Singapura merupakan negara dengan perekonomian yang sangat bergantung pada investasi asing untuk mendukung pertumbuhannya. Munculnya pandemi COVID-19 telah mengubah pola interaksi global, sehingga mendorong Pemerintah Singapura untuk memperkuat posisinya sebagai tujuan investasi yang menarik dengan memperpanjang sejumlah kebijakan insentif. Kebijakan tersebut meliputi Finance and Treasury Centre (FTC), Global Trader Programme (GTP), Mergers and Acquisitions Allowance (M&A), dan Double Tax Deduction for Internationalisation (DTDi), yang fokus pada bentuk-bentuk ekspansi bisnis dan diberikan perpanjangan waktu jatuh tempo setelah Singapore 2020 Budget diumumkan. Di tengah krisis dan ketidakstabilan ekonomi akibat pandemi, keputusan pemerintah untuk mempertahankan insentif ini dianalisis melalui metode kualitatif studi kasus dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan dokumen-dokumen pendukung lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan State Level Analysis, Developmental State Model, dan Rational Actor Model, yang melihat Pemerintah Singapura sebagai aktor dari negara dengan model pembangunan yang melibatkan pihak swasta sebagai investor asing dan gabungan sesuai panduan dari pemerintah yang rasional dalam mempertimbangkan tujuan, alternatif, dan konsekuensi dalam memilih kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelanjutan kebijakan insentif investasi merupakan respons strategis terhadap dampak pandemi, yang bertujuan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan menjaga arus masuk investasi asing langsung (FDI) yang telah menjadi pilar penting dalam perekonomian Singapura sejak kemerdekaan. Kebijakan ini turut berkontribusi positif terhadap proses pemulihan pasca pandemi dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap Singapura.