×
ABSTRAK
Adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dan kecenderungan konsumsi obat alami yang lebih aman dibanding obat sintetik berdampak pada tingginya permintaan obat alami. Dalam usaha memenuhi tingginya tingkat permintaan terhadap obat herbal, pemerintah Kabupaten Karanganyar membentuk lembaga Klaster Biofarmaka. Klaster Biofarmaka Karanganyar berkontribusi sebesar 21% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Karanganyar. Tanaman herbal yang dihasilkan antara lain jahe, kunyit, temulawak, kumis kucing, pegagan, dan sambiloto. Kumis kucing merupakan salah satu tanaman Biofarmaka yang dibutuhkan oleh industri jamu nasional dan internasional. Namun dari segi kualitas, simplisia kumis kucing belum mampu memenuhi standar kualifikasi bahan baku pasar ekspor. Permasalahan terkait rendahnya kualitas tersebut disebabkan belum diterapkannya budidaya yang sesuai dengan anjuran Standar Operating Procedures (SOP) yang baku. Dengan SOP petani akan memiliki kesamaan pola budidaya tanaman kumis kucing. SOP dirancang dengan metode Plan, Do, Check, Action (PDCA). Tahapan PDCA dimulai dari perencanaan, perancangan SOP, evaluasi hasil rancangan, dan tindakan perbaikan terhadap hasil evaluasi. SOP yang dirancang terdiri dari keseluruhan tahapan budidaya kumis kucing. Untuk mendukung pelaksanakan proses budidaya sesuai prosedur maka, diperlukan koordinasi dan konsistensi dari pihak Klaster untuk menjalankan SOP dengan baik. Kata Kunci: biofarmaka, kumis kucing, PDCA, SOP. xiii + 73 halaman, 14 tabel, 9 gambar, 1 lampiran, Daftar pustaka:21 (1979-2014).