Hanif Fadlina Azhari. B0121040. 2025. Pantangan Adat Jawa Lusan dalam Perspektif Tokoh Masyarakat, Pelaku, dan Generasi Muda di Desa Karangpandan, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar (Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta.Pantangan pernikahan adat Jawa lusan merupakan pantangan pernikahan adat Jawa yang melarang dilaksanakannya pernikahan antara anak ketiga dengan anak pertama. Penelitian ini didasarkan pada pandangan masyarakat modern tentang pantangan dalam kehidupan sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah berbahasa Jawa yang digunakan dalam pantangan adat Jawa lusan, beserta makna gramatikal, makna leksikal, dan makna kulturalnya. Penelitian ini bertujuan memahami perspektif, pola pikir, dan pandangan hidup masyarakat terhadap pantangan lusan. Sumber data penelitian ini adalah informan dengan datanya berupa data lisan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap semuka, dengan teknik wawancara, teknik pancing (elisitasi), teknik rekam dan catat, serta kuesioner. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode padan referensial, teknik dasar adalah PUP, dan teknik lanjutan adalah HBB. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) sebagian istilah memiliki makna gramatikal karena mengalami proses gramatikal, ditandai dengan perubahan bentuk mendapatkan awalan, akhiran, atau gabungan antara keduanya, sementara istilah lain yang tidak mengalami proses gramatikal tetap mempertahankan bentuk leksikal aslinya, dan secara keseluruhan istilah‑istilah tersebut juga memuat makna kultural yang lahir dari perspektif, pola pikir, dan pandangan hidup masyarakat. (2) kepercayaan terhadap pantangan lusan terbagi menjadi dua sisi, percaya dan tidak percaya. Tokoh masyarakat masih percaya dan patuh hingga sekarang, dua pelaku lusan menganggap sebagai takdir dan satu pelaku lusan mengaku menyesal, sedangkan generasi muda mayoritas memilih kategori tidak percaya, dan menganggap sebagai takdir.