Dzakiy Nurfadhil Almas Dyansa. D0321034. 2025. “Konstruksi Sosial Edukasi

Seksual bagi Anak Tunagrahita dalam Kajian Persepsi Orang Tua dan Guru di

Surakarta”. Skripsi. Dosen Pembimbing Dr. Dra. Sri Hilmi Pujihartati, M.Si. Program

Studi Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

  Anak tunagrahita merupakan anak yang memiliki keterbelakangan mental

dengan kecerdasan kognitif yang berada di bawah rata-rata. Tunagrahita terbagi dalam

tiga taraf intelegensi, yaitu Tunagrahita Ringan, Tunagrahita Sedang, dan Tunagrahita

Berat. Anak tunagrahita memiliki kesamaan dalam seksualitas dan perkembangan

seksual sebagaimana anak-anak pada umumnya. Hal ini menuntut adanya edukasi

seksual sebagai pemenuhan hak untuk kebutuhan seksual, pengetahuan, dan kesehatan

reproduksi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomenologi. Sumber data yang digunakan berasal dari hasil wawancara

mendalam, observasi, dan studi literatur dengan teknik pemilihan informan melalui

teknik purposive. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konstruksi sosial

tentang seksualitas anak tunagrahita serta mengetahui implikasi edukasi seksual bagi

anak tunagrahita di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan Teori Konstruksi

Sosial dari Berger dan Luckmann sebagai pisau analisis dengan memfokuskan pada

konstruksi sosial edukasi seksual bagi anak tunagrahita yang terbentuk melalui tiga

tahap, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi orang tua dan guru terkait

seksualitas anak tunagrahita dipengaruhi adanya pandangan dari orang tua dan guru

sendiri serta stigma sosial. Aksesibilitas terhadap edukasi seksual cenderung sama

dengan aksesibilitas yang didapatkan anak pada umumnya, namun secara kualitas

edukasi seksual masih sangat terbatas pada aspek mendasar. Edukasi seksual memiliki

beberapa implikasi, diantaranya adalah pada aspek pengelolaan perilaku seksual,

tantangan dan hambatan dari adanya edukasi seksual, dampak pada kerentanan

kekerasan seksual, serta pada aspek kolaborasi antar stakeholder yang menjadi hal

fundamental dalam mencapai edukasi seksual yang berkualitas. Temuan tersebut

kemudian dianalisis menggunakan teori konstruksi sosial yang menghubungkan pada

tiga proses konstruksi, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Pada proses

eksternalisasi orang tua dan guru mengartikulasikan nilai, pengalaman, dan persepsi

lingkungan yang dijadikan landasan untuk memberikan edukasi seksual. Pada proses

objektivasi, edukasi seksual yang mulanya memiliki makna subjektif kemudian

dilembagakan secara sosial dan formal. Pada proses internalisasi nilai dan norma

terkait edukasi seksual yang telah diobjektifkan oleh masyarakat kemudian diserap

menjadi bagian dari struktur individu. Realitas tidak hanya berhenti pada pencipta

konstruksi, namun juga diserap oleh anak tunagrahita yang menimbulkan adanya

implikasi dari segi individu, sosial, kultural, institusional, dan teknologis.