Julia Tri Kusumawati. B0221035. 2025. Resepsi Penonton Terhadap Tema Homoseksualitas dan Identitas Gender dalam Film Kucumbu Tubuh Indahku (2018) Karya Garin Nugroho: Kajian Estetika Resepsi Jauss. Skripsi: Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu tentang resepsi penonton terhadap tema homoseksualitas dan identitas gender dalam film Kucumbu Tubuh Indahku (2018). Terdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini. Pertama, bagaimana penerimaan dan penolakan penonton terhadap tema homoseksualitas dan identitas gender dalam film Kucumbu Tubuh Indahku (2018)? Kedua, apa saja faktor yang mempengaruhi penerimaan dan penolakan penonton tersebut? Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerimaan dan penolakan terhadap tema homoseksualitas dan identitas gender di dalam film dan menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan penolakan tersebut. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori estetika resepsi Jauss. Sumber data penelitian ini adalah wawancara kepada dua responden dengan kriteria tertentu. Data dalam penelitian ini berupa penolakan dan penerimaan terhadap tema homoseksualitas dan identitas gender di dalam film. Hasil penelitian ini menyimpulkan beberapa hal. Pertama, Responden A memberikan resepsi yang positif dan cenderung mendukung isi serta tema yang berkaitan dengan homoseksualitas dan identitas gender, termasuk identitas gender dan orientasi seksual. Sebaliknya, Responden B menunjukkan reaksi yang keras dengan menolak pesan dan tema film, bahkan menyebutnya menjijikkan, bukan sekadar tidak suka. Kedua, penerimaan atau penolakan terhadap film Kucumbu Tubuh Indahku (2018) sangat dipengaruhi oleh ideologi, pengalaman budaya, pemahaman seni, serta interpretasi terhadap agama dan norma sosial masing masing individu. Responden A yang liberal dan terbuka pada wacana global menilai film ini sebagai refleksi perjuangan personal dan medium diskusi inklusif, sedangkan responden B yang konservatif menolak film karena dianggap bertentangan dengan nilai moral, menunjukkan bagaimana bias ideologis dapat membatasi pemahaman atas seni sebagai representasi realitas sosial.