah Kabupaten Garut,
Bandung, Cianjur dan Bogor, komoditas yang banyak diusahakan adalah budidaya
sayuran. Kemampuan dalam penguasaan teknologi sayuran ditentukan oleh
beberapa faktor, baik internal petani milenial maupun eksternal, sehingga
diperlukan model pemberdayaan petani milenial dalam membentuk kompetensi
petani milenial dalam berusahatani sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat.
Model tentang pemberdayaan masyarakat dijelaskan dalam teori
pemberdayaan masyarakat Chambers (1995), yang menyataan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang
merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru
pembangunan yang bersifat people centered, participatory, empowering, and
sustainable. Faktor sosiodemografi seperti umur (X1.1), pendidikan formal (X1.2),
pendidikan non formal (X1.3), lama berusahatani (X1.4), dan luas lahan (X1.5)
merupakan determinan individu yang berhubungan dengan persepsi dan
kompetensi dalam berupaya membentuk kompetensi petani milenial dalam
berusahatani sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat.
Faktor lain yang mempengaruhi kompetensi petani milenial yaitu ; dukungan
lingkungan terdekat, dukungan kelembagaan, partisipasi dan motivasi. Fenomena
yang terjadi saat ini adalah adalah adanya ketimpangan antara teori, program yang
dijalankan dan kenyataan yang terjadi, dimana hasil riset Badan Pusat Statistik
(2023) sampai saat ini masih terjadi penurunan minat generasi muda terhadap sektor
pertanian, sementara kebutuhan suplai pangan justru akan meningkat setiap
tahunnya, pada kenyataannya jumlah tenaga kerja usia produktif tinggi, selain itu
kompetensi petani muda dalam penguasaan teknologi belum maksimal, sehingga
viii
diperlukan strategi pemberdayaan yang tepat bagi para petani milenial di Jawa
Barat (Badan Pusat Statisik, 2023).
Tujuan umum penelitian ini untuk menemukan design model pemberdayaan
untuk membentuk kompetensi petani milenial dalam berusahatani sayuran di
Dataran Tinggi Jawa Barat. Tujuan khususnya adalah menganalisis deskripsi dari
karakteristik petani milenial umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, lama
berusahatani dan luas lahan), dukungan lingkungan terdekat, dukungan
kelembagaan, motivasi petani milenial, partisipasi petani milenial, persepsi dan
kompetensi petani milenial dalam berusahatani sayuran di dataran tinggi Jawa
Barat. Selanjutnya menganalisis hubungan karakteristik petani milenial dengan
persepsi dan kompetensi petani milenial dalam berusahatani sayuran, serta
menganalisis pengaruh dukungan lingkungan terdekat, dukungan kelembagaan,
partisipasi, dan motivasi terhadap persepsi dan kompetensi petani milenial dalam
berusahatani sayuran di Dataran Tinggi Jawa Barat.
Penelitian ini dirancang menggunakan metode survei dengan pendekatan
cross sectional yaitu variabel kompetensi petani milenial dalam upaya membentuk
kompetensi petani milenial dalam berusahatani sayuran hanya dinilai satu kali saja
pada saat yang bersamaan. Desain penelitian ini adalah analitik observasional
dengan tipe korelasional, dimana penelitian korelasional mengkaji hubungan antar
variabel. Jumlah populasi dan sampel sebanyak 218 orang. Analisis model
pemberdayaan untuk membentuk kompetensi petani milenial dalam berusahatani
sayuran dalam studi ini, menggunakan analisis persamaan struktural SEM
(Structural Equation Modeling), yaitu teknik statistika yang memungkinkan
pengujian sebuah rangkaian hubungan antar variabel secara simultan. Analisis
persamaan struktural dalam studi ini, dimulai dari pengukuran yang
menghubungkan variabel observed dengan variabel laten, untuk menentukan
konstruk variabel laten dengan Confirmatory Factor Analisis (CFA), kemudian
melakukan evaluasi asumsi model persamaan struktural dengan menguji reliabilitas
konstruk, uji bobot variansi (Variance Extracted), uji normalitas dan uji
multikolinieritas, dan menguji model sebagai sebuah model CFA sehingga
diperoleh model CFA yang dapat diterima (fit model), selanjutnya menghubungkan
antara variabel eksogen dan endogen menjadi suatu model persamaan struktural dan
diuji kesesuaian modelnya sehingga dapat diterima, berdasarkan model CFA yang
sudah fit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis karakteristik petani
milenial dari 218 orang petani milenial, keseluruhan (100 persen) berumur kurang
dari 39 tahun, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan umur petani milenial
tergolong pada usia produktif. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki mayoritas
(36,70 peren) berpendidikan tamat Sekolah Menenengah Atas (SMA), hal ini yang
membedakan dengan petani pada umumnya, kekhasan yang dimiliki petani milenial
adalam memiliki pendidikan yang cukup tinggi, sehingga memiliki kemampuan
berfikir dan logika yang relatif baik dalam berusahatani. Selanjutnya sebesar 35,32
persen petani milenial pernah meningkatkan kapasitasnya melalui pendidikan non
formal melalui penyuluhan dan pelatihan yang sejalan dengan kegiatan budidaya
sayuran. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis karakteristik petani milenial pada
lama berusahatani menunjukan bahwa petani milenial terlibat dalam kegiatan
ix
usahatani sayuran kurang dari 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
(71,56 persen) petani milenial memiliki pengalaman usahatani yang relatif baru,
namun sejak usia remaja selalu ikut bersama orang tua untuk membantu dalam
kegiatan usahatani terutama pada budidaya sayuran, sehingga telah memiliki
pengalaman dan pengetahuan cukup lama dalam berusahatani sayuran. Luas lahan
yang digarap oleh petani milenial menunjukkan rata-rata kurang dari 0,5 ha,
sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (64,68 persen),
menggarap lahannya sebagian besar dalam luasan yang kecil atau sempit. Hal ini
disebabkan oleh petani milenial dalam berusahatani lebih cenderung berusahatani di
hilir.
Hasil perhitungan analisis variabel lainnya menunjukkan bahwa variabel
dukungan lingkungan terdekat memiliki tingkat capaian sebesar 74,29 persen,
artinya petani milenial dalam membentuk kompetensi milenial kecenderungannya
didukung oleh lingkan terdekatnya. Hasil analisis dukungan kelembagaan dalam
peningkatan kompetensi petani milenial menunjukkan tingkat capaian sebesar 73,47
persen, meskipun dalam perhitungan terkatagori baik, namun hasil wawancara
dilapangan dukungan kelembagaan dalam kegiatan usatani sayuran kurang
maksimal, karena agak tumpang tindih antara program yang diperuntukkan bagi
petani pada umumnya dengan program yang diperuntukkan bagi petani milenial.
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perhitungan hasil analisis variabel partisipasi
petani milenial dalam upaya membentuk kompetensi petani milenial memiliki
tingkat capaian sebesar 76,87 persen, kontribusi paling tinggi adalah dalam hal
pelibatan petani milenial dalam hal perencanaan dan pelaksanaan kegiatan usahatani
dengan katagori sangat baik.
Hasil analisis motivasi petani milenial dalam perhitungan menunjukkan
bahwa variabel motivasi petani milenial memiliki tingkat capaian sebesar 78,37
persen yang artinya kompetensi petani milenial sangat didukung oleh motivasi
berupa dukungan kebutuhan sosial, artinya petani milenial sangat membutuhkan
dukungan masyarakat lainya berupa pengakuan dari masyarakat sekitar dan
dilibatkannya mereka dalam kegiatan perencanaan, analisa kebutuhan dan program
lainnya dalam kegiatan usahatani. Selanjutnya hasil perhitungan penelitian
menunjukkan bahwa persepsi petani milenial memiliki tingkat capaian 76,81 persen,
artinya petani milenial dalam upaya membentuk kompetensi sangat didukung oleh
persepsinya sebagai petani dan persepsinya dalam kegiatan usahatani sayuran. Hasil
analisis dilapangan juga menunjukkan bahwa kompetensi dalam kemampuan teknis
dengan capaian 84,17 persen menunjukkan bahwa petani milenial sejak usia remaja
sudah dilibatkan pada kegiatan budidaya sayuran oleh keluarganya, sehingga untuk
kemampun berbudidaya sangat baik.
Hasil analisis penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara karakteristik petani milenial dengan persepsi yaitu pada indikator
umur (p-value 0,031) dan pendidikan non formal (p-value 0,036), selanjutnya
terdapat hubungan antara karakteristik petani milenal dengan kompetensi petani
milenial yaitu pada indikator umur (p-value 0,031) dan pendidikan non formal (p
value 0,042). Selanjutnya data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh langsung antara dukungan lingkungan terdekat terhadap persepsi (p-value
***) dan juga terdapat pengaruh langsung antara motivasi petani milenial terhadap
x
persepsi petani milenial (p-value ***), maka dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi dukungan lingkungan terdekat dan motivasi petani milenial dalam
berusahatani sayuran maka semakin baik pula persepsinya terhadap kegiatan
usahataninya.
Selanjutnya menunjukkan adanya pengaruh secara langsung antara variabel
laten yaitu dukungan lingkungan terdekat, partisipasi petani milenial, motivasi
petani milenial dan persepsi petani milenial terhadap kompetensi petani milenial,
maka dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi dukungan lingkungan terdekat,
partisipasi petani milenial, motivasi petani milenial dan persepsi petani milenial,
maka semakin baik kompetensi petani milenial dalam berusahatani sayuran. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara tidak langsung antara
dukungan lingkungan terdekat (X2) terhadap kompetensi petani milenial (Y2)
melalui persepsi petani milenial(Y1) dalam berusahatani sayuran, dengan nilai z
sobel (2,206) ˃ 1,96, dan juga terdapat pengaruh secara tidak langsung antara
motivasi petani milenial (X5) terhadap kompetensi petani milenial (Y2) melalui
persepsi petani milenial (Y1) dalam berusahatani sayuran, dengan nilai z-sobel
(3,056) ˃ 1,96.
Hasil uji normalitas setelah outliers, nilai critical ratio kurtosis multivariate
nya sebesar 1,634, artinya secara umum dapat dikatakan bahwa distribusi data yang
digunakan dalam model sudah berdistribusi normal. Uji multikolenieritas dapat
dilihat dari hasil analisis confirmatori menunjukkan bahwa konstruk yang
digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian sudah memenuhi kriteria
goodnesss of fit. Nilai probability pengujian goodness of fit sudah memiliki nilai P
= 0,081 ˃ 0,05, menunjukkan model sudah fit, dengan nilai chi-squares = 213,503,
demikian juga dengan hasil goodness of fit dari nilai-niai pengamatan yang lainnya
seperti GFI, AGFI dan TLI, semua memiliki nilai diatas 0,90 dan nilai RMSEA =
0,03 ˂ 0,08, sehingga model pengukuran dapat dikatakan fit.
Design model pemberdayaan petani milenial untuk membentuk kompetensi
petani milenial, dalam berusahatani sayuran adalah faktor sosiodemografi seperti
karakteristik petani milenial merupakan determinan yang mempengaruhi
kompetensi petani milenial dalam berusahatani sayuran di dataran tinggi Jawa
Barat. Selain itu faktor lain yang juga berpengaruh langsung terhadap kompetensi
petani milenial adalah dukungan lingkungan terdekat, partisipasi, motivasi dan
persepsi. Konsep pemberdayaan masyarakat pada sub sektor pertanian harus
mampu mengintegrasikan dan mensinergikan aspek-aspek sosiodemografi,
dukungan lingkungan terdekat, partisipasi, motivasi dan persepsi dengan
kompetensi petani milenial terkait kemampuan berfikir kritis, berkoordinasi dengan
tim, kemampuan menyelesaikan masalah serta kemampuan teknis dan manajerial
dalam berusahatani sayuran di dataran tinggi Jawa Barat.