Indonesia dan Tiongkok terus berusaha mempererat hubungannya melalui upaya kerja sama dalam membangun infrastruktur-infrastruktur salah satunya seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Disamping itu timbul kekhawatiran karena Tiongkok sedang diselimuti isu Debt Trap atau Jebakan Utang, seperti yang terjadi di Sri Lanka. Para era kepresidenan Joko Widodo pembangunan proyek kereta cepat menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang pada awalnya digadang-gadangkan tidak menggunakan dana APBN, namun seiring berjalannya waktu terjadinya Cost Overrun atau pembengkakan biaya yang mengancam pada keberlanjutan pembangunan tersebut. Walaupun pada akhirnya berhasil diresmikan dan dioperasikan, adanya tantangan Indonesia dalam menghadapi utang Tiongkok yang harus dihadapi sebelum tenor. Pada penelitian ini berusaha menganalisis strategi yang dilakukan Indonesia supaya Kereta Cepat Jakarta Bandung tetap menjalankan ekonomi berkelanjutan. Konsep yang dipakai yakni Intersectoral Upgrading dalam melihat strategi yang dilakukan seperti mendapatkan pendapatan langsung dan tidak langsung serta mengangkat pariwisata disekitar Bandung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang didapatkan dari sumber primer yakni press realse KCIC dan sumber sekunder yang didapatkan dari artikel jurnal, buku, artikel online, dan lainnya. Hasil menunjukan bahwa Intersectoral Upgrading turut membantu untuk menambah jumlah penumpang yang menyebabkan penggunaan transportasi ramah lingkungan meningkat, selain itu juga kenaikan penumpang juga akan mempengaruhi kenaikan pendapatan yang dimiliki oleh KCIC, walaupun pada saat ini ukuran utang yang harus dibayar masih lebih besar daripada pendapatan tahunannya. Penyerapan lapangan pekerjaan juga terbantu dengan adanya perluasan sektor tersebut, sehingga dapat disimpulkan ada dua dari tiga aspek yang memenuhi Economic Sustainability.