Penulis Utama : Desi Prawita Sari
NIM / NIP : S701308002
×

Kata kunci: Wacana, Keperempuanan, Representasi, Charlotte Brontë

Wacana keperempuanan ideal di masa Victoria mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat terhadap perempuan pada saat itu. Charlotte Brontë menggambarkan kondisi tersebut di dalam novel-novelnya yaitu The Professor, Jane Eyre, Shirley dan Villete. Selanjutnya, dia juga menunjukan resistensi terhadap wacana keperempuanan dominan yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat terhadap laki-laki yang terepresentasikan melalui wacana keperempuanan marjinal dalam novel-novel tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut: Pertama, bagaimanakah wacana dominan tentang keperempuanan di masa Victoria. Kedua, bagaimanakah representasi dari wacana keperempuanan tersebut dalam novel-novel Charlotte Brontë. Ketiga, bagaimanakah implikasi wacana dominan keperempuanan terhadap representasi keperempuanan marjinal dalam novel-novel tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wacana dominan tentang keperempuanan di masa Victoria dan representasinya dalam novel-novel Charlotte Bronte sekaligus mendeskripsikan implikasinya terhadap representasi wacana keperempuanan marjinal di dalam novel tersebut. Penelitian ini memakai teori Greenblatt tentang new historicism yang mengakomodasi konsep wacana Foucault dalam proses analisisnya. Penelitian ini merupakan penelitian  kualitatif dan menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan menjadi tiga hal. Kesimpulan pertama yaitu dalam penelitian ini terdapat empat wacana dominan tentang keperempuanan (womanhood) di masa Victoria antara lain perempuan sebagai istri yang tunduk pada suami, perempuan sebagai ibu dan pengelola rumah tangga, pernikahan sebagai alat kepentingan, dan perempuan bekerja dianggap tidak patut. Kesimpulan kedua yaitu wacana dominan tentang keperempuanan tersebut direpresentasikan oleh tokoh-tokoh dalam novel-novel Charlotte Brontë.

Wacana pertama terepresentasikan oleh tokoh Jane dalam novel Jane Eyre, Mrs. Edward Crimsworth dalam novel The Professor, Mary Gave dalam novel Shirley, dan Paulina dalam novel Villete melalui perbuatan yang dilakukan tokoh-tokoh tersebut untuk memenuhi ekspektasi masyarakat tentang istri ideal dan akibat yang mereka terima ketika mereka tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut.

Wacana kedua yaitu perempuan sebagai ibu dan pengelola rumah tangga terepresentasikan oleh tokoh Mrs. Reed dalam novel Jane Eyre, Frances Henry dalam novel The Professor, Mrs. York dalam novel Shirley, dan Mrs. Home dalam novel Villete. Wacana tersebut terepresentasikan melalui pemikiran dan perilaku tokoh-tokoh tersebut dalam menjadi seorang ibu yang harus mengurus 

suami dan keluarga sekaligus mengelola urusan rumah tangga. Wacana tersebut juga terepresentasikan melalui pengalaman tokoh perempuan yang tidak mampu melaksanakan fungsi dan peran sebagai seorang ibu.

Wacana ketiga yaitu pernikahan sebagai alat kepentingan untuk mencapai tujuan. Wacana ini terepresentasikan oleh tokoh Bertha Mason dan Rochester dalam novel Jane Eyre, Zoraide Reuter dalam novel The Professor, Robert Moore  dalam novel Shirley, dan Ginevra Fanshawe dalam novel Villete. Pernikahan yang akan dan telah dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut mengandung maksud dan kepentingan antara lain, meningkatkan status kelas sosial, memenuhi kriteria ideal, dan mengembangkan bisnis. 

Wacana keempat yaitu perempuan bekerja dianggap tidak patut. Wacana tersebut terepresentasikan oleh Mrs. Wilson, Mrs. Greys, dan Mrs. Jouberts dalam novel Jane Eyre, Frances Henry dalam novel The Professor, Mrs. Pryor dalam novel Shirley, dan Lucy Snowe dalam novel Villete. Perilaku merugikan dan diskriminatif yang mereka terima di tempat kerja merepresentasikan betapa kuatnya pengaruh wacana di masyarakat yang menganggap perempuan bekerja sebagai sebuah penyimpangan terhadap kehidupan bermasyarakat.

Kesimpulan ketiga yaitu terdapat dua wacana marjinal yang ditemukan dalam novel-novel Charlotte Brontë. Wacana tersebut adalah wacana kesetaraan gender dan wacana kebebasan berekspresi dan berkehendak bagi perempuan.  Wacana kesetaraan gender muncul dari beberapa faktor antara lain: kesadaran perempuan bahwa perempuan dan laki-laki adalah manusia yang diciptakan Tuhan sehingga kedudukan mereka adalah sama di hadapan Tuhan yang terepresentasikan oleh tokoh Jane; konstruksi karakter feminin dan maskulin di masyarakat tidak bisa membatasi perempuan untuk tertarik hal-hal di luar karakter gendernya seperti yang terjadi pada tokoh Shirley; munculnya fenomena perempuan-perempuan tangguh, independen, dan berjiwa pemimpin seperti Madame Reuter, Madame Beck menepis citra perempuan yang hanya berkutat pada masalah keluarga dan rumah tangga.

Wacana kebebasan berekspresi dan berpendapat bagi perempuan muncul karena adanya kesadaran pada perempuan untuk tidak tunduk pada keinginan orang lain. Perempuan berhak untuk menjadi diri mereka sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri mereka seperti terepresentasikan pada tokoh Jane, Frances dan Shirley dalam novel-novel Brontë. 

×
Penulis Utama : Desi Prawita Sari
Penulis Tambahan : -
NIM / NIP : S701308002
Tahun : 2016
Judul : Wacana Keperempuanan (WOMANHOOD) dan Representasinya dalam Novel-Novel Charlotte Brontë (Kajian New Historicism)
Edisi :
Imprint : Surakarta - Pascasarjana - 2016
Program Studi : S-2 Kajian Budaya
Kolasi :
Sumber : UNS-F. Pascasarjana Progdi. Kajian Budaya-S.701308002-2016
Kata Kunci :
Jenis Dokumen : Tesis
ISSN :
ISBN :
Link DOI / Jurnal : -
Status : Public
Pembimbing : 1. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum
2. Prof. Drs. Mugijatna, M.Si., Ph.D
Penguji :
Catatan Umum :
Fakultas : Sekolah Pascasarjana
×
File : Harus menjadi member dan login terlebih dahulu untuk bisa download.