Restorative justice hadir sebagai pendekatan pemidanaan alternatif yang menitikberatkan pada rehabilitasi dan pemulihan, bukan semata balasan pidana. Dalam konteks publik figur yang terjerat kasus narkotika, penerapannya menimbulkan dilema etik dan sosial terkait prinsip keadilan dan kesetaraan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan restorative justice dalam kasus tindak pidana narkotika oleh publik figur, serta menguji kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip teori gabungan pemidanaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis deduktif, berlandaskan pada studi pustaka dan data sekunder, termasuk putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan. Putusan terhadap Nia Ramadhani menunjukkan dominasi pendekatan retributif di tingkat pertama, meskipun hasil asesmen menyarankan rehabilitasi, yang baru dikoreksi di tingkat banding. Sementara itu, dalam kasus Anji, pengadilan langsung menerapkan tindakan rehabilitasi sesuai hasil asesmen terpadu. Perbandingan keduanya memperlihatkan bahwa penerapan restorative justice belum seragam, dan masih bergantung pada subjektivitas hakim serta pemahaman terhadap teori gabungan pemidanaan. Restorative justice yang sejalan dengan teori gabungan dapat menjadi jalan tengah dalam pemidanaan pengguna narkotika, namun penerapannya harus seragam dan adil tanpa diskriminasi status sosial.