Penulis Utama : Joko Kusmanto
NIM / NIP : T11090700
× Penelitian ini merupakan sebuah penelitian teoretis yang mengkaji secara kritis konsep-konsep teoretis tuturan metaforis dalam ranah kajian semantik, pragmatik, dan Linguistik Kognitif. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk (i) mengkaji secara kritis lokus makna tuturan metaforis yang diteorikan dalam ranah kajian semantik, pragmatik, dan Linguistik Kognitif, (ii) mengkaji secara kritis kebermaknaan tuturan metaforis yang diteorikan dalam ranah kajian semantik, pragmatik, dan Linguistik Kognitif, (iii) mengajukan ancangan teori lokus makna dan kebermaknaan tuturan metaforis. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metodologi kualitatif yang menerapkan desain operasional “analitis-deskriptif” dari sisi tujuan penelitian dan penanganan datanya, “konseptual-empiris” dari sisi pengenalan datanya, dan “kepustakaan-lapangan” dari sisi penyediaan datanya. Sebagaimana termaktub dalam tujuan penelitian, data penelitian ini adalah data metalingual yang berupa konsep-konsep teoretis makna ekspresi lingual sebagai konteks dan konsep-konsep teoretis tuturan metaforis sebagai objek penelitian yang terdapat dalam ranah teori semantik, pragmatik, dan Linguistik Kognitif. Sementara itu, sumber data adalah literatur-literatur semantik, pragmatik, dan Linguistik Kognitif yang di dalamnya terdapat konsep-konsep teoretis makna ekspresi lingual dan tuturan metaforis. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat lima teori utama tentang lokus makna dan kebermaknaan ekspresi lingual dan tuturan metaforis dalam semantik, pragmatik, dan Linguistik Kognitif. Dua teori berada dalam ranah semantik, yaitu teori semantik minimal dan teori semantik literal; dua teori dalam ranah pragmatik, yaitu teori pragmatik Grice dan teori pragmatik kontekstual; dan terakhir adalah teori Linguistik Kognitif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa, pertama, “lokus makna dan kebermaknaan ekspresi lingual” (selanjutnya LMKEL) dalam semantik minimal berada pada tataran kalimat, berwujud arti bebas konteks, dan dijelaskan berdasarkan pembedaan antara arti literal dengan arti non-literal. Kedua, LMKEL dalam semantik literal berada pada tataran tuturan, berwujud makna kontekstual, dan dijelaskan berdasarkan teori indeksikal Kaplan. Ketiga, LMKEL dalam pragmatik Grice berada pada tataran tuturan, berwujud makna kontekstual, dan dijelaskan berdasarkan maksud penutur dan prinsip kerja sama. Keempat, LMKEL dalam pragmatik kontekstual berada pada tataran tuturan, berwujud makna kontekstual, dan dijelaskan berdasarkan maksud penutur dan proses modulasi makna. Terakhir, LMKEL dalam Linguistik Kognitif berada pada struktur konseptual dalam kognisi, berwujud struktur konseptual dalam tuturan, dan dijelaskan berdasarkan asas konseptualisasi, perspektif, konstrual, dan kejasadiahan. Berkaitan dengan “lokus makna dan kebermaknaan tuturan metaforis” (selanjutnya LMKTM), hasil analisis data menunjukkan bahwa, pertama, LMKTM dalam semantik minimal diletakkan pada tataran tuturan sehingga bukan merupakan isi semantik lagi tetapi sudah isi tindak tutur. LMKTM tersebut beroperasi menggunakan fungsi penafsiran metaforis dari arti literal ke arti non-literal berdasarkan konteks dan kerangka konseptual. Kedua, semantik literal, pragmatik Grice, dan pragmatik kontekstual berpendapat sama bahwa LMKTM merupakan bagian dari LMKEL yang berada pada tataran tuturan dan berwujud makna kontekstual. Namun, semantik literal berpendapat bahwa LMKTM diatur oleh unsur-unsur semantik menggunakan operator M-that, pragmatik Grice berpendapat bahwa LMKTM merupakan maksuk penutur yang berupa implikatur percakapan khusus, dan pragmatik kontekstual berpendapat bahwa LMKTM merupakan bagian dari modulasi makna pelonggaran yang di dalamnya terdapat konsep ad-hoc. Ketiga, LMKTM dalam Linguistik Kognitif diletakkan pada tataran struktur konseptual dalam kognisi penutur. LMKTM tersebut dikenali dari struktur konseptual dalam tuturan metaforis melalui proses pemetaan konseptual. Hasil analisis LMKEL menunjukkan bahwa masing-masing teori memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga tidak dapat dinafikan secara keseluruhan begitu saja. Temuan-temuan penelitian dalam hal ini adalah, pertama, tidak dapat disangkal bahwa ekspresi lingual dalam keadaan berdiri sendiri memiliki makna, namun konsep teoretis arti literal dan bebas konteks dalam semantik minimal dan pragmatik Grice untuk menjelaskan hal itu tidak memadai. Kedua, konsep teoretis karakter&isi untuk satuan lingual indeksikal dalam semantik literal dapat mengatasi kesensitivan makna ekspresi lingual terhadap konteks, namun apa dan dari mana wujud “karakter” tidak dijelaskan secara memadai. Ketiga, penyamaan antara “apa yang maksudkan” dengan “apa yang diimplikasikan” dalam pragmatik Grice membuat “apa yang dikatakan” menjadi tidak bermakna ketika “apa yang diimplikasikan” juga mengandung makna tersirat dan membuat “maksud penutur” menjadi kabur. Keempat, konsep teoretis modulasi makna dalam pragmatik kontekstual mengatasi kesensitivan ekspresi lingual terhadap konteks. Kelemahannya hanya terletak pada tidak adanya identitas yang dijelaskan secara lingual untuk masing-masing proses modulasi maknanya. Terakhir, sangat kuat diyakini bahwa kognisi secara logis memiliki peran penting pada bagaimana bahasa dihasilkan dan digunakan. Namun, peran kognisi tersebut tidak terlepas dari konteks dan penggunaan bahasa yang berdasarkan hal tersebut pembentukan makna dalam bahasa satu berbeda dari bahasa lainnya. Linguistik Kognitif dalam hal ini tidak menjelaskan bagaimana proses kognitif yang secara individual dan objektif bersifat netral dan sama pada semua manusia menjadi sebuah proses kognitif yang bersifat kolektif dan menghasilkan cara-cara pembentukan makna yang berbeda-beda dalam bahasa-bahasa yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan makna tidak semata-mata permasalahan proses kognitif. Penelitian ini mengajukan ancangan teori makna yang dimulai dari redefinisi konsep teoretis arti literal, arti bebas konteks, dan karakter sebagai makna potensial. Makna potensial sebuah ekspresi lingual dibangun berdasarkan penggunaannya dalam berbagai konteks sehingga makna dipandang selalu bersifat kontekstual dalam setiap tataran bentuknya. Makna potensial memungkinkan makna eskpresi lingual bersifat fleksibel dan dapat bermodulasi sesuai dengan konteks penggunaan. Modulasi makna yang ditunjukkan oleh sebuah ekspresi lingual, oleh karena itu, secara inheren difasilitasi oleh unsur-unsur internal makna potensial ekspresi lingual tersebut dan isinya kemudian ditentukan oleh konteksnya. Dalam hal ini makna metaforis sebuah satuan lingual dalam tuturan metaforis termasuk bagian dari wujud fleksibilitas makna yang dimungkinkan oleh makna potensial sebuah satuan lingual dalam sebuah konteks penggunaan dan proses kognitif yang mengolah relasi antara makna potensial dengan makna kontekstualnya. Makna metaforis dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai makna lingual yang secara ektensional berada dalam konteks SDK dan secara intensional berada dalam konteks actual tuturan. Konsep teoretis makna potensial dan fleksibilitas makna itu berkaitan secara langsung dengan penjelasan peran kognitif dalam pemerolehan dan pemrosesan bahasa sehingga secara keseluruhan penjelasan tentang pemrosesan makna lingual ini dapat memenuhi ketercukupan eksplanatori. Sementara itu, kebermaknaan ekspresi lingual dan tuturan metaforis ditunjukkan oleh pengetahuan penutur terhadap kebenaran dan atau ketepatan makna ekspresi lingual dan tuturan metaforis dalam konteks SDK, konteks lingual, dan konteks situasi. Ancangan teori lokus makna dan kebermaknaan ekspresi lingual dan tuturan metaforis yang diajukan dalam penelitian ini terangkum dalam tiga asas atau prinsip umum dalam teori makna ekspresi lingual dan satu asas dalam teori makna tuturan metaforis. Ketiga asas tersebut adalah (i) asas kekontekstualan makna lingual, (ii) asas fleksibelitas makna lingual, dan (iii) asas interaksi aktif antara makna potensial, konteks ekspresi lingual, dan kapasitas kognitif manusia dalam makna lingual. Sementara itu, asas terakhir menempatkan makna metaforis sebagai salah satu tipe fleksibelitas makna lingual. Secara keseluruhan keempat asas itu dapat menjelaskan mengapa dan bagaimana makna lingual dapat bermodulasi sesuai dengan konteks di mana ekspresi lingual tersebut terjadi dan bahkan lebih jauh lagi dapat menjelaskan mengapa dan bagaimana makna lingual dapat mengalami perubahan
×
Penulis Utama : Joko Kusmanto
Penulis Tambahan : 1.
2.
NIM / NIP : T11090700
Tahun : 2014
Judul : Konsep-Konsep Teoretis Tuturan Metaforis Dalam Semantik, Pragmatik, Dan Linguistik Kognitif (Kajian Metalingual Lokus Makna Dan Kebermaknaan Tuturan Metaforis Dalam Linguistik Teoretis)
Edisi :
Imprint : Surakarta - Pascasarjana - 2014
Program Studi : S-3 Linguistik (Deskriptif)
Kolasi :
Sumber : UNS-Pascasarjana Prodi. Linguistik Deskriptif-T.110907001-2014
Kata Kunci :
Jenis Dokumen : Disertasi
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : -
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Dr. H. D. Edi Subroto
2. Dr. Sudaryanto
Penguji :
Catatan Umum :
Fakultas : Sekolah Pascasarjana
×
File : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.