Dinda Aprilia, S362308004, PENGATURAN DESA WISATA BERBASIS SUSTAINABLE TOURISM DI KAWASAN HUTAN KABUPATEN KARANGANYAR .

Pengelolaan desa wisata di kawasan hutan Kabupaten Karanganyar telah mengalami perkembangan yang signifikan. Namun, yang menjadi masalah krusial adalah pengelolaan tersebut harus sesuai dengan konsep sustainable tourism yang dikemukakan oleh The World Tourism Organization (UNWTO) dan prinsip-prinsip sustainable tourism sesuai dengan amanat UU Kepariwisataan, Permenparekraf Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Pariwisata Berkelanjutan serta Permen LHK Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Wisata Alam di Kawasan Hutan. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis efektivitas pengaturan desa wisata berbasis sustainable tourism di kawasan hutan Kabupaten Karanganyar dilihat dari aspek substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum menurut teori sistem hukum, (2) mengetahui faktor penghambat sinkronisasi kebijakan antar institusi (Perhutani dan Disparpora) dalam implementasi prinsip sustainable tourism, dan formulasi solusinya. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan socio-legal, yang memanfaatkan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan diskusi dengan pemangku kepentingan terkait. Data sekunder dikumpulkan dari peraturan daerah, dan laporan pemerintah. Temuan penelitian menunjukkan terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan pengaturan desa wisata di kawasan hutan Kabupaten Karanganyar belum berbasis sustainable tourism: (1) substansi hukum, terdapat beberapa pasal dalam Perda tentang Kepariwisataan di Kabupaten Karanganyar masih bersifat general dalam mengartikan pariwisata berkelanjutan, dan belum menunjukan adanya ecological justice, serta indikator program tidak menunjukkan upaya riil yang dilakukan Disparpora dalam mewujudkan prinsip-prinsip sustainable tourism, (2) struktur hukum, koordinasi yang lemah antara Disparpora dan Perhutani, yang menyebabkan pengawasan dan sinergi yang buruk, dan (3) budaya hukum, kesadaran masyarakat yang terbatas dan penegakan hukum yang lemah. Selain itu, tantangan seperti minimnya partisipasi masyarakat, keterbatasan tenaga kerja dan anggaran, kurangnya perlindungan terhadap produk wisata unggulan, dan terbatasnya kontribusi pendapatan pariwisata semakin menghambat implementasi pariwisata berkelanjutan. Untuk mengatasi masalah ini, Disparpora dan Perhutani telah memulai program pelibatan pemangku kepentingan, sosialisasi, dan pelatihan