Penulis Utama : I Wayan Sutama
NIM / NIP : T202208003
×

Ringkasan Disertasi

 

Sutama, I Wayan. T202208003. Pola Interaksi dan Negosiasi Identitas Budaya (Studi Fenomenologi Tradisi Memarek sebagai Media Integrasi Sosial Masyarakat Multi-Etnis Lintas Agama di Lombok Utara). 2025. Disertasi. Promotor: Prof. Drs. Pawito, Ph.D., Ko-Promotor I: Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D., Ko-Promotor II: Prof. Dr. Argyo Demartoto, M.Si., Program Studi S3 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret-Surakarta

 

Keragaman etnis, agama, dan budaya Indonesia merupakan aspek penting pembentukan identitas budaya bangsa. Keberagaman mencerminkan realitas sosial dimana berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya saling berinteraksi dan berkontribusi satu sama lain. Selain memperkaya budaya sebagai aset bangsa, keragaman juga menghadirkan tantangan, seperti konflik identitas, diskriminasi, dan kesenjangan sosial. Potensi konflik dan integrasi sosial merupakan dua sisi kehidupan yang berpeluang sama dalam dinamika masyarakat multikultur. Hal tersebut mengilhami para pendiri bangsa sehingga melahirkan ideologi Pancasila sebagai dasar negara serta ideologi pemersatu yang mengakomodasi keberagaman etnis, agama, dan budaya yang ada. Keragaman tradisi dan kearifan lokal yang ada telah menjadi laku hidup masyarakat multikultur. Selain mengandung nilai-nilai luhur universal, tradisi dan kearifan lokal juga berperan penting sebagai resolusi konflik, menawarkan pendekatan yang bijaksana dalam menyelesaikan konflik melalui ruang dialog yang memperkuat identitas kolektif dan menciptakan masyarakat yang inklusif dan harmonis. Manusia berinteraksi berdasarkan makna yang diterimanya, makna muncul dari interaksi sosial yang berlangsung, yang melibatkan pertukaran informasi, emosi, dan pengalaman yang membentuk cara pandang setiap orang terhadap dunia di sekitarnya. Makna interaksi bersifat dinamis, terus berkembang dan dimodifikasi melalui proses interpretasi. Interaksi sosial yang dinamis membentuk makna dan cara pandang baru masyarakat plural.

Adapun rumusan masalah penelitian ini: (1) Bagaimana tradisi memarek menyatukan masyarakat multi etnis lintas agama, (2) Bagaimana makna tradisi memarek membentuk identitas budaya yang dinegosiasikan, dan mengembangkan kompetensi komunikasi antarbudaya, (3) Bagaimana identitas yang dinegosiasikan mempengaruhi pola interaksi masyarakat di ruang sosial dan membentuk integrasi sosial. Tujuan penelitian ini untuk: (1) Mengeksplorasi praktik dan ritual tradisi yang berimplikasi pada pengelolaan interaksi, bentuk dan proses negosiasi identitas budaya sebagai tradisi yang integratif dan memberi makna bagi kebersamaan multi etnis lintas agama; (2)  menganalisis peran tradisi dalam membentuk identitas yang fleksibel dan dinegosiasikan secara dinamis, serta berkontribusi pada kompetensi komunikasi antarbudaya kelompok masyarakat multi etnis lintas agama; (3) Menganalisis identitas yang dinegosiasikan dalam membentuk kepekaan komunikasi antarbudaya sebagai mitigasi pengelolaan potensi-potensi konflik melalui identifikasi faktor penghambat dan pendukung integrasi.

 

Landasan konseptual dalam penelitian ini komunikasi antarbudaya, kompetensi komunikasi antarbudaya, pola interaksi, negosiasi identitas budaya, dan tradisi memarek. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini Developmental Model of Intercultural Sensitivity (DMIS) dari Milton Bennett, Teori Negosiasi Identitas dari Stella Ting-Toomey, dan Integrative Theory of Cross-cultural Adaptation dari Young Yun Kim yang digunakan sebagai alat analisis.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretatif untuk menggali kesadaran, makna dan memahami karakteristik individu dan kelompok masyarakat multikultur. Teknik purposive sampling dengan sampel terbatas digunakan untuk  fokus mengeksplorasi fenomena secara mendalam. informan diambil dari aktor utama pelaku dan partisipan dalam tradisi, tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta stakeholder yang terlibat dengan jumlah 20 orang informan. Pengumpulan data menggunakan Wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan studi dokumentasi. Interpretative phenomenological analysis (IPA) digunakan untuk mengeksplorasi, menggambarkan, menafsirkan dan menempatkan cara-cara dimana para actor komunikasi yang terlibat membuat pengalamannya menjadi rasional.

Etnosentrisme, sebagai kecenderungan untuk menilai budaya lain berdasarkan standar budaya sendiri, mengalami perkembangan dinamis dalam interaksi lintas budaya. Pada tahap denial, etnosentrisme muncul dalam bentuk resistensi terhadap perbedaan, yang ditandai dengan intimidasi, diskriminasi, dan upaya menghindari ketidaknyamanan. Tahap defence menunjukkan peningkatan etnosentrisme menjadi bentuk yang lebih terstruktur, seperti perasaan terancam dan penguatan superioritas budaya sendiri, dengan membandingkan budaya lain secara negatif sambil mencari pembenaran untuk mempertahankan identitas kolektifnya. Tahap minimization, etnosentrisme para aktor komunikasi mulai berkurang melalui pencarian kesamaan budaya dan pengembangan kesetaraan, menggunakan pendekatan kritis terhadap perbedaan, serta mengembangkan interaksi berbasis bahasa lokal dan penghargaan terhadap budaya lain.

Tradisi Memarek di Lombok Utara menawarkan fenomena yang unik dalam kajian komunikasi antarbudaya, di mana masyarakat multi-etnis lintas agama—Sasak Islam, Sasak Buddha, dan Hindu Bali—terlibat dalam ritual bersama yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga menciptakan integrasi sosial yang nyata. Pelaksanaannya setiap Agustus menjadi ruang negosiasi identitas yang dinamis, di mana perbedaan agama dan budaya tidak dihilangkan, melainkan dijadikan modal untuk membangun integrasi. Tradisi Memarek merupakan sebuah fenomena sosial-budaya yang berperan sebagai perekat masyarakat multi-etnis dan lintas agama. Penelitian ini mengungkap bahwa tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai ritual keagamaan, tetapi juga sebagai ruang negosiasi antar-kelompok yang berbeda, seperti Islam, Buddha, dan Hindu. Proses interaksi dan negosiasi yang terjadi dalam tradisi ini memungkinkan terjadinya pertukaran nilai-nilai kultural dan religius, sehingga memperkuat kohesi sosial. Dimensi-dimensi yang terkandung dalam Tradisi Memarek—religius, budaya, sosial, dan lingkungan—menunjukkan kompleksitas perannya dalam masyarakat. Faktor katalis yang memperkuat tradisi ini antara lain kemiripan nilai-nilai budaya, pengakuan terhadap eksistensi kelompok lain, serta kejujuran dalam berinteraksi. Tradisi Memarek, sebagai bentuk budaya hybrid, memainkan peran sebagai katalis dalam proses integrasi sosial masyarakat multikultur melalui tiga tahapan selanjutnya: acceptance, adaptation, dan integration. Pada tahap acceptance, tradisi ini menanamkan pemahaman keagamaan yang universal, di mana pengakuan dan penghargaan terhadap agama serta budaya lain menjadi fondasi awal. Tahap adaptation ditandai oleh pengembangan empati, kerjasama, dan solidaritas sosial, dimana tradisi budaya berfungsi sebagai ruang kolaboratif di mana individu tidak hanya memahami tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai kelompok lain. Pada tahap integration, ikatan emosional dan kecerdasan sosial-emosional menjadi kunci, seperti pelibatan semua kelompok dalam penyusunan norma awig-awig adat yang mencerminkan kesetaraan dan kohesi yang mendalam.

Penelitian ini menunjukkan kompleksitas dalam komunikasi antarbudaya, dimana dalam perspektif ketimuran, kepekaan antarbudaya yang berimplikasi pada integrasi sosial dimoderasi oleh tradisi budaya. Penelitian ini mengungkap bahwa tradisi budaya berfungsi sebagai media komunikasi antarbudaya yang transformatif dalam masyarakat multikultur, bukan sekadar sebagai simbol identitas statis, melainkan sebagai ruang dinamis untuk negosiasi makna dan integrasi sosial. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi—seperti penghargaan terhadap keberagaman, gotong royong, dan resiprositas—telah membentuk kompetensi komunikasi antarbudaya yang esensial, memfasilitasi recognition antarkelompok sekaligus mengikis prasangka. Penelitian ini memperkuat perspektif konvergensi budaya dengan menunjukkan bahwa integrasi sosial tercipta melalui partisipasi aktif dalam praktik budaya bersama.

Transformasi antarbudaya yang terjadi dalam tradisi budaya bersama, menunjukkan beberapa bentuk perubahan yang terjadi pada tingkat komunikasi, nilai sosial dan agama, simbol budaya, identitas kolektif, serta respons emosional. Proses adaptasi ini menekankan bahwa transformasi antarbudaya melibatkan perubahan yang mendalam baik di tingkat individu maupun kelompok. Proses ini tidak hanya mengarah pada integrasi atau adaptasi antarbudaya, tetapi juga pada penciptaan suatu identitas baru yang inklusif yang mencerminkan keberagaman dalam masyarakat multikultural. Temuan ini juga menunjukkan dukungan terkait pentingnya kompetensi komunikasi antarbudaya yang memoderasi perkembangan kepekaan antarbudaya dari tahapan etnosentris menuju tahap etnorelativism.

Penelitian ini menyimpulkan, Pertama, Tradisi Memarek sebagai praktek budaya hybrid berperan sebagai media komunikasi antarbudaya yang menyatukan masyarakat melalui 4 dimensi kesatuan makna yaitu dimensi religius, sosial, budaya, dan lingkungan. Dimensi religious dalam tradisi memarek melibatkan sistem keyakinan lintas agama sebagai penghormatan terhadap leluhur dan kekuatan supranatural, perwujudan bhakti pada Tuhan, yang dalam ritualnya menggunakan sarana dan tata cara serta doa sesuai agama masing-masing. Dimensi sosial berkaitan dengan adanya komunikasi dan interaksi yang memperkuat ikatan mutualistik melalui relasi kekerabatan, kekeluargaan, dan persahabatan antar komunitas lintas agama, baik yang terjadi di dalam pelaksanaan tradisi maupun dalam ruang sosial bermasyarakat sehari-hari. Dimensi budaya dalam tradisi memarek berkaitan dengan akomodasi elemen-elemen budaya seperti: (a). penggunaan bahasa lokal (Sasak), (b). penggunaan pakaian adat, (c). Keyakinan pada kekuatan supranatural di kawasan Bebekeq yang diwariskan secara turun temurun, (d) adanya kemiripan simbol dan konsep-konsep budaya. Dimensi lingkungan berkaitan dengan konservasi melalui kerjasama lintas agama di kawasan Bebekeq dan sekitarnya berdasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal.

Selanjutnya, Tradisi memarek yang dipersepsi melalui pengalaman subjektif para aktor-aktor komunikasi memunculkan dialektika pemaknaan tradisi sebagai media interaksi dan negosiasi identitas budaya yang mengarah pada kompetensi komunikasi antarbudaya. Pertama, para aktor komunikasi mengakui dan menghormati sistem keyakinan orang lain yang beragam. Kedua, para aktor terlibat aktif dalam pelaksanaan ritual bersama dengan sarana, tata cara dan doa saat ritual berdasarkan pada sistem keyakinan masing-masing. Ketiga, para aktor yang terlibat berbagi symbol budaya dengan penggunaan simbol budaya yang mirip. Keempat, para aktor komunikasi mengembangkan kerjasama lintas agama di berbagai aspek kehidupan yang membangun rasa kebersamaan dan saling mendukung antar kelompok. Kelima, para aktor menghargai otoritas tokoh agama dan masyarakat memfasilitasi negosiasi dan resolusi konflik, yang berperan mengembangkan kesadaran dan kompetensi komunikasi antarbudaya.

Kesimpulan terakhir, Tradisi memarek sebagai ruang simbolik yang memoderasi kepekaan antarbudaya masyarakat multikultur dengan mengembangkan kompetensi komunikasi antarbudaya (empati, keterbukaan, dan pengelolaan emosi) yang menciptakan integrasi sosial. Pertama, para aktor komunikasi menciptakan rasa kebersamaan dengan berbagi elemen-elemen budaya seperti bahasa, pakaian, sarana ritual sehingga memperkuat ikatan dan solidaritas sosial. Kedua, para aktor komunikasi yang terlibat saling menghormati dalam menjalankan praktek keagamaannya sehingga tercipta lingkungan yang inklusif dan toleran dimana setiap individu merasa diterima dan dihargai. Ketiga, para aktor komunikasi terlibat aktif melakukan dialog dan komunikasi yang setara serta melibatkan tokoh lintas agama untuk memfasilitasi komunikasi yang efektif. Keempat, aktor-aktor komunikasi aktif berkolaborasi dan bekerjasama dalam berbagai aspek kehidupan yang membangun kohesivitas, rasa kebersamaan dan saling mendukung. Kelima, para aktor komunikasi yang terlibat berupaya menguatkan identitas kolektif yang inklusif melalui penguatan rasa kebanggaan dan penghargaan terhadap keragaman.

Implikasi teoretis menunjukkan, perkembangan ke etnorelativism masyarakat lintas agama dimoderasi oleh kompetensi komunikasi antarbudaya yaitu: empati, dan keterbukaan serta keterampilan mengelola emosi. Proses dialog dan interaksi yang setara antara kelompok lintas agama juga mempercepat transisi ke tahap etnorelativis, karena memungkinkan semua pihak untuk melihat dari perspektif orang lain dan mengembangkan rasa saling menghormati. Negosiasi identitas yang setara berfungsi mengurangi potensi konflik dan meningkatkan kohesi sosial dengan menciptakan identitas kolektif dan komitmen kolektif yang inklusif dan saling mendukung. Hal ini memperkuat gagasan, identitas bukanlah sesuatu yang statis, tetapi terus menerus dinegosiasikan dan dibentuk ulang melalui interaksi sosial.

×
Penulis Utama : I Wayan Sutama
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : T202208003
Tahun : 2025
Judul : Pola Interaksi dan Negosiasi Identitas Budaya
Edisi :
Imprint : Surakarta - Fak. ISIP - 2025
Program Studi : S-3 Ilmu Komunikasi
Kolasi :
Sumber :
Kata Kunci : Komunikasi Antarbudaya; Sensitivitas Antarbudaya; Negosiasi Identitas; Kompetensi Komunikasi; Tradisi Memarek
Jenis Dokumen : Disertasi
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : https://www.asianinstituteofresearch.org/JSParchives/conflict-management-in-multicultural-teams:-optimizing-intercultural-communication-based-on-wetu-telu-local-wisdom-values
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Drs. Pawito, Ph.D
2. Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D
3. Prof. Dr. Argyo Demartoto, M.Si
Penguji : 1. Prof. Dra. Prahastiwi Utari, Msi., Ph.D
2. Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si
3. Prof. Dr. I Wayan Ardhi Wirawan, S.Pd., S.Ag., M.Si
Catatan Umum :
Fakultas : Fak. ISIP
×
Halaman Awal : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Halaman Cover : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB I : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB II : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB III : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB IV : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB V : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
BAB Tambahan : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Daftar Pustaka : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.
Lampiran : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.