Kesantunan bentuk tuturan direktif di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta
Penulis Utama
:
Nurul Masfufah
NIM / NIP
:
S840908024
×ABSTRAK
Pemakaian kesantunan berbahasa, khususnya bentuk tuturan direktif di lingkungan sekolah merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti atau dikaji. Penelitian yang berjudul “Kesantunan Bentuk Tuturan di Lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta” ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan (1) bentuk kesantunan dan ketaksantunan bentuk tuturan direktif, (2) prinsip dan strategi kesantunan bentuk tuturan direktif, (3) urutan atau peringkat kesantunan bentuk tuturan direktif berdasarkan persepsi siswa SMA Negeri 1 Surakarta, dan (4) faktor-faktor yang menentukan kesantunan bentuk tuturan direktif di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian naturalistik dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan berupa sumber lisan, yaitu berupa tuturan-tuturan pada peristiwa tutur di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta. Teknik penentuan subjek dalam penelitian ini adalah teknik selektif dengan purposive sampling yang mempertimbangkan konsep teoretik yang digunakan, keinginan pribadi, dan karakteristik empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan angket. Validitas data dilakukan dengan cara trianggulasi sumber, yaitu menganalisis tuturan bentuk direktif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan berdasarkan teori yang digunakan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif model interaktif, yaitu yang terdiri atas tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi). Aktivitas ketiga komponen itu dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, Bentuk kesantunan tuturan direktif dalam peristiwa tutur di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta dapat dilihat berdasarkan penanda dan kaidah bahasa yang santun, yaitu (a) penutur berbicara wajar dengan akal sehat, (b) penutur mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan, (c) penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur, (d) penutur terbuka dan menyampaikan kritik secara umum, (e) penutur menggunakan sindiran jika harus menyampaikan kritik kepada mitra tutur, (f) penutur mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius, (g) penutur bertutur mengenai topik yang dimengerti oleh mitra tutur, (h) penutur mengemukakan sesuatu yang rumit dengan bentuk yang lebih sederhana, (i) penutur menggunakan bentuk konfirmatori berdasarkan pendapat orang lain yang terpercaya jika harus membantah pendapat mitra tutur, dan (j) penutur selalu mawas diri agar tahu secara pasti apakah yang dikatakan benar-benar seperti yang dikehendaki oleh mitra tutur.
Kedua, Prinsip kesantunan bentuk tuturan direktif yang diterapkan oleh siswa dan guru dalam peristiwa tutur di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta, antara lain (a) maksim kearifan, (b) maksim kemurahan hati atau kedermawanan, (c) maksim pujian atau penghargaan, (d) maksim kerendahan hati atau kesederhanaan, (e) maksim kesepakatan atau persetujuan, dan (f) maksim simpati. Selain itu juga menerapkan prinsip penghindaran pemakaian kata tabu dengan penggunaan eufemisme dan penggunaan pilihan kata honorifik. Adapun strategi kesantunan bentuk tuturan direktif yang diterapkan atau dilakukan dalam upaya menciptakan tuturan yang santun di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta, antara lain melalui strategi positif dan strategi negatif. Strategi positif untuk menciptakan tuturan yang santun, antara lain (a) memperhatikan apa yang sedang dibutuhkan mitra tutur, (b) menggunakan penanda-penanda solidaritas kelompok, (c) menumbuhkan sikap optimistik, (d) melibatkan mitra tutur ke dalam aktivitas penutur, (e) menawarkan atau menjanjikan sesuatu, (f) memberikan pujian kepada mitra tutur, (g) menghindari sedemikian rupa ketidakcocokan, dan (h) melucu. Adapun strategi negatif untuk menciptakan tuturan yang santun, yaitu antara lain ; (a) ungkapkan secara tidak langsung, (b) gunakan pagar (hedges), (c) persikap pesimistis, (d) jangan membebani atau minimalkan paksaan, (e) menggunakan bentuk pasif, (f) ungkapkan permohonan maaf, dan (g) menggunakan bentuk plural.
Ketiga, Urutan atau peringkat kesantunan bentuk tuturan direktif berdasarkan persepsi siswa SMA Negeri 1 Surakarta dari bentuk yang paling santun sampai yang paling tidak santun, yaitu bentuk tuturan direktif; (1) rumusan saran, (2) rumusan pertanyaan, (3) isyarat kuat, (4) isyarat halus, (5) pernyataan berpagar, (6) bentuk tuturan direktif dengan pernyataan keharusan, (7) bentuk tuturan direktif dengan pernyataan keinginan, (8) bentuk tuturan direktif dengan pernyataan eksplisit, dan (9) bentuk tuturan direktif dengan modus imperatif.
Keempat, Faktor-faktor yang menentukan kesantunan dan ketaksantunan bentuk tuturan direktif pada peristiwa tutur di SMA Negeri 1 Surakarta, antara lain faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi; (a) pemakaian diksi yang tepat, (b) pemakaian gaya bahasa yang santun, (c) pemakaian struktur kalimat yang benar dan baik. Selain ketiga aspek di atas, ada beberapa aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi dan aspek nada bicara. Adapun faktor nonkebahasaan, meliputi; (a) topik pembicaraan, (b) konteks situasi komunikasi, dan (3) pranata sosial budaya masyarakat.
ABSTRACT
The use of politeness language, especially forms of directive speech in the school surroundings is an interesting phenomenon to be studied or assessed. The study, entitled "Forms politeness of directive speech in Surakarta Senior High School 1" purposes to describe and explains; (1) forms of politeness and polite forms of speech are not directive, (2) principles and strategies of politeness form directive speech, (3) the order or ratings of politeness form directive speech based on students' perceptions of Surakarta Senior High School 1, and (4) the factors that determine the politeness of the directive speech in surroundings of Surakarta Senior High School 1.
This research is a naturalistic study with a qualitative descriptive approach. Source of data is used in the form of oral sources, that is, the speechs at the happen of speech in Surakarta Senior High School 1 surroundings. Technique of determining the subjects in this study is selective with purposive sampling that consider theoretical concepts is used, personal desires, and characteristics of the empirical. Collected data was done with observation techniques, interviews, and questionnaires. Validity of data is done by triangulation of sources, analyzing the speech of the directive in according with the criteria that have been determined based on the theory used. Technique data analysis that used is descriptive analysis technique of interactive model, which is composed of three components analysis (data reduction, data presentation, and drawing conclusions or verification). The third activity component is done in the interactive form with data collection process.
Based on research that has been carried out, obtained the following results. First, the form of politeness in a directive speech recalled the events within the State Senior High School 1 Surakarta can be viewed on the basis of markers and rules of polite language, there are (a) the speakers spoke reasonable common sense, (b) prioritize speakers expressed the point, (c ) always assume good speakers to the partner said, (d) speakers deliver an open and general criticism, (e) the speaker uses satire to convey criticism if the partners said, (f) speakers are able to distinguish the situation seriously joked with the situation, (g) speakers speak on the topic understood by the partners said, (h) speakers suggested something complicated with a simpler form, (i) the speakers use a form based confirmatori other people's opinions should be trusted if the partners disagree recalled, and (j) speakers always introspective yourself to know for sure if that really says as desired by the partners said.
Second, the principle of decency directive speech forms employed by students and teachers in the events recalled in surrounding of Surakarta Senior High School 1 Surakarta, among others, (a) tact maxim, (b) the generosity maxim, (c) the approbation maxim, (d ) the modesty maxim, (e) the agreement maxim, and (f) sympathy maxim. It also applies the principle of avoidance of the use of taboo words with the use of euphemisms and the use of honorific word choice. The speech forms of politeness strategy directives applied in an attempt to create a decent speech at Surakarta Senior High School 1, among others through positive strategies and negative strategies. Positive strategies to create a decent speech, among other things, (a) consider what is needed recalled partners, (b) using markers of group solidarity, (c) foster an optimistic attitude, (d) involving partners in the event said the speaker, ( e) offering or promising anything, (f) give praise to the partner said, (g) to avoid such discrepancies, and (h) to be funny. The negative strategy to create a decent speech, which among other things, (a) express indirectly, (b) use the fence (Hedges), (c) have a certain attitude pessimistic, (d) not a burden or a minimum of force, (e) use any form passive, (f) express an apology, and (g) use the plural form.
Third, the rank order or decency of speech perception directive on Senior high school students 1 Surakarta from the most polite form to the least polite, which is the form of directive speech; (1) the formulation of recommendations, (2) the formulation of questions, (3) signal strong, (4) subtle signals, (5) gated statement, (6) the form of directive speech with the declaration requirement, (7) of the directive speech with an expression of interest, (8) form directive speech with explicit statements, and (9) form of speech directive with the imperative mode.
Fourth, factors that determine the propriety and form of speech not directive on the events recalled in Surakarta Senior High School 1, among other linguistic factors and non language. Linguistic factors include: (a) the use of appropriate diction, (b) the use of polite language style, (c) the use of correct sentence structure and good. In addition to the above three aspects, there are several critical aspects of politeness in spoken verbal language, including aspects of intonation and tone aspects. The non language factors, including (a) subject, (b) the context of the communication situation, and (3) sociocultural institutions of society.
×
Penulis Utama
:
Nurul Masfufah
Penulis Tambahan
:
-
NIM / NIP
:
S840908024
Tahun
:
2010
Judul
:
Kesantunan bentuk tuturan direktif di lingkungan SMA Negeri 1 Surakarta
Edisi
:
Imprint
:
Surakarta - Pascasarjana - 2010
Program Studi
:
S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia
Kolasi
:
Sumber
:
UNS-Pascasarjana Prog Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia-S.840908024-2010
Kata Kunci
:
Jenis Dokumen
:
Tesis
ISSN
:
ISBN
:
Link DOI / Jurnal
:
-
Status
:
Public
Pembimbing
:
1. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. 2. Prof. Dr. Kunardi Hardjoprawiro, M.Pd
Penguji
:
Catatan Umum
:
3883/2010
Fakultas
:
Sekolah Pascasarjana
×
File
:
Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.