Kajian Pragmatik Tuturan Persuasif Dalam Wacana Politik (Studi Kasus Kampanye Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Pasuruan Tahun 2008)
Penulis Utama
:
Kani Sulam Taufik
NIM / NIP
:
T130906013
×Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian „kualitatif dalam bentuk etnografi?. Tujuan penelitian ini secara spesifik adalah untuk mengungkap dan menjelaskan bentuk, strategi dan nilai-nilai sosial budaya setiap tuturan yang terkait dengan perilaku santun dan sosial para jurkam (pasangan calon) dalam kegiatan kampanye. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti mengkaji sebanyak 460 tuturan-persuasif yang tersusun dalam korpus data. Tuturan tersebut dikaji dengan menggunakan pendekatan-pendekatan atau teknik yang didasarkan pada: (a) dimensi teori pragmatik, (b) dimensi teori persuasi, dan (c) dimensi teori sosial budaya. Hasil temuan penelitian dipaparkan sebagai berikut:
Pertama, secara pragmatik bentuk-bentuk tuturan-persuasif yang digunakan oleh para jurkam terdiri atas: (a) tindak-tutur „direktif langsung? yang berisi ujaran-ujaran perintah atau permintaan secara langsung, seperti pada ungkapan „Coblos nomor 2? dan (b) tindak-tutur „direktif taklangsung? seperti pada ungkapan „Pasangan JaDi adalah pasangan terbaik?. Tindak-Tutur taklangsung tersebut dikelompokkan ke dalam tindak-tutur direktif-asertif, direktif-komisif, direktif-ekspresif dan direktif-deklarasi (Searle,1979) dalam penelitian Prabarani, (2000). Dari masing-masing tindak-tutur tersebut, jenis tindak-tutur yang paling dominan penggunaannya adalah tindak-tutur „direktif-taklangsung?. Dikatakan demikian karena dari 460 tuturan yang dikaji, 307 tuturan di antaranya tergolong direktif taklangsung dan 153 tuturan lainnya tergolong direktif langsung. Jumlah tersebut dirinci sesuai frekuensi penggunaan masing-masing tindak-tutur, yakni: (a) direktif-asertif 81 tuturan (17,60 %), (b) direktif-komisif 106 tuturan (23,04 %) , (c) direktif-ekspresif 76 tuturan (16,52 %), (d) direktif-deklarasi 44 tuturan (9,57 %) dan (e) direktif langsung sebanyak 153 ujaran (33,26 %). Jika dilihat satu per satu, bentuk tindak-tutur „direktif-langsung? jumlahnya paling dominan, yakni 153 ujaran (33,26%). Namun, jika dilihat secara menyeluruh, tindak-tutur yang paling dominan adalah „direktif-taklangsung? karena tindak-tutur jenis ini berisi 4 macam tindak-tutur sehingga jumlahnya dapat mengungguli tindak-tutur langsung.
Kedua, strategi tuturan-persuasif yang digunakan penutur terdiri atas (a) strategi tuturan langsung, dan (b) strategi tuturan taklangsung. Dalam hal ini, „strategi tuturan langsung? tercermin dalam „bentuk tuturan-langsung?, dan „strategi tuturan taklangsung? tercermin dalam „bentuk tuturan taklangsung?. Setelah dikaji berdasarkan prinsip-prinsip persuasif yang dikemukakan Cialdini (1984), yaitu prinsip konsistensi, otoritas, timbal-balik, pembuktian sosial, rasa suka, dan kelangkaan, tuturan-persuasif yang digunakan oleh para jurkam juga mencerminkan tindakan-tindakan yang terdapat pada prinsip-prinsip tersebut. Jika dicermati secara teliti, prinsip-prinsip persuasif tersebut juga dapat dikategorikan sebagai strategi taklangsung karena cara-cara yang digunakan sebagian besar diwujudkan dalam bentuk perilaku sosial, seperti: memberi sumbangan kepada fakir miskin, yatim piatu, jalan sehat berhadiah, konvoi kendaraan bermotor, kunjungan ke pondok-pondok pesantren, silatur rahmi kepada para kiai atau ulama, dan bantuan langsung untuk renovasi fasilitas-fasilitas umum.
viii
Ketiga, strategi-strategi yang dikemukakan di atas juga mencerminkan nilai-nilai sosial budaya tuturan-persuasif yang digunakan karena sikap dan perilaku para jurkam ketika berbicara dan juga ketika menggelar penggalangan massa, seperti jalan sehat, konvoi massa, blusukan ke tempat-tempat umum dan lain-lain merupakan cerminan dari tuturan-persuasif yang diujarkan. Maka dari itu, berdasarkan nilai-nilai sosial budaya tersebut dapat diketahui bahwa kesantunan tuturan-persuasif yang digunakan oleh para jurkam tergolong relatif tinggi. Menurut peneliti, tingkat kesantunan yang relatif tinggi ini banyak dipengaruhi oleh isi tuturan yang tidak merugikan lawan-tutur dan/atau tidak mengancam muka pihak lain. Indikatornya adalah tuturan tersebut sebagian besar disampaikan dengan menggunakan 6 maksim kesantunan Leech (1983), yakni: kebijaksanaan, kedermawanan, penghargaan, kesederhanaan, kesepakatan, dan simpati. Selain itu, sikap dan perilaku sosial para jurkam yang santun benar-benar mencerminkan norma-norma sosial dan budaya masyarakat setempat. Jenis kampanye simpati seperti ini diselenggarakan di lapangan dalam nuansa santai dan penuh keakraban.
Akhirnya, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tuturan-persuasif dalam kampanye pemilihan bupati dan wakil bupati tersebut, dapat menghasilkan „tindak-tutur direktif baru? yang di dalamnya mengandung nilai-nilai persuasif, yaitu tindak-tutur “direktif-persuasif”. Tindak-tutur tersebut terdiri atas direktif-langsung, dan taklangsung. Di antara keduanya, tindak-tutur yang paling dominan adalah direktif taklangsung yakni: direktif-asertif, direktif-komisif, direktif-ekspresif, dan direktif-deklarasi. Kelima jenis tindak-tutur tersebut menggunakan strategi-strategi tuturan yang sejalan dengan prinsip-prinsip persuasif Cialdini (1984) dan prinsip-prinsip kesantunan Leech (1983). Dengan demikian, secara sosial budaya tuturan tersebut dapat berdampak positif terhadap tingginya nilai-nilai kesantunan para jurkam.
Temuan tersebut secara pragmatik memiliki implikasi bahwa nilai-nilai persuasif dalam setiap tindak-tutur dapat menghasilkan tindak-tutur direktif-persuasif yang bentuk dan strateginya mengandung nilai-nilai sosial-budaya, seperti: budaya santun, tolong-menolong (gotong royong), dan hormat-menghormati. Dengan menggunakan prinsip-prinsip tersebut, maka ujaran yang berisi ajakan, perintah, dan permintaan yang selama ini hanya berwujud tindak-tutur direktif semata, dalam penelitian ini ujaran-ujaran tersebut dapat berwujud tindak-tutur asertif, komisif, ekspressif dan deklarasi. Hal ini bisa terjadi karena ujaran-ujaran tersebut digunakan untuk menarik simpati lawan-tutur terhadap pasangan calon. Oleh sebab itu, dalam berujar penutur perlu menambahkan ungkapan-ungkapan yang dapat meningkatkan daya tarik lawan-tutur, meski ujaran yang dibuat terkesan panjang dan kurang langsung. Dengan begitu, bentuk dan strategi tindak-tutur direktif-persuasif yang digunakan oleh para jurkam dapat dikatakan memiliki dampak positif terhadap sikap dan perilaku sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat setempat, seperti: budaya santun, budaya tolong-menolong, budaya rukun dan budaya patuh terhadap kiai atau ulama. Sikap dan perilaku para jurkam yang demikian ini secara pragmatik dapat menghasilkan kesantunan positif. Sayangnya, strategi kesantunan jenis ini penggunaannya kurang signifikan karena ragam bahasa yang digunakan oleh para jurkam sebagian besar adalah ragam bahasa formal yang menghasilkan nilai-nilai „kesantunan negatif’. Dengan demikian, ada dua jenis kesantunan yang terdapat dalam tuturan-persuasif yang dibuat oleh para jurkam, yakni: kesantunan positif dan kesantunan negatif. Namun, jenis kesantunan yang paling dominan dalam temuan ini adalah kesantunan negatif.
×
Penulis Utama
:
Kani Sulam Taufik
Penulis Tambahan
:
-
NIM / NIP
:
T130906013
Tahun
:
2014
Judul
:
Kajian Pragmatik Tuturan Persuasif Dalam Wacana Politik (Studi Kasus Kampanye Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Kabupaten Pasuruan Tahun 2008)
Edisi
:
Imprint
:
Surakarta - Pascasarjana - 2014
Program Studi
:
S-3 Linguistik (Pragmatik)
Kolasi
:
Sumber
:
UNS-Pascasarjana Prodi. Ilmu Linguistik -T130906013-2014
Kata Kunci
:
Jenis Dokumen
:
Disertasi
ISSN
:
ISBN
:
Link DOI / Jurnal
:
-
Status
:
Public
Pembimbing
:
1. Prof. Dr.M.Sri Samiati Tarjana 2. Prof. Dr.Joko Nurkamto, M.Pd
Penguji
:
Catatan Umum
:
Fakultas
:
Sekolah Pascasarjana
×
File
:
Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.