ABSTRAK Wayang kulit sebagai salah satu warisan budaya takbenda dunia dari Indonesia memiliki peran penting dalam pelestarian nilai-nilai budaya, sosial, dan spiritual masyarakat Jawa. Namun, dunia seni tradisional ini masih didominasi laki-laki, sehingga peran perempuan kerap terpinggirkan dan kurang mendapat apresiasi yang layak. Film dokumenter “Putren: Bertahan Cerdas dalam Geliat Seni Tradisi” diangkat untuk mendokumentasikan serta mengangkat peran perempuan baik sebagai dalang, sinden, maupun penabuh gamelan yang mulai memperjuangkan eksistensi serta kesetaraan di bidang pewayangan. Tujuan utama karya ini adalah menegaskan pentingnya peran perempuan dalam menjaga keberlanjutan budaya serta mengadvokasi kesetaraan gender dan hak asasi perempuan di ranah seni tradisi. Proses produksi film dokumenter “Putren: Bertahan Cerdas dalam Geliat Seni Tradisi” dibangun melalui tiga tahapan utama: praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Tahap praproduksi diawali dengan riset mendalam, pemilihan narasumber yang representatif, penyusunan konsep dan naskah, hingga perencanaan teknis seperti penjadwalan syuting dan persiapan alat. Dalam tahap produksi, sutradara berperan sebagai pengarah utama yang memastikan kelancaran wawancara, pengambilan gambar, serta membangun komunikasi intensif antara kru dan narasumber demi menghasilkan visual yang natural dan narasi yang kuat. Tahap pascaproduksi meliputi seleksi Footage, penyusunan narasi, Editing, hingga evaluasi akhir untuk memastikan pesan film dapat tersampaikan secara efektif dan inspiratif. Film “Putren: Bertahan Cerdas dalam Geliat Seni Tradisi” berhasil menampilkan realitas perjuangan, kontribusi, serta tantangan yang dihadapi perempuan dalam dunia wayang kulit. Dengan gaya ekspositori dan pendekatan naratif yang reflektif, film ini membuka ruang diskusi dan kesadaran kritis di masyarakat tentang pentingnya penghargaan serta kesempatan setara bagi perempuan dalam pelestarian budaya. Hasil akhir menunjukkan peran sentral sutradara sebagai pemegang visi, pengarah kreatif, sekaligus fasilitator dalam proses produksi, sehingga film dokumenter tidak hanya berfungsi sebagai dokumentasi, tetapi juga sebagai alat advokasi sosial yang efektif.