Konsep ”Sangkan Paraning Dumadi” Dalam Pola Hias Sêmèn Mataram Di Jawa
Penulis Utama
:
Beta Nurmayanti
NIM / NIP
:
C0908001
×Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana
latar belakang munculnya Pola Hias Sêmèn Mataram di Jawa. (2) Bagaimana
bentuk Pola Hias Sêmèn yang memiliki konsep “sangkan paraning dumadi”.
(3) Bagaimana makna Pola hias Sêmèn yang mengandung konsep “sangkan
paraning dumadi”.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui bagaimana latar belakang
munculnya Pola Hias Sêmèn Mataram di Jawa. (2) Mengetahui bentuk pola
hias Sêmèn yang memiliki konsep “sangkan paraning dumadi”. (3)
Mengetahui makna Pola hias Sêmèn yang mengandung konsep “sangkan
paraning dumadi”.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di
Kerajaan Mataram di Jawa setelah pengesahan Perjanjian Giyanti (1755), yang
mengesahkan pembagian Mataram menjadi 2 (dua) kerajaan kecil yaitu
Kasunanan yang berkedudukan di Surakarta dan Kasultanan yang
berkedudukan di Yogyakarta. Sample yang dipakai adalah teknik purposive
sampling. Strategi dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian
kualitatif deskriptif dengan studi kasus terpancang. Sumber data yang
digunakan adalah informan, narasumber, tempat atau lokasi penelitian,
dokumen dan arsip, serta foto. Teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah observasi dan wawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis interaktif.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa latar belakang munculnya
pola hias Sêmèn Mataram di Jawa, berawal pada saat pemerintahan Paku
Buwono IV (1787-1816) di saat beliau mengangkat putera mahkota sebagai
calon penggantinya. Pada saat Paku Buwono V (1816-1823) diangkat menjadi
raja, Paku Buwono IV menciptakan pola untuk mengingatkan
puteranya kepada perilaku dan watak seorang penguasa, seperti wejangan yang
diberikan oleh Prabu Rama kepada Raden Gunawan Wibisana saat akan
menjadi Raja Alengka. Wejangan tersebut dikenal dengan sebutan Hasta
Brata, yang dijelaskan sebagai “perbuatan baik” atau dapat pula diartikan
sebagai “sifat baik” yang dimiliki para dewa. Delapan Dewa yang memiliki
sifat baik, yakni : 1) Dewa Indra 2) Dewa Surya 3) Dewa Anila/Bayu (Dewa
Angin) 4) Dewa Kuwera 5) Dewa Baruna 6) Dewa Agni/Brama 7) Dewa
Yama 8) Dewa Candra. Watak-watak atau brata yang diajarkan oleh Prabu
Rama yaitu:1)Endra-brata 2) Yama-brata 3) Surya-brata 4) Sasi-brata 5)
Bayu-brata atau anila-brata 6) Dhanaba-brata atau Kuwera-brata 7) Pasa-brata
atau Baruna-brata 8) Agni-brata 9) Subyek Hasta Brata yaitu Raja.
17
Ajaran tentang 8 watak/sifat kepemimpinan (kautaman) dilukiskan sebagai
pola yang terdiri dari 9 motif (8 motif+1 motif subyek). Ornamen-ornamen pokok
pada pola hias Sêmèn Rämä sebagai berikut: (1) Ornamen Meru. (2) Ornamen
Lidah-api. (3) Ornamen Baito atau kapal laut. (4) Ornamen Burung. (5) Ornamen
Garuda. (6) Ornamen Pusaka. (7) Ornamen Dampar atau Takhta atau Singgasana.
(8) Ornamen Binatang. (9) Ornamen Pohon Hayat.
Demikian gambaran wejangan atau ajaran Hasta Brata yang mungkin
sekali antara sifat baik yang dimiliki para Dewa dan watak-watak yang diajarkan
Prabu Rama ada hubungannya dengan arti filosofi didalam pola hias
Rämä.
Pola hias Sêmèn Mataram memiliki jumlah yang sangat banyak, data yang
didapatkan terkait dengan pola hias Sêmèn yang memiliki konsep “sangkan
paraning dumadi”, peneliti mengambil contoh 8 pola hias Sêmèn. Pola hias
tersebut yakni: 1) Pola Hias Sêmèn Semeru 2) Pola Hias Sêmèn Peksi Raja 3) Pola
Hias Sêmèn Basuto 4) Pola Hias Sêmèn Buron Wono 5) Pola Hias Sêmèn Nogo 6)
Pola Hias Sêmèn Srikaton 7) Pola Hias Sêmèn Panca Murti 1 8) Pola Hias Sêmèn
Panca murti 2.
Susunan pola hias Sêmèn secara keseluruhan menggambarkan motif pohon
hayat dikelilingi oleh motif-motif utama lainnya yang seolah-olah menjaga
keberadaan pohon hayat. Selain motif pohon hayat, subyek dari Hasta Brata juga
dapat menjadi pusat. Motif utama terdiri dari lambang Bumi (Meru), Api (Lidah
Api), Angin (Burung), Air (Ikan atau Naga). Motif selingan secara variatif
menghiasi ruang kosong yang secara keseluruhan memberikan satu-kesatuan
(unity) pola susunan batik.
Makna filosofi ornament utama pola hias Sêmèn yang memiliki konsep
“Sangkan Paraning Dumadi” tersebut mempunyai arti:
1. Meru, melambangkan gunung, atau tanah yang disebut juga bumi.
2. Lidah api, melambangkan nyala api, yang disebut juga agni atau geni.
3. Ulat atau naga, melambangkan air atau banyu disebut juga tirta (uddhaka).
4. Burung, melambangkan angina tau maruta.
5. Garuda atau Lar garuda, melambangkan mahkota atau penguasa tertinggi,
yaitu penguasa jagad dan isinya.
Ornamen-ornamen tersebut menggambarkan bahwa hidup manusia itu
dikuasai (dipurbawasesa kawengku) oleh kekuasaan tertinggi atau penguasa
jagad, dan hidup itu berasal dari empat unsur yaitu bumi, geni, banyu, dan angin.
Keempat unsur hidup tersebut memberikan watak dasar pada hidup itu sendiri,
yaitu angkara murka, candela, dusta dan adil suci
×
Penulis Utama
:
Beta Nurmayanti
Penulis Tambahan
:
-
NIM / NIP
:
C0908001
Tahun
:
2013
Judul
:
Konsep ”Sangkan Paraning Dumadi” Dalam Pola Hias Sêmèn Mataram Di Jawa
Edisi
:
Imprint
:
Surakarta - FSSR - 2013
Program Studi
:
S-1 Kriya Seni
Kolasi
:
Sumber
:
UNS-FSSR Jur. Kriya Seni/Tekstil -C.0908001-2013
Kata Kunci
:
Jenis Dokumen
:
Skripsi
ISSN
:
ISBN
:
Link DOI / Jurnal
:
-
Status
:
Public
Pembimbing
:
1. Drs. Sarwono, M. Sn
Penguji
:
Catatan Umum
:
Fakultas
:
Fak. Sastra dan Seni Rupa
×
File
:
Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.