×
Sebuah ledakan semburan lumpur panas terjadi pada 29 Mei 2006 di area pertambangan Lapindo, semburan yang terus menerus terjadi awalnya hanya menggenangi area pertambangan Lapindo kini menyeruak membanjiri kawasan permukiman. Beberapa keluarga kini dengan terpaksa hidup dalam rumah beralaskan lumpur karena ketidakmampuan mereka untuk pindah dan memulai kehidupan baru ditempat yang lain. Banyak upaya yang dilakukan warga untuk melanjutkan kehidupannya namun masih dalam wilayah terdampak lumpur. Masih dibutuhkannya lahan ini untuk mereka adalah sebuah masalah dan juga tantangan yang besar. Tujuan dari perancangan ini adalah untuk menjawab tantangan agar mereka mampu kembali tinggal di tempat asalnya yang kini telah terkena luapan lumpur. Metode yang digunakan adalah prinsip metabolisme arsitektur yang artinya bangunan bukan merupakan entitas statis, tetapi merupakan makhluk organik yang selalu tumbuh bahkan berubah sesuai dengan pola hidup dan kebutuhan yang terus berkembang dan tetap mampu mewadahi segala kebutuhan ruang sebuah keluarga.Dalam sudut pandang bencana, metabolisme pernah digunakan sebagai sebuah gagasan untuk mempertahankan Jepang yang telah lumpuh oleh serangan sekutu melalui sistem perkotaannya. Dengan menggunakan prinsip metabolisme ini dua bagian penting yang digunakan adalah struktur masif dan sistem adaptif dari metabolisme. Hasil yang diperoleh merupakan desain permukiman tumbuh yang mampu mewadahi aktifitas hidup diatas lahan bencana lumpur Lapindo. Kata Kunci: Arsitektur, lumpur lapindo, metabolisme arsitektur