Kesenian wayang kulit merupakan salah satu budaya Jawa yang penuh dengan nilai filosofis. Sejak tahun 2003, kesenian wayang kulit telah diakui sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) oleh UNESCO, hal ini menandakan bahwa pelestarian kesenian wayang kulit penting untuk dilaksanakan dan peran untuk melestarikan kesenian wayang kulit tidak seharusnya dibatasi oleh gender. Walaupun demikian, di sisi yang bersamaan terdapat fakta bahwasannya kesenian wayang kulit merupakan kesenian yang didominasi oleh laki-laki dan berpotensi menimbulkan adanya ketidaksetaraan gender di dalamnya.Karya film dokumenter ini mendokumentasikan suara dari wanita yang terlibat dalam kesenian wayang kulit terkait kondisi faktual wanita di dalamnya. Proses pendokumetasian suara tersebut dimulai dari proses pra-produksi, produksi, hingga pasca produksi. Pada tahap pra-produksi terdapat salah satu fokus yaitu pelaksanaan riset dan penyusunan naskah agar tercipta instrumen wawancara yang mampu memicu hasil yang berbobot dan menjawab.Melalui hasil wawancara dengan narasumber yang mengacu pada interview guide yang telah disusun, didapatkan fakta yang menjawab pertanyaan terkait posisi perempuan di kesenian wayang kulit. Jawaban-jawaban tersebut lantas dikemas melalui video dan narasi voice over dalam film dokumenter berjudul “Putren: Bertahan Cerdas dalam Geliat Tradisi” dengan tujuan penciptaan karya film untuk mengungkap fakta lapangan, dan memberikan wadah bagi narasumber untuk menyuarakan pendapat serta harapan mereka.