Penelitian ini menganalisis urgensi pendayagunaan sanksi bagi pelaku pengadaan untuk menanggulangi pelanggaran pakta integritas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dikarenakan belum maksimalnya implementasi aturan terkait sanksi untuk pelaku pengadaan yang melanggar pakta integritas. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, kasus, dan analitis. Sumber data primer mencakup putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang diperkuat dengan analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait. Hasil penelitian menunjukkan adanya disparitas signifikan dalam penerapan sanksi antara pelaku usaha dan pelaku pengadaan. Pelaku usaha yang terbukti melanggar dikenai sanksi tegas seperti denda dan pencantuman daftar hitam, sementara pelaku pengadaan yang terlibat sering kali tidak dikenai sanksi yang proporsional, bahkan dalam beberapa kasus tidak menerima sanksi sama sekali. Kondisi ini mengindikasikan lemahnya kepastian hukum, tidak efektifnya fungsi preventif pakta integritas, serta kurangnya optimalitas pengawasan oleh lembaga terkait. Kebaruan (novelty) penelitian ini terletak pada identifikasi kekosongan norma dalam regulasi, khususnya mengenai parameter sanksi disiplin (ringan, sedang, berat) dan kejelasan subjek pemberi sanksi bagi pelaku pengadaan. Penelitian ini merekomendasikan agar pendayagunaan sanksi dapat penyusunan pedoman teknis yang jelas serta harmonisasi sistem penegakan sanksi untuk mengatasi inkonsistensi yang terjadi. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi penting bagi penguatan sistem pengadaan pemerintah yang berintegritas, transparan, dan akuntabel melalui pendayagunaan sanksi yang adil dan efektif.