STORYTELLING DALAM KOMUNIKASI PARIWISATA KOTA LAMA SEMARANG SEBAGAI DESTINASI WISATA CULTURAL HERITAGE
Penulis Utama
:
Mukaromah
NIM / NIP
:
T201908006
×<p class="MsoNormal" xss=removed><span lang="EN-US" xss=removed>Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya <i>storytelling</i>



dalam bidang komunikasi pariwisata terutama yang berkenaan dengan destinasi



wisata warisan budaya dan sejarah(<i>Cultural Heritage</i>). Cerita erat sekali



dengan perspektif komunikasi karena berkaitan dengan pesan, proses penyusunan



pesan dan cara penyajian pesan yang dilakukan oleh komunikator.</span><span lang="EN-US" xss=removed>Wisata warisan budaya dan sejarah



adalah industri pariwisata tengah berkembang pesat menyumbang 40 % pendapatan



dalam pariwisata global dan Indonesia termasuk negara yang kaya akan potensi



destinasi wisata jenis ini (Renstra kemenparekraft).Kotalama semarang adalah



salah satu destinasi wisata kawasan cagarbudaya yang dimiliki kota Semarang



yang mengandung nilai sejarah terkait kota Semarang sebagai destinasi wisata



warisan cagar budaya (<i>cultural heritage</i>).Pemerintah kota Semarang



berkeinginan untuk mendapatkan pengakuan sebagai kota warisan budaya ( <i>world



Heritage) </i>dari Unesco mengingat potensi dan cerita panjang sejarah kawasan



Kotalama Semarang.</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" xss=removed>Cerita mengenai Kotalama Semarang, awalnya adalah sebagai



kawasan <i>little netherland</i> atau Belanda Kecil, mengingat kawasan banyak



ditemui bangunan dengan arsitektur bergaya eropa dan bekas wilayah yang pernah



sebagai pendudukan Belanda (VOC=<i><span xss=removed> Vereenigde Oostindische Compagnie)</span></i><span xss=removed> dan bangsa</span> Eropa



(Inggris) beserta peninggalan peninggalan catatan yang menyertainya Penelitian



ini bertujuan melihat storytelling yang muncul saat wisatawan berkunjung ke



destinasi Kotalama Semarang yang dilakukan oleh pemandu wisata sebagai



storyteller dalam mengisahkan destinasi ini, proses pembentukan dan penyajian



cerita yang dilakukan secara langsung dengan lisan kepada pengunjung wisata.



Penceritaan secara langsung melalui media tutur memiliki kelebihan bahwa



penceritaan dapat dilakukan lebih mendalam dan membangun emosional, imajinasi



yang mendalam terkait kawasan yang dikunjungi. Hal ini karena wisatawan dapat



melihat dan merasakan secara langsung <i>vibes</i>/suasana lokasi destinasi



wisata warisan kotalama Semarang. Cara mengkonsumsi cerita tidak hanya secara



visual dan pembacaan melalui media



digital.</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" xss=removed>Teori



komunikasi yang digunakan adalah teori <i>storytelling</i>, teori produksi



pesan (<i>Action Assembly Theory)</i> dan Teori <i>Narrative paradigma</i>.</span><span lang="EN-US">P</span><span lang="EN-US" xss=removed>aradigma yang digunakan adalah



interpretif dengan pendekatan kualitatif dan desain penelitian studi kasus



tunggal dalam melihat peran pemandu sebagai <i>storyteller</i> dalam melakukan



penceritaan kotalama secara langsung dalam berkomunikasi. Proses pencarian data



dilakukan dengan melakukan observasi lapangan, turut serta menjadi pengunjung



yang melihat dan merasakan langsung proses penceritaan, melakukan perekaman cerita,



mengamati data dokumen/arsip, melakukan wawancara dengan praktisi pemandu di



kotalama Semarang, perwakilan



pemerintah, ketua sosiasi pemandu kota Semarang (HPI=Himpunan Pemandu Wisata).</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US" xss=removed>Hasil



penelitian menunjukkan bahwa terdapat beragam variasi penceritaan yang muncul



mengenai </span><span lang="EN-US" xss=removed>kotalama</span><span lang="EN-US" xss=removed> Semarang yang



dikisahkan oleh pemandu dalam menceritakan kisah tentang kotalama Semarang



sebagai Destinasi Wisata Cultural Heritage. Variasi penceritaan yang muncul



diantaranya berkenaan dengan topik keunggulan bangunan gedung cagar budaya yang



terdapat di wilayah tersebut; kisah sukses tokoh pengusaha Gula yaitu Oie Tiong



Ham ; Cerita tentang kotalama sebagai wilayah pemukiman pertama Belanda Di



Semarang; Kisah kotalama Semarang sebagai bagian dari sejarah Kota Semarang



lama. Terjadi pergeseran cerita dari semula tentang kotalama Semarang adalah



wilayah bekas peninggalan VOC Belanda, namun narasi ini kemudian ditarik lebih



memanjang dan luas dilihat dari periodesasi waktu penceritaannya yaitu dari



masa kota Semarang awal ditemukannya pada abad ke 8 M, masa jaman kerajaan,



masa dibuka sebagai jalur perdagangan, masa Pra Benteng, masa benteng saat



kawasan kotalama dibawah penguasaan VOC Belanda dan perkembangan kawasan



kotalama Semarang dikaitkan dengan perkembangan kota Semarang. Variasi cerita



yang muncul tentang kotalama Semarang tidak meninggalkan sejarah terbentuknya



kawasan tersebut, namun hal ini karena lamanya rentang waktu sejarah keberadaan



kawasan tersebut. Variasi penceritaan terbagi dalam pembabagan periodesasi tertentu, berdasarkan tema tema



tertentu, berdasarkan area bagian kotalama yang dikunjungi disesuaikan dengan



kebutuhan kunjungan. Hal ini selain lebih variatif dan tidak membosankan, juga



merupakan wujud bahwa cerita memiliki kekuatan potensi ekonomi <i>( storynomic</i>)



yang mendatangkan kunjungan ulang.</span><span lang="EN-US" xss=removed>Proses



penyusunan pesan terdapat perbedaan antara <i>storyteller</i> pemandu sebagai



praktisi dilapangan dan <i>storyteller </i>yang terlembaga seperti pemandu dari



pemerintah kota dan kelompok asosiasi pemandu (HPI). Penceritaan/<i>storytelling</i>



secara lisan yang disampaikan oleh pemandu pemerintah yang disampaikan di



museum kotalama Semarang. Proses penyusunan pesan ini dimulai dari tahap



penyusunan pengetahuan akan sejarah dan kehidupan masyarakat kawasan kotalama



semarang <i>(content Knowledge)</i> karena munculnya kesadaran bahwa cerita



dalam destinasi wisata warisan merupakan aset wisata warisan budaya tak benda (



WBTB) yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Peninjauan ulang



narasi yang muncul di kotalama Semarang, yang semula sebagai “<i>little



netherland</i>” menjadi bagaian dari penjalanan kisah Kota Semarang Lama dengan



perkembangan akulturasi ragam antar budaya karena kepopuleran Semarang sebagai



kota pelabuhan dan perdagangan dunia yang melingkupinya pada masa lalu.



Sedangkan untuk praktisi pemandu lapangan proses penyusunan cerita, mereka



diperkenankan menggunakan dari cerita dari pemerintah tersebut, atau dari



kelompok asosiasi yaitu memunculkan dua



jalur rute penceritaan( jalur gula dan jalur perbankan) namun dimungkinkan juga



untuk melakukan explore sendiri terkait pembacaan ulang beberapa buku referensi



sejarah, berdiskusi dengan ahli maupun mendengar penuturan dari masyarakat yang



tinggal dikawasan kotalama Semarang. Hal ini dilatar belakangi karena pemandu



mandiri ( termasuk pemandu dari agency/tour dari pihak swasta) memiliki



pertimbangan dalam penuturan cerita ke pengunjung yang dibawanya, mengingat



waktu kunjungan, jenis kunjungan private/kolektif, kepentingan ekonomis agar



mendatangkan kunjungan balik, daripada hanya satu versi.</span><span lang="EN-US">P</span><span lang="EN-US" xss=removed>enyajian pesan akan cerita kepada



pengunjung,pesan disampaikan oleh pemandu wisata sebagai penutur langsung



secara lisan untuk membantu kebutuhan pengunjung yang sesuai dengan situasi dan



tujuan kunjungan. Penuturan secara langsung memiliki kelebihan dalam membangun



sisi pembuktian atas deskripsi destinasi yang sudah terbangun dalam pikiran



pengunjung sebelumnya, menumbuhkan sisi emosional, kedekatan, dan imajinasi



dengan mendatangi, melihat, merasakan.



Dalam kontenks komunikasi, penyajian cerita ini, dilakukan dengan



menggunakan teori <i>narrative paradigma</i> dari Walter Fisher yang



menyampaikan bahwa dalam penyajian pesan, pengungkapan cerita mengedepankan



kesadaran bahwa setiap orang adalah pendongeng/ suka bercerita dan diajak



bercerita. Cerita disajikan dengan memberikan stuktur, alur cerita sehingga akan



mudah diingat karena memiliki nilai estetika daripada penyajian dokumen data



semata. Dalam kajian pesan narrative mempercayai bawah pada dasarnya manusia



adalah makluk pendongeng atau pencerita<i>( homo Narrans</i>) yang memiliki



alasan tertentu dalam menceritakan dunia yang ingin dikisahkan. Para <i>storyteller</i>



dalam penyajian cerita mengenai kotalama Semarang, ingin agar kotalama Semarang



selalu ada sebagai destinasi peninggalan warisan budaya dan sejarah sehingga



mendapatkan pengakuan dari <i>Unesco sebagai World Heritage.</i></span><span lang="EN-US"><o></o></span></p>
×
Penulis Utama
:
Mukaromah
Penulis Tambahan
:
-
NIM / NIP
:
T201908006
Tahun
:
2025
Judul
:
STORYTELLING DALAM KOMUNIKASI PARIWISATA KOTA LAMA SEMARANG SEBAGAI DESTINASI WISATA CULTURAL HERITAGE