ABSTRAK
Setiap bangsa di dunia pasti memiliki ciri yang unik yang membedakannya dari
bangsa lain. Ciri utama yang membedakan suatu bangsa adalah bahasa, karena bahasa
adalah inti kebudayaan suatu bangsa. Demikian pula dengan bangsa Jepang. Bahasa
Jepang-lah yang membedakan bangsa Jepang dari bangsa lain di dunia. Salah satu ciri
bangsa Jepang dalam berbahasa adalah kebiasaan mereka berbicara berputar-putar.
Dalam budaya Jepang dikenal istilah aimai, yang dapat diartikan sebagai ‘kekaburan’,
‘ambigu’, ‘tidak pasti’, dan lain-lain kata yang searti dengan itu. Demikian pula ketika
mereka mengungkapkan sebuah penolakan. Dikatakan bahwa untuk menolak hal yang
sederhana saja, mereka acap kali tidak mengutarakannya secara langsung, dan
cenderung berbelit-belit. Tetapi fenomena lain penulis temukan dalam salah satu dialog
drama TV Jepang berjudul My Girl. Dialog dalam drama tersebut menggambarkan
bahwa ada seorang karyawati yang mengungkapkan penolakannya secara langsung
ketika dia diminta seorang karyawan yang lebih senior untuk tidak segera pulang.
Berdasarkan fenomena tersebut diperlukan penelitian tentang cara orang Jepang
mengungkapkan penolakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan cara
orang Jepang mengungkapkan penolakannya, faktor-faktor yang mempengaruhinya,
serta penerapan prinsip kerjasama ketikan mengungkapkan penolakan tersebut.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 3 judul drama TV Jepang yaitu
My Girl, Gyne, dan The Untouchable sebagai sumber data. Data penelitian berupa
satuan lingual tindak tutur penolakan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
mentranskripsi tuturan-tuturan penolakan dari ketiga judul drama tsersebut. Kemudian
data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan Spradley
yang meliputi analisis domain untuk memilah dan menentukan data dan yang bukan
data, analis taksonomi digunakan untuk menentukan cara penolakan, faktor-faktor yang
mempengaruhinya, dan penerapan prinsip kerjasama yang dilakukan pembicara pada
saat mengungkapkan penolakannya. Selanjutnya dilakukan analisis komponensial untuk
menentukan relasi antar sub-aspek, kemudian dicari hubungannya dengan budaya
masyarakat Jepang.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dari 45 tuturan penolakan yang
ditemukan, 21 penolakan (47%) diungkapkan secara langsung dan 24 (53%)
diungkapkan secara tidak langsung. Faktor yang menentukan tuturan penolakan adalah
faktor yang pada umumnya mempengaruhi suatu pembicaraan, yaitu faktor situasi
pembicaraan dan faktor hubungan pembicara dan lawan bicara. Dari hasil analisis data
tidak ditemukan satu faktor tertentu, baik situasi pembicaraan maupun hubungan
pembicara dan lawan bicara, yang secara signifikan menyebabkan orang Jepang
mengungkapkan penolakannya secara langsung maupun tidak langsung. Orang Jepang
mengungkapkan penolakannya dengan cara tertentu jika beberapa faktor pembicaraan
terpenuhi. Orang Jepang cenderung mengungkapkan penolakannya secara langsung jika
lawan bicara adalah umur/kedudukannya lebih muda/rendah daripada dirinya,
hubungannya akrab, dan merupakan ‘orang luar’, dan kepada lawan bicara yang
umur/kedudukannya lebih muda/rendah, hubungannya akrab, dan merupakan ‘orang
luar’. Adapun cara penolakan tidak langsung digunakan jika lawan bicara adalah orang
yang umur/kedudukannya lebih muda/rendah daripada dirinya, hubungannya akrab,
dan merupakan ‘orang dalam’.
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan pada
cara orang Jepang ketika mengungkapkaan suatu penolakan. Jika penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa orang Jepang cenderung mengungkapkan penolakan secara
langsung hanya bila lawan bicaranya berkedudukan lebih rendah atau setara dengan
dirinya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang Jepang juga mengungkapkan
penolakannya secara langsung kepada lawan bicara yang kedudukannya lebih tinggi
daripada dirinya.
Kata Kunci: kotowarikata, penolakan, pragmatik, soto, tindak tutur, uchi,
ABSTRACT
Every nation around the globe certainly has unique characteristics which
distinguish them from other nations. The main matter which characterizes is language.
This also applies to Japanese. Japanese language is what differs Japanese people from
other people in the world. One of Japanese characteristics in speaking is the habits of
talking vaguely or ambiguously. It is known as aimai in Japanese culture, which also
means ‘vague’, ‘ambiguous’, and ‘indecisive’, or in other words that bear similar
meanings. It is said that even to refuse a simple thing, Japanese often do not utter the
refusals directly but tend not to directly speak their point. However a different
phenomenon was found in one of dialogues of Japanese TV Drama entitled My Girl.
The dialogue in the drama depicted a female employee expressing her refusal directly
when being asked not to go home early by the more senior employee. Based on this
phenomenon, the research about how Japanese express their refusals is necessary to be
conducted. The objectives of this research are to describe how Japanese express their
refusals, to discover the determining factors, and to observe the implementation of the
cooperation principles when expressing refusals.
This research studied three Japanese TV dramas, namely: My Girl, Gyne, and
The Untouchable as the source of data. The data of this research were the lingual units
of refusal speech acts. The data of the research were collected through transcribing the
speech acts found in the three dramas. The collected data were then analyzed by using
the Spradley’s data analysis technique i.e. domain analysis to sort and determine the
required data, taxonomy analysis to determine the refusal methods, the affecting factors,
and the implementation of the cooperation principles used by the speakers when
expressing refusals. The next step was componential analysis to determine the
correlation between sub-aspects, and then to find the correlation with the Japanese
culture.
The results of the data analysis show that of 45 refusals, 21 (47%) are expressed
directly and 24 (53%) are expressed indirectly. The determining factors for the refusals
are those which generally affect a conversation, namely conversational situation factor
and speaker-listener relationship factor. The data analysis shows that none of those two
former factors is the main reason that is significant as to why the Japanese people
directly or indirectly express their refusals. Japanese express their refusals in a certain
way if some of the conversation factors are fulfilled. Japanese tend to express their
refusals more directly when; (a) the listeners are younger or have a lower position than
the speakers; (b) the listeners have a good relationship with the speakers; (c) the
listeners are ‘outsiders’. Likewise, indirect refusal is used when; (a) the listeners are
older or have a higher position than the speakers; (b) the listeners have an awkward
relationship; (c) the listeners are ‘insiders’.
The results of this research show a significant change in the way Japanese
expressing their refusals. In previous researches show that Japanese tend to express their
refusal directly only when their listeners are in a lower or an equal position compared to
the speakers. However, this research shows that Japanese also express their refusal
directly to the listeners who have a higher position than the speakers.
Keywords: Kotowarikata, pragmatics, refusal, soto, speech act, uchi