Hafisah Na’im I. B0121039. 2025. Bahasa dan Budaya dalam Toponimi Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo (Kajian Etnolinguistik). Skripsi: Program Studi Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, adalah: (1) apa sajakah satuan lingual dalam toponimi Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo?; (2) bagaimanakah masyarakat memilih satuan lingual tersebut menjadi nama tempat di Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo?; dan (3) bagaimanakah makna kultural yang tercermin dalam satuan lingual yang terdapat pada toponimi Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo?.Tujuan penelitian ini mencakup tiga hal, yaitu: (1) menyebutkan apa saja satuan lingual yang ditemukan dalam toponimi Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo., (2) mendeskripsikan bentuk dan alasan satuan lingual dipilih menjadi nama pada toponimi Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo., dan (3) mendeskripsikan makna kultural yang tercermin dalam satuan lingual pada toponimi Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Sumber data penelitian yaitu papan nama wilayah Desa Genengsari yang didukung oleh sumber lisan dari informan dan dokumen berupa buku berisi informasi mengenai desa milik Kantor Kepala Desa Genengsari. Data dalam penelitian ini berupa satuan lingual yaitu nama nama dukuh di Desa Genengsari Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo yang berbentuk monomorfemis, polimorfemis, dan kata majemuk. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan teknik rekam, simak, cakap, dan catat. Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan referensial dan metode agih dengan teknik dasar berupa Bagi Unsur Langsung (BUL). Simpulan penelitian ini adalah: (1) Satuan lingual yang dianalisis mencakup nama desa dan nama-nama dukuh di dalamnya, yaitu Genengsari, Kalangan, Klegungan, Trani, Tempursari, Sawur, Bakaran, Krandon, Geneng dan Pohbusung, yang masing-masing memiliki ciri sejarah, kondisi geografis, dan potensi lokal yang membentuk identitas wilayah; (2) Penamaan dukuh dipengaruhi sejarah, kondisi geografis, dan kebiasaan masyarakat, dengan bentuk satuan lingual yang ditemukan berupa tiga monomorfemis, empat polimorfemis, dan dua kata majemuk; (3) Makna kultural toponimi merefleksikan hubungan masyarakat dengan alam, sejarah, dan nilai spiritual, serta menjadi sarana pewarisan memori dan identitas budaya.