×
Abstrak: Korban kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat setiap tahunnya, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan tertinggi di Indonesia. Kondisi perempuan pasca kejadian traumatik yang menimpa dirinya adalah ketakutan, hilang rasa percaya diri, hilang kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya. Menjadi seseorang yang lebih tertutup dan selalu mejaga jarak dengan orang lain merupakan perilaku awal korban kekerasan. Pusat Krisis Perempuan merupakan sebuah wadah yang mampu mengatasi gejala pasca traumatik korban kekerasan. Kegiatan pemulihan meliputi konseling, melatih kemampuan interaksi sosial, serta upaya pengembangan diri melalui pelatihan ketrampilan. Permasalahan terkait perancangan adalah bagaimana elemen berupa pengolahan tapak, pola hubungan ruang, perancangan interior ruang, serta bentuk fasad bangunan yang mampu mempengaruhi psikologi korban sehingga elemen tersebut mampu menjadi media pemulihan. Tujuan dari perancangan ini adalah mendapatkan konsep desain Pusat Krisis Perempuan yang dapat memulihkan kondisi pasca traumatik korban melalui penerapan psikologi arsitektur. Penerapan metode psikologi arsitektur dalam perancangan dengan mengaplikasikan elemen arsitektur yang dapat mempengaruhi psikologi korban seperti warna, temperatur, pencahayaan, suara, bentuk, skala, tekstur dan penataan perabot. Hasil yang diperoleh yaitu konsep perancangan dengan penerapan psikologi arsitektur. Konsep perancangan tersebut diwujudkan melalui optimalisasi potensi tapak, pengorganisasian ruang yang mengutamakan privasi korban, konsep peruangan yang menggunakan permainan warna dan material sehingga mampu menimbulkan suasana sesuai dengan kebutuhan ruang. Bentuk dasar bangunan yang digunakan adalah dominasi bentuk persegi, dan pengorganisasian massa bangunan adalah terpusat. Konsep lansekap diwujudkan pada desain taman terapi.
Kata kunci: Aspek Psikologi, Kekerasan terhadap Perempuan, Kualitas Ruang (Ruang dalam dan Ruang luar).