×
Bawang merah (Allium cepa L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura penting di Indonesia. Bawang merah memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena kebutuhan yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Permintaan pasar yang tinggi mengharuskan bawang merah memiliki produktivitas yang tinggi pula. Penurunan produktivitas bahkan gagal panen disebabkan oleh adanya serangan patogen penyakit. Umumnya upaya pengendalian oleh petani dengan menyemprotkan pestisida dan pupuk kimiawi dosis tinggi untuk merangsang ketahanan tanaman. Namun, penggunaan pestisida kimia secara intensif akan menyebabkan resistensi, ketidak seimbangan nutrisi sehingga tanaman rentan terserang patogen, akan berdampak negatif terhadap lingkungan, dan meninggalkan residu yang dapat mengganggu kesehatan. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit yakni melalui induksi ketahanan sistematik yang dipicu dengan penggunaan pupuk hayati. Penelitian dilakukan dua musim tanam. Pertanaman pertama dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus 2024, pertanaman kedua bulan September - November 2024 di lahan sawah di Desa Gemawang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Penelitian menggunakan rancangan petak tunggal. Pengamatan setiap minggu yang diambil secara acak dengan pola zigzag pada setiap perlakuan. Musim tanam pertama terdapat 6 bedengan dengan tiap bedengan diberi satu perlakuan, adapun perlakuan pupuk kimia dan tanpa pupuk hayati (kontrol), pupuk kimia dan pupuk Bacillus spp., pupuk kimia dan pupuk Nitrobacter, pupuk kimia dan pupuk Jadam Liquid Fertilizer (JLF), pupuk kimia dan pupuk Photosynthetic Bacteria (PSB), pupuk kimia dan kombinasi. Musim tanam kedua terdapat 8 bedengan dengan tiap bedengan diberi satu perlakuan, adapun perlakuan pupuk kimia dengan sungkup, pupuk kimia tanpa sungkup, pupuk kimia + organik sungkup, pupuk kimia + organik tanpa sungkup, pupuk hayati + kimia sungkup, pupuk hayati + kimia tanpa sungkup, pupuk hayati + organik sungkup, dan pupuk hayati + organik tanpa sungkup. Hasil penelitian menunjukkan pertanaman pertama insidensi penyakit bercak ungu cenderung tinggi pada semua perlakuan hingga memiliki persentase 100%, sedangkan penyakit moler memiliki insidensi rendah. Intensitas bercak ungu cenderung tinggi pada semua perlakuan, dengan perlakuan pupuk JLF yang memiliki tingkat rerata keparahan tertinggi dibanding perlakuan lain yakni 28,58?n laju infeksi 0,0171/hari. Sedangkan intensitas penyakit moler cenderung rendah, perlakuan kontrol memiliki intensitas keparahan tertinggi dibandingkan perlakuan lain dengan rata-rata 1,43?n laju infeksi 0,0183/hari. Hasil bobot umbi basah pada perlakuan kombinasi menghasilkan hasil terberat yakni 68,80 g/rumpun. Pertanaman kedua, insidensi bercak ungu cenderung tetap tinggi hingga 100%, dengan insidensi moler cenderung rendah. Perlakuan HK (NS) memiliki intensitas bercak ungu tertinggi 32,66%, indeks proteksi sebesar -13,86%, dan laju infeksi 0,035/hari. Perlakuan HO (S) memiliki persentase keparahan penyakit tertinggi yakni 0,31%, indeks proteksi -20,59%, dan laju infeksi 0,016/hari. Hasil bobot umbi basah pada perlakuan KO (S) memiliki hasil terberat 53,03 g/rumpun.