Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis awal mula berdirinya Desa Batik Kliwonan sebagai destinasi wisata edukasi, (2) menganalisis potensi wisata Desa Batik Kliwonan, (3) menganalisis strategi, dan (4) menganalisis hambatan yang dihadapi pengrajin dan pemerintah dalam mengembangkan potensi wisata edukasi di Desa Kliwonan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data penelitian meliputi observasi pada proses pembuatan batik, potensi wisata yang dimiliki, dan fasilitas pendukungnya. Kemudian terdapat informan (pengrajin, pemilik usaha batik, ketua pokdarwis, carik desa), dan dokumen (profil dan peta desa, rekaman pada saat proses wawancara). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi berpartisipasi pasif, wawancara mendalam, dan studi pustaka. Teknik uji validitas data yang digunakan ialah triangulasi sumber data dan metode. Analisis data menggunakan teknik analisis interaktif. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, pada mulanya masyarakat Desa Kliwonan bekerja sebagai buruh batik pada juragan di Solo yang bertugas mencanting kain yang telah digambar pola. Berbekal keterampilan mencanting dan pelatihan proses membatik, masyarakat Desa Kliwonan berusaha mandiri dengan mendirikan tempat produksi batik dan saat ini telah sukses menjadi pengusaha batik yang sukses. Kedua, potensi wisata edukasi Desa Kliwonan berfokus pada batik yang menawarkan beberapa aktivitas, misalnya berbelanja batik sembari menyaksikan proses pembuatannya, serta dapat belajar membatik. Potensi lain, yaitu adanya tugu batik sebagai ikon desa, acara festival batik, adanya Embung Pete, hingga suasana Desa Kliwonan yang masih asri khas pedesaan. Ketiga, dalam upaya pengembangan potensi wisata edukasi di Desa Kliwonan terdapat beberapa strategi yang telah dilakukan, yaitu dengan membentuk paguyuban batik dan membentuk kelompok sadar wisata. Keempat, upaya pengembangan Desa Kliwonan sebagai destinasi wisata edukasi menghadapi beberapa hambatan, yaitu keterbatasan peran pemerintah dalam menyelenggarakan pelatihan dan pembinaan pada pokdarwis, pengrajin dan pengusaha batik. Selain itu, minimnya fasilitas pendukung, seperti penunjuk arah, lahan parkir kendaraan, toilet umum, dan sarana promosi wisata yang belum maksimal.