Media sosial telah menjadi instrumen bagi pelaku usaha untuk menciptakan keunggulan kompetitif dalam mengatasi persaingan usaha. Namun, pelaku UMKM minuman fungsional di Kabupaten Sukoharjo menolak untuk memanfaatkan media sosial dan memilih melakukan pemasaran secara konvensional. Hal ini menunjukkan telah terjadi perilaku resistansi konsumen terhadap media sosial. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi anteseden dan konsekuensi resistansi adopsi media sosial oleh UMKM minuman fungsional di Kabupaten Sukoharjo. Peneliti memanfaatkan Technology Organization Environment (TOE) Framework dan Innovation Resistance Theory untuk mengusulkan bahwa hambatan penggunaan, keterbatasan sumber daya, dan keterbatasan dukungan pemerintah merupakan anteseden resistansi adopsi media sosial. Kinerja pemasaran yang buruk juga diusulkan oleh peneliti sebagai konsekuensi resistansi adopsi media sosial. Analisis structural equation modeling berbasis partial least square terhadap 100 UMKM minuman fungsional di Kabupaten Sukoharjo mengonfirmasi bahwa hambatan penggunaan, keterbatasan sumber daya, dan keterbatasan dukungan pemerintah merupakan anteseden resistansi adopsi media sosial. Selanjutnya, kinerja pemasaran yang buruk dikonfirmasi sebagai konsekuensi dari resistansi adopsi media sosial. Implikasi teoritis dari penelitian ini yaitu hambatan penggunaan dan keterbatasan sumber daya merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap timbulnya resistansi adopsi media sosial, sehingga untuk menurunkan tingkat resistansi adopsi media sosial, permasalahan tentang hambatan penggunaan dan keterbatasan sumber daya perlu diatasi terlebih dahulu. Permasalahan resistansi adopsi media sosial yang dapat teratasi akan secara langsung mengatasi masalah kinerja pemasaran yang buruk. Peran pemerintah diperlukan untuk mengatasi hambatan penggunaan dan keterbatasan sumber daya pada UMKM minuman fungsional di Kabupaten Sukoharjo melalui pengadaan pelatihan, dukungan akses pasar, dan pendanaan. Penelitian mendatang perlu mengelaborasi resistansi adopsi media sosial menjadi penolakkan, penentangan, dan penundaan.