Kajian Teoritik Dualisme Dasar Hukum Penghadiran Kroongetuige Dan Nilai Pembuktian Berdasarkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Penulis Utama
:
Irvan Adi Sasmito
NIM / NIP
:
E0007268
×Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perihal dualisme dasar hukum
penghadiran kroongetuige serta mengetahui kekuatan pembuktian kroongetuige
menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal yang bersifat preskriptif,
mengkaji mengenai dualisme dasar hukum penghadiran kroongetuige serta nilai
pembuktiannya berdasar KUHAP. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dualisme dasar hukum penghadiran
kroongetuige terdapat pada Yurisprudensi yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.
Yurisprudensi Mahkamah Agung yang dimaksud tersebut adalah Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1986/K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990 yang menjelaskan bahwa
Mahkamah Agung tidak melarang apabila Penuntut Umum mengajukan saksi
mahkota di persidangan dengan syarat bahwa saksi ini dalam kedudukannya sebagai
terdakwa tidak termasuk dalam satu berkas perkara dengan terdakwa yang diberikan
kesaksian. Sebaliknya Mahkamah Agung juga mengeluarkan Putusan Mahkamah
Agung Nomor 1174/K/Pid/1994 tanggal 3 Mei 1995, Putusan Mahkamah Agung
Nomor 1590/K/Pid/1995 tanggal 3 Mei 1995, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor
1592/K/Pid/1995 tanggal 3 Mei 1995 yang menjelaskan bahwa pemecahan terdakwa
sebagai saksi mahkota terhadap terdakwa lainnya secara yuridis adalah bertentangan
dengan Hukum Acara Pidana yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Hak Asasi
Manusia. Saksi mahkota juga merupakan seorang saksi, dimana kepadanya melekat
syarat-syarat sebagai saksi. Yang pertama, saksi adalah orang yang melihat,
mendengar, dan mengalami sendiri peristiwa tersebut. Yang kedua adalah bahwa
saksi tersebut telah disumpah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Yang ketiga, bahwa saksi tidak memiliki hubungan sedarah, semenda, maupun
pekerjaan dengan terdakwa. Kalau syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka saksi
dan keterangannya dianggap sah dihadapan hukum. Oleh karena itu, saksi mahkota
memiliki nilai kekuatan pembuktian yang sama dengan keterangan saksi.
×
Penulis Utama
:
Irvan Adi Sasmito
Penulis Tambahan
:
-
NIM / NIP
:
E0007268
Tahun
:
2012
Judul
:
Kajian Teoritik Dualisme Dasar Hukum Penghadiran Kroongetuige Dan Nilai Pembuktian Berdasarkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
Edisi
:
Imprint
:
Surakarta - F. Hukum - 2012
Program Studi
:
S-1 Ilmu Hukum
Kolasi
:
Sumber
:
UNS-F. Hukum Jur. Ilmu Hukum-E.0007268-2012
Kata Kunci
:
Jenis Dokumen
:
Skripsi
ISSN
:
ISBN
:
Link DOI / Jurnal
:
-
Status
:
Public
Pembimbing
:
1. Edy Hardyanto, S.H, M.Hum., 2. M. Rustamaji, S.H, M.H.,
Penguji
:
Catatan Umum
:
Fakultas
:
Fak. Hukum
×
File
:
Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.