×
Subsektor perkebunan kopi merupakan bagian penting dari sektor pertanian
yang menopang perekonomian Indonesia, dengan kontribusi signifikan terhadap
ekspor nasional. Kabupaten Wonogiri turut berkontribusi melalui peningkatan
produksi dan luas lahan kopi dalam lima tahun terakhir. Kecamatan Girimarto
sebagai wilayah penghasil kopi robusta memiliki potensi besar untuk menjadikan
kopi sebagai komoditas unggulan. Namun, potensi ini belum sepenuhnya optimal
karena masih terdapat berbagai persoalan dalam sistem rantai pasok. Proses
distribusi kopi yang melibatkan petani dan pedagang menjadikan rantai pasok
cukup kompleks dan rentan terhadap risiko. Risiko yang muncul dapat berdampak
pada seluruh pelaku dalam rantai pasok, sehingga perlu dilakukan pengelolaan
risiko secara menyeluruh untuk mencegah kerugian dan menjaga keberlanjutan
budidaya serta usaha kopi robusta di Kecamatan Girimarto.
Metode dasar pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Lokasi
penelitian ini berada di Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri karena
merupakan kecamatan dengan total produksi kopi robusta terbesar di Kabupaten
Wonogiri. Data yang dgunakan yaitu data primer dan data sekunder. Analisis data
yang digunakan yaitu (1) Analisis struktur rantai pasok (2) House of Risk (HOR)
Fase 1 untuk mengetahui risiko rantai pasok, (3) House of Risk (HOR) Fase 2 untuk
mengetahui strategi mitigasi risiko rantai pasok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur rantai pasok biji kopi robusta
terdiri dari beberapa aktor yakni petani, Kopi Tagar, Kopi Ndorog, Warung Bu Suti,
pengepul luar Kabupaten Wonogiri, pedagang pengecer, dan pedagang luar
Kabupaten Wonogiri. Terdapat 3 aliran dalam struktur rantai pasok yakni aliran
produk yang mengalir satu arah dari hulu ke hilir, aliran finansial yang mengalir
satu arah dari hilir ke hulu, dan aliran finansial yang mengalir dua arah antara aktor
hulu dan hilir. HOR fase 1 mengidentifikasi risk agent utama di tingkat petani
seperti kurangnya pengetahuan budidaya, perawatan yang tidak rutin, kekeringan,
pemangkasan yang tidak dilakukan, dan serangan hama, sedangkan di tingkat
pedagang mencakup penurunan produksi petani, kualitas hasil panen yang rendah,
keterbatasan modal, dan lemahnya kemitraan dengan petani. HOR fase 2
menghasilkan strategi mitigasi untuk setiap risk agent prioritas yang
mempertimbangakan nilai Effectiveness to Difficulty (ETD) dari yang terbesar ke
terkecil di tingkat petani difokuskan pada pelatihan teknik budidaya dan
pemangkasan, pengembangan sistem irigasi, penggunaan pestisida nabati, serta
pendekatan berbasis lingkungan, sedangkan di tingkat pedagang strategi mencakup
pemberian bimbingan kualitas kepada petani, perluasan jaringan kemitraan, akses
pembiayaan berbunga rendah, dan penerapan model kontrak centralized. Penerapan
strategi mitigasi risiko yang telah dirumuskan perlu dilakukan melalui kolaborasi
antara petani, pedagang, dan pemerintah setempat untuk memperkuat ketahanan
rantai pasok serta mendorong potensi Kecamatan Girimarto sebagai sentra kopi
unggulan di Kabupaten Wonogiri.