Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji makna tradisi Merti Bumi bagi masyarakat Desa Terung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan. Penelitian ini menggunakan pendekatan tafsir kebudayaan Clifford Geertz yang menekankan pada pentingnya penafsiran simbol dalam memahami kebudayaan. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif interpretatif. Peneliti melakukan observasi langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi terhadap kegiatan tradisi Merti Bumi yang berlangsung dari tanggal 1 - 4 Agustus 2024. Data primer diperoleh dari informan yang dipilih melalui teknik purposive sampling, yaitu juru kunci, kepala desa, tokoh masyarakat, dan warga Desa Terung yang terlibat aktif dalam tradisi. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari dokumen pendukung, seperti foto, video kegiatan, arsip desa, buku, dan jurnal terkait. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara semi terstruktur untuk memperoleh data naratif yang fleksibel namun terarah, observasi partisipatif untuk mengamati langsung perilaku kultural masyarakat, serta dokumentasi sebagai pelengkap dan penguat temuan lapangan. Validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber dan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dari Miles dan Huberman, meliputi tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Proses analisis dilakukan dengan pendekatan “thick description” untuk mendalami konteks simbol dan makna budaya secara menyeluruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi Merti Bumi mengandung tiga dimensi makna utama. Pertama, makna religius yang tercermin dalam sesaji dan doa sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan permohonan keselamatan. Kedua, makna sosial yang tercermin dalam gotong royong masyarakat, partisipasi kolektif, dan solidaritas warga melalui kegiatan pagar desa, kirab tumpeng, dan pertunjukan kesenian. Ketiga, makna ekologis yang diwujudkan dalam penghormatan terhadap alam dan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan. Simbol-simbol seperti tumpeng tempe, jamasan pusaka, dupa, dan ubo rampe lainnya ditafsirkan sebagai representasi nilai spiritual, kesuburan, dan keteraturan hidup. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa tradisi Merti Bumi bukan sekadar peristiwa budaya, tetapi juga praktik sosial yang merepresentasikan pandangan dunia masyarakat Jawa tentang relasi antara manusia, alam, dan kekuatan adikodrati. Tradisi ini memiliki fungsi kultural yang penting sebagai media pelestarian nilai-nilai lokal, pendidikan karakter, dan pembentukan identitas kolektif.