Penelitian ini memiliki fokus untuk membahas dan mengkaji tentang penjatuhan pidana dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 10/Pid.Sus-Anak/2024/PN Jkt.Pst khususnya dalam hal bagaimana penjatuhan pidana dijatuhkan kepada anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana persetubuhan.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kasus, menggunakan teknik analisis deduktif-silogisme berdasarkan interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan serta pertimbangan hukum dalam putusan hakim. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan terhadap peraturan, literatur ilmiah, dan dokumen putusan pengadilan.

Hasil penelitian menunjukkan sanksi pidana terhadap pelaku persetubuhan yang masih di bawah umur di Indonesia dijatuhkan dengan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan orang dewasa. Anak yang melakukan tindak pidana diperlakukan secara korektif dan edukatif, bukan hanya represif, dengan tujuan membantu perkembangan fisik, mental, dan psikososial mereka. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) menjadi dasar hukum utama, yang menekankan bahwa anak-anak yang melakukan tindak pidana harus dihindarkan dari sistem pemidanaan konvensional dan lebih difokuskan pada prinsip kepentingan terbaik bagi anak. Hasil penelitian juga menunjukkan. Hakim dalam putusan ini memutuskan untuk menempatkan pelaku dalam lembaga pembinaan anak, dengan pendekatan rehabilitatif dan edukatif yang mengedepankan pemulihan pelaku agar dapat kembali menjalani kehidupan yang normal di masyarakat. Putusan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.