×
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk: (1) mengetahui perbedaan tingkat kerusakan lahan pada penambangan batugamping antara sistem tambang terbuka tanpa penerowongan dengan sistem tambang terbuka dengan penerowongan. (2) Mengetahui perbedaan tingkat pendapatan penambang batugamping pada sistem tambang terbuka tanpa penerowongan dengan sistem tambang terbuka dengan penerowongan. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah satuan lahan dan penambang batugamping yang terdapat di Desa Mrisi dan Tanggungharjo. Teknik pengambilan sampel tanah dilakukan dengan area sampling sejumlah 4 satuan lahan dan sampel penambang secara proportional sampling sejumlah 43 penambang. Teknik pengumpulan data parameter kerusakan lahan digunakan observasi, uji laboratorium, wawancara dan studi dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan pengharkatan, dengan mengalikan nilai dan bobot di setiap parameter kerusakan lahan sehingga diperoleh nilai Indeks Kerusakan Lahan Penambangan (IKLP). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: (1) Sistem tambang terbuka tanpa penerowongan mempunyai tingkat kerusakan lahan lebih berat jika dibandingkan pada sistem tambang terbuka dengan penerowongan. (2) Penggali batugamping pada sistem tambang terbuka tanpa penerowongan mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan penggali pada sistem tambang terbuka dengan penerowongan, dengan selisih pendapatan sebesar Rp.105.500,00. Pemilik lahan batugamping pada sistem tambang terbuka dengan penerowongan mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pemilik lahan pada sistem tambang terbuka tanpa penerowongan, dengan selisih pendapatan sebesar Rp. 1.750.000,00. Pendapatan pengusaha pembakaran pada sistem tambang terbuka tanpa penerowongan rata-rata sebesar Rp.24.400.000,00 per bulan dan pendapatan pembakar batugamping rata-rata sebesar Rp.601.000,00 per bulan. Sistem tambang terbuka dengan penerowongan tidak dijumpai aktivitas pembakaran batugamping.