Pekarangan Pangan Lestari (P2L) merupakan program budidaya tanaman di pekarangan untuk mewujudkan ketahanan pangan keluarga. Kelompok wanita tani merupakan subjek utama yang menjalankan program pekarangan pangan lestari di Kabupaten Tasikmadu. Pelaksanaan program pekarangan pangan lestari di Kabupaten Tasikmadu masih menghadapi tantangan terkait keberdayaan anggota KWT. Keberdayaan merupakan kondisi ketika masyarakat mampu bertahan hidup, mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan meraih kesejahteraan. Suharto (2020) merinci indikator pemberdayaan berdasarkan empat dimensi kekuatan, yaitu kesadaran dan keinginan untuk berubah (power within), kemampuan meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses (power to), kemampuan menghadapi hambatan (power over), dan kemampuan menjalin kerja sama dan solidaritas (power with). Variabel-variabel yang diduga memengaruhi keberdayaan anggota KWT dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan formal, luas lahan pekarangan, ketersediaan waktu luang, dukungan keluarga, peran kelompok, peran penyuluh, dan dukungan pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk (1)mengkaji keberdayaan anggota KWT; (2)menganalisis faktor-faktor pembentuk keberdayaan anggota KWT, dan (3)menganalisis pengaruh faktor-faktor pembentuk keberdayaan terhadap keberdayaan anggota KWT dalam program pekarangan pangan lestari. Populasi penelitian ini adalah anggota KWT Madu Arum di Tasikmadu dengan sampel sebanyak 54 responden. Metode analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda melalui Program IBM SPSS Statistics 25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberdayaan anggota KWT dalam P2L dipengaruhi oleh umur, pendidikan non formal, dukungan keluarga, peran kelompok, peran penyuluh, dan dukungan pemerintah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberdayaan anggota KWT, antara lain perlu meningkatkan kualitas dan jumlah peserta pendidikan non formal melalui penyesuaian jadwal dan lokasi kegiatan, serta pemberian insentif, memperkuat peran kelompok melalui penerapan insentif (reward) untuk anggota yang aktif dan konsekuensi (punishment) untuk anggota yang kurang aktif, serta pemerataan pendampingan oleh penyuluh guna mencapai keberdayaan yang lebih baik dan meningkatkan efektivitas program P2L.