Penulis Utama : Rizki Amalia
NIM / NIP : S310508014
× ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sinkronisasi Inpres Nomor 8 Tahun 2002 sebagai bentuk kebijakan yang menjadi produk hukum harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana diatur dalam Ketetapan MPR Nomor III Tahun 2000 sebagai pedoman dalam pembuatan aturan hukum dibawahnya dan mengapa Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 digunakan sebagai dasar hukum penyelesaian kasus tindak pidana korupsi BLBI secara out of court settlement ditinjau dari perspektif kebijakan hukum pidana. Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif, dimana hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 ditinjau dari sudut hasil dan akibat dari kebijakan yang dikeluarkan merupakan kebijakan inkremental, dalam upaya penyelesaian kasus tindak pidana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) berlaku sebagai dasar hukum bagi penyelesaian kasus tindak pidana korupsi BLBI, dalam butir-butir Inpres Nomor 8 Tahun 2002 terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan lain diatasnya, antara lain : 1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi Pasal 1 ayat (3), Pasal 14, dan Pasal 27 ayat (1); 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, meliputi TAP MPR No.IX/MPR/1998, TAP MPR No.VIII/MPR/2001, TAP MPR No.X/MPR/2001; 3) Undang-Undang, meliputi (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 4, (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Undang-Undang Perbankan Pasal 49 ayat (2) huruf a, Pasal 50, dan Pasal 50A. Penyelesaian kasus tindak pidana korupsi kasus BLBI out of court settlement didasarkan atas pertimbangan optimalisasi pengembalian uang Negara dari obligor pemegang saham secara out of court settlement melalui mekanisme perjanjian MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement), MRNIA (Master Refinancing and Note Issuance Agreement), dan APU (Akte Pengakuan Utang) dilihat dari nilai kemanfaatan dan konsistensi adanya jaminan kepastian hukum. Rekomendasi terhadap penelitian ini, yaitu menggunakan sarana hukum pidana sebagai upaya hukum terakhir ketika penggunaan sarana non penal melalui penyelesaian out of court settlement tidak optimal untuk mengembalikan uang Negara sehingga diharapkan dapat menjadi shock therapy bagi pelaku dan prevensi umum bagi calon-calon pelaku tindak pidana korupsi di bidang perbankan serta peningkatan fungsi pengawasan perbankan nasional oleh Bank Indonesia. ABSTRACT This research aims to analyze the synchronization of President Instruction Number 8 Year of 2002 about Release and Discharge to other Indonesian jurisprudence that had been regulated in decision of MPR number III year of 2002 as the guidance to produce another differentiate law. And why President Instruction Number 8 Year of 2002 about Release and Discharge used as the foundation to resolve BLBI corruption cases by out of court settlement from the perspective of law decision-making. This research includes in normative law research, where law is a positive norms in national jurisprudence system. President Instruction Number 8 Year of 2002 about Release and Discharge from the perspective of cause and effect from the policy, which is issued by incremental policy, has role as policy that become the law foundation in resolving BLBI case (Bank of Indonesia Liquidity Fund). In some verses of the President Instruction Number 8 Year of 2002 about Release and Discharge, there is un-synchronization with other upper law product, such as: 1) Indonesian Basic Law year of 1945, from section 1 verse 3, section 14 and section 27 verse 2; 2) Supreme Court Assembly Decision, from TAP MPR No. IX/MPR/1998, TAP MPR No.VIII/MPR/2001, TAP MPR No.X/MPR/2001; 3) Laws, from (1) Law About Corruption Number 31 year of 1999, section 2 verse 1 and section 4; (2) Law number 10 year of 1999 about the revision of Law number 7 year of 1992 about Banking section 49 verse 2a, section 50 and section 50A. The resolving of BLBI corruption cases out of court settlement based on determination to maximalize returning of government fund from stockowner obligor by out of court settlement using MSAA (Master of Settlement and Acquisition Agreement) mechanism, MRNIA (Master Refinancing and Note Issuance Agreement), and APU (Akte Pengakuan Utang) from the beneficial and consistency values of law quarantine. Recommendation to this research is directly use the law as the last law effort when non-penal using out of court settlement is not optimum in returning the government fund. It hopes that law can give shock therapy for the doers and general preference for corruption in banking section and increasing control function of national banking by Bank of Indonesia
×
Penulis Utama : Rizki Amalia
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : S310508014
Tahun : 2010
Judul : Studi analisis instruksi presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajib
Edisi :
Imprint : Surakarta - Pascasarjana - 2010
Program Studi : S-2 Ilmu Hukum (Hukum Kebijakan Publik)
Kolasi :
Sumber : UNS-Pascasarjana Prog. Studi Ilmu Hukum-S.310508014-2010
Kata Kunci :
Jenis Dokumen : Tesis
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : -
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.
2. Bambang Santosa, S.H., M.Hum.
Penguji :
Catatan Umum : 4416/2010
Fakultas : Sekolah Pascasarjana
×
File : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.