Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) membawa perubahan besar di dunia akademik, termasuk cara mahasiswa mengerjakan tugas. ChatGPT, salah satu chatbot AI yang banyak digunakan, mampu menghasilkan teks otomatis. Penggunaannya menimbulkan dilema antara efisiensi dan potensi penyalahgunaan, seperti plagiarisme dan penurunan daya kritis mahasiswa. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS) memahami metafisik, fungsi, dan relasi komunikasi dengan mesin dalam konteks akademik serta implikasi etika yang ditimbulkan. Urgensi penelitian ini perlunya pemahaman lebih dalam mengenai dampak teknologi AI terhadap integritas mahasiswa, khususnya dalam aspek kejujuran dan tanggung jawab dalam penyusunan tugas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teori yang digunakan adalah Human-Machine Communication (HMC), yang membahas interaksi manusia dengan AI melalui tiga dimensi utama: Functional, Relational, Metaphysical. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan 10 mahasiswa dari berbagai semester yang aktif menggunakan ChatGPT dalam tugas akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa memanfaatkan ChatGPT untuk mencari ide, membantu menyusun tugas kepenulisan, dan melakukan parafrase teks. Namun, terdapat kecenderungan untuk tidak memverifikasi keakuratan informasi yang diberikan oleh ChatGPT, sehingga berisiko terhadap validitas akademik. Selain itu, penelitian ini menemukan adanya ambiguitas dalam pemahaman etika akademik, di mana sebagian mahasiswa masih menganggap penggunaan ChatGPT tanpa mencantumkan sumber sebagai hal yang wajar. Analisis lebih lanjut mengungkap bahwa interaksi mahasiswa dengan ChatGPT mencerminkan hubungan yang bersifat metafisik, di mana AI tidak hanya berperan sebagai alat bantu, tetapi juga memengaruhi pola pikir dan kebiasaan akademik mereka. Hal ini menunjukkan adanya peran aktif manusia dalam membentuk dinamika komunikasi antara manusia dan mesin. Kesimpulan penelitian ini menegaskan bahwa meskipun ChatGPT memberikan kemudahan, penggunaannya dalam akademik memerlukan regulasi yang jelas serta literasi digital yang lebih baik. Mahasiswa perlu dibekali pemahaman yang lebih kuat tentang etika akademik agar dapat menggunakan teknologi AI secara bertanggung jawab.