Abstrak |
: |
Modernisasi hadir melanda kota sebagai arenanya, hal ini menjadikan budaya pop turut mendominasi kebudayaan baru di Kota Yogyakarta. Kondisi tersebut memicu tumbuhnya produksi kultural berupa kesenian, salah satunya berada di Kampung Bumen dengan identitasnya sebagai Kampung Seni. Kampung Seni di Kampung Bumen merupakan bentuk dari praktik Produksi Kultural di bidang kesenian. Maka, penelitian ini berfokus pada Produksi Kultural Kampung Seni di Kampung Bumen. Penelitian ini bertujuan menggambarkan Produksi Kultural Kampung Seni di Kampung Bumen melalui teori Produksi Kultural Pierre Bourdieu. Penelitian ini merupakan studi kasus tunggal. Data bersumber dari informasi yang diperoleh langsung dari informan, studi pustaka, dokumen tertulis, arsip dan data visual. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pemilihan informan dipilih secara purposive berdasarkan klasifikasi usia, kepengurusan organisasi, dan status sosial dalam masyarakat. Adapun masyarakat sekitar di luar Kampung Bumen seperti pejabat/pegawai instansi pemerintahan Kelurahan Purbayan maupun wisatawan dari masyarakat umum dengan klasifikasi usia tua dan muda sebagai validitas data dengan teknik triangulasi sumber. Data dianalisis dengan analisis model interaktif melalui reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Produksi Kultural Kampung Seni di Kampung Bumen dilakukan melalui hubungan antara aktor dan struktur yang dijelaskan melalui habitus, modal, dan arena untuk menggambarkan perjuangan aktor dalam memperoleh posisi pada ruang sosial. Arena Produksi Kultural dalam penelitian ini adalah Kampung Seni di Kampung Bumen. Kesenian tradisional berada dalam arena Kampung Seni di Kampung Bumen. Para aktor yang terdiri dari kelompok Purba Budoyo, kelompok Purba Makuta, dan kelompok Purba Swara dalam aktivitas seni mereka membentuk berbagai habitus. Kelompok Purba Budoyo membentuk habitus nabuh, lakon, nari, ngrawit, pentas, nyeni. Sedangkan kelompok Purba Makuta membentuk habitus nembang, pentas, dan nyeni. Sementara itu kelompok Purba Swara membentuk habitus nembang, mbabar serat, pentas, dan nyeni. Dengan modal berupa modal ekonomi, modal budaya, modal simbolik, dan modal sosial, para aktor tersebut mereproduksi kesenian tradisional berupa srandul, karawitan, tari-tarian tradisional kampung, ketoprak, sholawatan, dan macapatan dalam berbagai pementasan kesenian tradisional di Kampung Bumen. Berbagai modal tersebut dapat mendukung bahkan juga dapat menghambat pengelolaan Kampung Seni di Kampung Bumen. Kata kunci: Produksi Kultural, arena, habitus, modal, Kampung Seni, kesenian tradisional. |