ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi ketertarikan penulis pada kasus korupsi yang menimpa Bupati Klaten Sri Hartini pada penghujung 2016 lalu. Kabupaten Klaten yang jauh dari sorotan media justru melakukan praktek jual beli jabatan dengan kisaran total sebesar 2 miliar rupiah. Pemilihan media berdasar pada faktor kepemilikan media, Tempo.co sebagai media yang bersifat independen dan jauh dari isu kepemilikan media. Sebagai pembanding, Mediaindonesia.com dipilih dengan latar belakang kepemilikan Surya Paloh yang mendukung PDIP sebagai partai pengusung Jokowi. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana media online Tempo.co dan Mediaindonesia.com membingkai kasus korupsi Bupati Klaten Sri Hartini.
Fakta dalam pemberitaan merupakan sebuah konstruksi realitas yang dibuat oleh media. Framing adalah proses penyeleksian oleh media dalam menonjolkan atau menghilangkan informasi kepada khalayak dalam bentuk realitas. Untuk melihat framing yang dilakukan oleh media, peneliti menggunakan teknik analisis framing model Entman dengan menggunakan 4 unit analisis, define problems, diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recomenndation.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam pengambilan sampel. Objek penelitian berjumlah 12 berita dari total 80 berita yang diterbitkan kedua media. Pemilihan berita berdasarkan pada persamaan isi berita masing – masing media sehingga memudahkan peneliti untuk membandingkan arah pemberitaan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan perbedaan frame yang dibentuk antara kedua media online tersebut. Tempo.co lebih menitikberatkan masalah ini pada lambatnya instansi pemerintah khususnya Kemendagri dalam menanggapi laporan – laporan dugaan suap jabatan yang terjadi di Indonesia. Sebagai solusi, Tempo.co melihat perlunya peningkatan kerjasama antara instansi pemerintah khususnya Kemendagri dalam menanggulangi praktek suap jabatan yang terjadi di berbagai daerah. Berbeda dengan Tempo.co, Mediaindonesia.com lebih melihat permasalahan ini sebagai kesalahan pemerintah secara umum, tidak adanya regulasi yang mengatur mengenai dinasti politik di Indonesia. Sebagai solusi,
Mediaindonesia.com menuntut pemerintah untuk melakukan pembangunan lebih merata, dan juga pengedukasian masyarakat mengenai budaya anti dinasti politik.