×Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Wujud Ragam Hias Kain Nampan
Lampung dan estetika dari Kain Nampan Lampung, dengan menggunakan Ekspresi
Estetik dari Agus Sachari.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Wujud Ragam
Hias Kain Nampan? Bagaimana Sifat Simbolistik-Filosofis dan Kontemplatif yang
ada pada Ragam Hias Kain Nampan?
Penelitian menggunakan metode penelitian deskripsi kualitatif berdasarkan ekspresi
estetik. Metode studi kasus tunggal tersebut mengkaji Kain Nampan sebagai artefak
budaya. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Tanggamus dan Museum Negeri
Propinsi Lampung didaerah Bandar Lampung yang masih mengoleksi artefak Kain
Nampan dan ada hubungannya dengan topik bahasan.
Hasil dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Kain Nampan merupakan kain tenun
adat Lampung Suku Saibatin. Kain Nampan sangat dikagumi ragam hiasnya, dan
menarik dilihat dari segi artistik, estetik maupun simbolis-filosofisnya. Istilah
“nampan” dapat dikaitkan dengan nampan atau sampan, yaitu perahu kecil yang
biasa dipakai nelayan untuk melaut atau alat transportasi laut. Nampan juga bisa
dikaitkan dengan tampan atau pahakh yaitu sebuah wadah atau baki yang ada kaki
penyangganya, yang dibuat dari logam kuningan, untuk menaruh makanan sesaji
pada tradisi ngitai, tempat seserahan perkawinan, dan sarana keperluan upacara
adat lainnya.. (2) Wujud ragam hias Kain Nampan berupa kapal perang dan kapal
layar lengkap dengan isinya merupakan pengaruh kolonial. Sedangkan motif yang
tidak terpengaruh oleh kolonial memiliki bentuk visual kapal lebih sederhana dalam
bayangan cermin dan bentuk abstrak. Ragam hias tersebut merupakan peninggalan
budaya yang lebih kuno. (3) wujud ragam hias Kain Nampan didominasi motif kapal
yang merupakan ciri khas Kain Nampan. Bentuk kapal mengandung arti simbolis
sebagai kendaraan arwah yang berhubungan erat dengan makna filosofis dalam
roda kehidupan masyarakat Lampung pesisir. Kapal diibaratkan perjalanan hidup
manusia. Yaitu sebuah gerak alami dari suatu tempat menuju tempat lain atau pada
suatu keadaan ke keadaan lainnya. Karena adakalanya proses-proses gerak
perpindahan tersebut mengalami suatu hambatan yang mungkin timbul karena
adanya suatu bala atau kekuatan negatif. Maka dari itu, setiap gerak perpindahan
tersebut perlu diadakan upacara selamatan atau ritual tolak bala.