Masyarakat yang menganut mononormativitas hanya akan mengakui hubungan monogami sebagai hubungan yang sah dan benar. Sedangkan individu atau kelompok yang menjalani pilihan hubungan non-monogami akan mendapatkan kecaman dan penghukuman oleh masyarakat. Sebagaimana yang dialami oleh Hanan Attaki yang menjalani hubungan consensual non-monogami (poligami) dan Arawinda Kirana yang terlibat hubungan non-consensual non-monogami (perselingkuhan). Keduanya mendapatkan kecaman di media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menggali bagaimana reaksi sosial terbentuk terhadap praktik non-monogami terutama pada kasus Hanan Attaki dan Arawinda Kirana, termasuk bentuk-bentuk wacana dalam sentimen mononormativitas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis konten kualitatif dan metode analisis data dengan Foucauldian Discourse Analysis. Hasilnya, penelitian ini menemukan bagaimana komentar-komentar terhadap pelaku non-monogami khususnya Hanan Attaki dan Arawinda Kirana terbagi menjadi beberapa tema. Tema-tema tersebut berkaitan dengan wacana sentiment negatif hingga penolakan masal terhadap kedua sosok tersebut. Wacana tersebut muncul berdasarkan akumulasi berbagai pengetahuan yang membentuk pemahaman mononormativitas. Inisiasi tindakan masyarakat yang secara kolektif menghukum Hanan Attaki dan Arawinda Kirana dengan melakukan gerakan digital penolakan masal tanpa adanya intervensi dari negara maupun lembaga hukum, memperlihatkan bagaimana mononormativitas telah berperan sebagai public morality.