×
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang lahirnya Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu, Peranan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu dan dampak dari munculnya Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu di KecamatanNguter Kabupaten Sukoharjo tahun 2007-2012. Sejalan dengan tujuan penelitian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yang mencakup empat langkah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman terpadu (SL-PTT) di Kecamatan Nguter merupakan salah satu program dari Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang diimplementasikan pada periode 2007. Sistem sekolah lapang dipilih karena dengan sistem belajar langsung dilahan dapat mempercepat peralihan teknologi dan cara budidaya padi yang dibudidayakan menggunakan teknologi Pengelolaan Tanaman terpadu (PTT). Kegiatan SL-PTT ini digalakkan untuk meningkatkan produksi beras dan memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. SL-PTT dikenalkan pada masyarakat bertepatan dengan pertemuan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dan petani se Kecamatan Nguter. Pertemuan tersebut selain dihadiri PPL maupun petani, dihadiri pula tokoh formal maupun non-formal (perangkat desa maupun tokoh lainnya). PPL di Kecamatan Nguter berada dibawah Balai Penyuluh Kecamatan (BPK) Kecamatan Nguter sebagai tempat satuan administrasi pangkal (satminkal) bagi PPL. BPK berperan mengkoordinasikan, memsinergikan dan menyelaraskan kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian di wilayah kerja balai. Kegiatan SL-PTT yang dilakukan oleh BPK di Kecamatan Nguter merata disetiap Desa.
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan masyarakat tani membawa pengaruh dalam hal sosial. Pembagian anggota atau peserta dalam SL-PTT berdasarkan luas hamparan menjadi salah satu sebab dari meningkatnya interaksi sosial masyarakat antar desa di wilayah Kecamatan Nguter. Kelompok peserta SL-PTT tidak hanya berasal dari satu desa yang sama, melainkan tergabung berdasarkan letak area pertanian berdasarkan hamparan. Banyak masyarakat tani yang dulunya sebelum adanya SL-PTT jarang berinteraksi khususnya dalam hal kemajuan pertanian, karena tidak ada wadah yang secara formal menyatukan mereka untuk intens dalam berinteraksi.