Wida Dwi Novita. K4421076. Pembimbing: Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum. POLITIK KEBUDAYAAN SULTAN AGUNG HANYAKRAKUSUMA (1613-1645 M). Skripsi. Surakarta: Fakuktas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2025.Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui dan menguraikan bagaimana peran Sultan Agung Hanyakrakusuma dalam memerintah Kerajaan Mataram Islam dimulai dari awal masa pemerintahan hingga akhir masa pemerintahan pada Kerajaan Mataram Islam. (2) Mengetahui dan menguraikan strategi politik yang dijalankan oleh Sultan Agung dalam memerintah Kerajaan Mataram Islam. (3) Mengetahui dan menguraikan berbagai upaya yang dilakukan oleh Sultan Agung dalam bidang kebudayaan serta perkembangannya. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara studi pustaka baik dari sumber naskah Jawa maupun catatan kolonial. Penelitian ini mengkaji politik kebudayaan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613–1645) dalam memerintah Kerajaan Mataram Islam, dengan fokus pada pendekatan kebudayaan. Metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan langkah heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sultan Agung memanfaatkan kebudayaan Jawa sebagai instrumen politik untuk memperkuat legitimasi kekuasaan Mataram Islam. Hal ini tampak dalam pembaharuan kalender Saka menjadi kalender Jawa-Islam sebagai upaya sinkretisme budaya Jawa dengan ajaran Islam. Selain itu, melalui karya sastra seperti Serat Sastra Gendhing, Sultan Agung mengajarkan nilai Ketuhanan dengan pendekatan estetika Jawa. Tradisi Grebeg juga dimodifikasi untuk memperingati hari besar Islam, sehingga mempererat penerimaan masyarakat Jawa terhadap Islam. Penerapan unggah-ungguhing basa Jawa turut memperkokoh tatanan sosial yang mendukung stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya, Sultan Agung memainkan peranan sangat penting dalam membawa Mataram Islam mencapai puncak kejayaan melalui politik kebudayaan dengan melakukan sinkretisme budaya Jawa yang memadukan tradisi Jawa dan Islam untuk memperkuat legitimasi kekuasaannya. Strategi kebudayaan yang diterapkan Sultan Agung terbukti efektif, karena warisan-warisan budaya tersebut masih terus dilestarikan hingga kini, terutama di Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta yang merupakan penerus tradisi Mataram Islam.