Penulis Utama : Edwin Yudhi Purwanto
NIM / NIP : S321202004
×

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang serta tujuan keharusan dikabulkan permohonan pailit apabila terdapat dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih apabila terbukti secara sederhana.
Penelitian ini menggunakan penelitian hukumnon doctrinal karena dalam penelitian ini hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto dan tersistematisasi sebagai judge made law. Penelitian ini bersifat deskriptif, bentuk penelitian evaluatif Sumber bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sumber bahan primer dan sumber bahan hukum sekunder.Prosedur pengumpulan sumber bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara, studi dokumentasi, dan studi pustaka. Analisis yang dilaksanakan menggunakan teknik kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, kesatu bahwa Undang-undang Kepailitan merupakan pelaksanaan dari appendix VII dari International Monatary Fund (IMF) pada saat Indonesia mengalami krisis. Terjadi perubahan besar dalam Faillisements Verordening (FV) dan dalam aturan yang baru mengenai syarat pernyataan pailit khususnya terkait adanya insolvensi.Keberadaan frasa “harus” pada Pasal 8 ayat (4) UU KPKPU hanyalah bertujuan mewajibkan hakim untuk tidak menolak permohonan pernyataan pailit apabila dalam perkara itu dapat buktikan secara sederhana fakta dan keadaannya.Pada tahun 2012, Pengadilan Negeri Niaga Semarang telah menjatuhkan putusan perkara permohonan kepailitan sebanyak 7 (tujuh) berkas.Ketujuh berkas tersebut pada putusan akhir semuanya dikabulkan.Pengertian fakta terbukti secara sederhana dalam putusan-putusan tersebut adalah bahwa utang debitor diakui atau setidak-tidaknya tidak dibantah. Tujuan adanya aturan ini menghendaki penyelesaian utang-piutang dengan cara yang adil, terbuka dan efektif dangan cara melalukan lelang terhadap harta dari Debitor maka untuk mencapai efektifitas tersebut hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan judgement. Kedua, UU Kekuasaan Kehakiman secara formal sebagai dasar Hakim dalam menegakan keadilan Dari ketujuh perkara permohonan pailit Pengadilan Niaga Semarang pada tahun 2012, dalam pertimbangan hakim masih berpikir secara legal-positivism dan tidak berani keluar dari aturan-aturan yang ada pada Pasal 8 ayat (4) UU KPKPU. Adanya payung hukum terkait kemandirian hakim dan kekuasaan kehakiman seharusnya menjadikan modal bagi hakim untuk dapat keluar dari aturan hukum yang membelenggu guna mencapai keadilan dalam masyarakat.
Kata kunci ; Kepailitan.
ABSTRACT
This research aimed to find out the background and the objective of the imperative to grant the application of bankruptcy statement when there were two or more creditors who could not repay at least one matured and collectable liability when it was proved simply.
This study employed a non-doctrinal law research because in this research, law was what the judge in concreto decided and systematized as judge made law. This study was descriptive in nature with evaluative research type. The material source of research used in this study included primary and secondary law materials. The procedures of collecting law materials employed in this study were interview, documentation study, and library study. The analysis was conducted using qualitative technique.
Considering the result of research and discussion, the following conclusions could be drawn. First, Bankruptcy Law was the implementation of appendix VII of International Monetary Fund (IMF) during Indonesian crisis. There was a considerable transformation in Failisements Verordening (FV) and in new regulation concerning the bankruptcy statement, particularly in relation to insolvency. The presence of phrase must in article 8 clause (4) of UU KPKPU only aimed to oblige the judge to decline the application of bankruptcy statement when in that case, the fact and the condition could be proved simply. In 2012, Semarang Commercial District Court had sentenced the bankruptcy application case for seven documents. Those seven documents were all granted in the final decision. The definition of fact proved simply in those decisions was that the debtor’s liability was recognized or at least not refuted. The objective of such the rule was to solve the debt-credit justly, openly and effectively by conducting auction on debtor’s property; therefore to achieve the effectiveness, the judge was given space to give ‘judgment’. Second, it had been given formally by the Justice Power Law as the Judge’s rationale in enforcing justice. In the six cases of bankruptcy application in Semarang Commercial Court in 2012, the judge still though in legal-positivism manner and was not dare to go beyond the regulation existing in the article 8 clause (4) of UU KPKPU. The presence of law related to the judge independency and justice power should be the judge’s capital in going to beyond the restricting rule of law in order to achieve justice within the society.
Keywords: Bankruptcy.

×
Penulis Utama : Edwin Yudhi Purwanto
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : S321202004
Tahun : 2015
Judul : Tinjauan Tentang Keharusan Dikabulkannya Permohonan Pernyataan Pailit Oleh Hakim (Studi KasusPertimbanganPasal 8 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang)
Edisi :
Imprint : Surakarta - Pascasarjana - 2015
Program Studi : S-2 Ilmu Hukum (Hukum Bisnis)
Kolasi :
Sumber : UNS-Pascasarjana Prodi. Ilmu Hukum-S321202004-2015
Kata Kunci :
Jenis Dokumen : Tesis
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : -
Status : Public
Pembimbing : 1. Dr. Albertus Sentot Sudarwanto,SH.,M.Hum.
2. Hermawan Hadi, S.H,M.Hum
Penguji :
Catatan Umum :
Fakultas : Sekolah Pascasarjana
×
File : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.